92 Persen Guru TK Non PNS Di Seluruh Indonesia Terima Honor Jauh Dari Upah Minimum

Share Article :

Uritanet, Jakarta –

92 persen guru TK yang berstatus non-PNS dari jumlah 261.735 guru TK di seluruh Indonesia. Honor yang mereka terima jauh dari upah minimum di suatu daerah, demikian Ketua Umum PP IGTKI Nur Sriyati menyampaikan aspirasinya kepada Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, saat ribuan guru Taman Kanak-Kanak (TK) yang tergabung dalam Ikatan Guru Taman Kanak-Kanak Indonesia (IGTKI) berkumpul di kawasan Monas, Jakarta (4/6).

Dalam memperingati Hari Ulang Tahun ke-73 IGTKI itu, ditambahkan Nur bahwa rata-rata mereka diberikan honor Rp500 ribu per bulan. Mohon hal ini diperhatikan dengan baik, kesejahteraan kami diperjuangkan, tegas Nur.

Nur berharap jika ada pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), kiranya agar Guru TK mendapat prioritas.

Nur berharap pemerintah memberikan prioritas kepada guru TK untuk mendapatkan kesejahteraan yang layak melalui status mereka yang juga ditingkatkan.

“Setelah diangkat menjadi PPPK, mohon kiranya agar dikembalikan kepada yayasannya agar tetap bisa membangun daerah,” ujar Nur.

Baca Juga :  Menko PMK Tekankan Bantuan Sosial untuk Masyarakat Miskin yang Sudah Tidak Produktif

Sementara Ketua Umum PB PGRI Profesor Unifah Rosyidin. Unifah berharap LaNyalla sebagai pemimpin lembaga tinggi negara dapat mendorong suatu kebijakan agar kesejahteraan dan status pekerjaan para guru TK dapat ditingkatkan.

“Tolong diperhatikan nasib para guru TK Pak LaNyalla. Kami percaya Pak LaNyalla dapat merasakan suasana kebatinan kami dan dapat memperjuangkan aspirasi para guru TK,” papar Unifah Rosyidin.

Menjawab hal tersebut, LaNyalla mengatakan sudah mengetahui, mendengar dan melihat langsung kondisi guru TK di berbagai daerah.

“Saya sudah berkeliling Indonesia. Saya sudah mengunjungi 34 provinsi dan lebih dari 300 kabupaten/kota. Saya menangkap aspirasi dari stakeholder di berbagai daerah, salah satunya dari kalangan guru,” kata LaNyalla.

Soal kesejahteraan, LaNyalla menyebut guru yang mengemban tugas mulia namun diberikan honor yang jauh dari kelayakan.

“Terkait kesejahteraan para guru, khususnya yang bekerja di lembaga pendidikan swasta atau non-negeri, honor atau gaji yang diterima para guru swasta sangat bergantung kepada kemampuan sekolah dan kesepakatan guru dengan kepala sekolah di lembaga tersebut,” jelas LaNyalla.

Baca Juga :  “114 Tahun Kebangkitan Nasional, Bangkit Indonesia” Dari Belenggu Polarisasi Politik Identitas

Sehingga, lanjutnya, besaran honor para guru sangat bervariatif. Di mana secara umum, masih sangat banyak yang berada di bawah angka kebutuhan hidup minimum. Bahkan sangat jauh di bawah UMR para buruh pabrik, jelas LaNyalla.

Padahal, guru harus mendidik manusia dengan output produknya adalah moral dan akhlak atau budi pekerti para penerus tongkat estafet bangsa dan negara ini.

“Ini tentu menjadi kewajiban pemerintah untuk memberikan perhatian yang lebih kepada para guru, terutama Kemenko PMK, Kemendikbud dan Kementerian Keuangan. Harus ada skema dan program konkret pembangunan kesejahteraan tenaga pendidik di semua tingkatan, terutama para tenaga pendidik honorer,” tegas LaNyalla.

Dan DPD RI amat konsen terhadap persoalan guru, utamanya guru honorer. DPD RI, melalui Komite III akan berusaha untuk senantiasa berpihak kepada kepentingan para guru dalam mewujudkan suksesnya pendidikan dalam kualitas dan kuantitas di Indonesia. Termasuk, apa yang sudah kami kerjakan dengan membentuk Pansus Guru Hononer di tahun 2022 yang lalu, tutup LaNyalla.

)***Tjoek

Share Article :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *