Menilik Kepemilikan Tanah Waris Kesultanan Koetai Kerta Negara Ing Martapura dan Ibukota Negara ‘Nusantara’

Share Article :

Uritanet, Samarinda, –

Menilik Kepemilikan Tanah Waris Soeltan Adjie Moehammad Parikesit Bin Soeltan Adjie Moehammad Alimoeddin Al-Adiel Khalifatoel Moe’minin, Kesultanan Koetai Kerta Negara Ing Martapura di Ibukota Negara ‘Nusantara’, tentu tak terlepas dari perjalanan panjang kesejarahannya.

Sedikit menengok dan yang melatar-belakanginya, bahwa diawali dengan keberadaan Sultan Aji Muhammad Idris selaku Sultan Kutai Kerta Negara Ing Martapura, sekaligus Sultan Pertama yang menggunakan gelar Sultan (1735 – 1778).

Beliau memiliki dua orang istri yaitu Seri Paduka Baginda Ratu Permaisuri Andi Rianjeng atau Andin Duyah bergelar I Doya Aji Putri Agung Putri dari Petta To Sibengareng Bin La Maddukelleng dengan Adji Putri Anjang atau Aji Putri Doyah Binti Sultan Sepuh Alamsyah I Bin Sultan Aji Muhammad Alamsyah dari Paser.

Dan Seri Paduka Baginda Ratu Mahadewi Dayang Sungka Binti Tan Panjang Bin Adipati Maharaja Marga Nata Kusuma, seorang Adipati Kerajaan Kutai Mulawarman di wilayah Muara Gelumbang Ma-Bengkal.

Dari Ratu Permaisuri mendapatkan tiga orang anak yaitu Aji Putri alias Aji Kengsan bergelar Adji Putri Intan bergelar Petta Laburanti Digilirang Paniki Wajo.

Berikutnya, Aji Imbut bergelar Sultan Aji Muhammad Muslihuddin alias Meruhum Aji Kembang Mawar, yang kemudian menjadi Sultan ke-15 di Kesultanan Kutai Kerta Negara yang memindahkan Pusat Pemerintahan dari Pamerangan Jembayan ke Tepian Pandan Tenggarong.

Dan putra terakhir, Aji Pangeran Berajanata.

Sedangkan dari Ratu Mahadewi, mendapatkan dua orang anak yakni Pertama, Aji Pangeran Megan bergelar Aji Pangeran Maharaja Nata Kusuma menjadi Adipati di Muara Gelumbang dan Muara Bengkal.

Kedua, Aji Pangeran Amjah Mas Aria bergelar Aji Pangeran Sri Bangun I, yang kemudian menjadi Adipati Kota Bangun. Inilah yang disebut – sebut dengan Raja Seri Bangun.

Selanjutnya, adapun kronologis Kepemilikan Tanah Tijak Dapur/ Tijak Betis Doya, diawali dengan sabda Sultan Paser yang memberitahukan kepada seluruh Kerajaan Paser bahwa Tanah Telake, Tunan, berserta isi-isinya termasuk hamba rakyat yang tinggal dikawasan tersebut diserahkan kepada Andi Rianjeng atau Andin Duyah bergelar I Doya Aji Putri Agung Putri Binti Andi Petta To Sibengareng Bin La Maddukelleng, dan suaminya Sultan Aji Muhammad Idris Bin Adji Pangeran Anoem Sinoem Panji Mendapa Ing Martapura, hingga kepada anak cucu dan turun temurunnya.

Kemudian dimasa pemerintahan Soeltan Adji Moehammad Soelaiman Al-Adiel Khalifatoel Moe’minin, semua perwatasan Kesultanan Kutai Kerta Negara Ing Martapura belum dihibahkan kepada saudaranya, anak-anaknya, dan kerabat Kesultanan Kutai Kerta Negara Ing Martapura.

Baca Juga :  Darius Situmorang, SH, MH : Hasil Putusan MK- MK Terkait Etika Hakim Konstitusi, Bukan Hasil Putusannya

Pengaturan pemberian hibah yang diwasiatkan dimasa pemerintahannya tersebut baru berlangsung dari Tahun 1899 – 1910.

Maka dibuatlah Surat Hibah Wasiat Soeltan Adjie Moehammad bernomor 09/KKKN/1902; bernomor 10/KKKN/1902 tertanggal 10-7-1902; bernomor 12/KKKN/1902 tertanggal 19-7-1902; dan bernomor 14/KKKN/1902 tertanggal 29-7-1902. Dan terdaftar dalam Lembaran Negara Nomor 104 Tahun 1960.

Diperkuat dengan Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Kutai (Urusan Otonomi Daerah), AR.Padmo tertanggal Tenggarong, 17 Nopember 1960.

Menyebutkan Tanah Kesultanan Kutai Kerta Negara /Grant Sultan telah dikonversi dengan Peraturan Menteri Agraria (PMA) No.2/1960 Pasal 6 juncto PMA No.5/1960 juncto UUPA No.5. Bahwa “Warisan Turun Temurun yang Terpenuhi Hibah Grant Sultan”.

Diputuskan juga berlakunya surat – surat otentik yang berkaitan dengan Hak Kepemilikan Awal Kesultanan Kutai Kerta Negara. Dan berlakunya UU Pokok Agraria Bab III Ketentuan Pidana Pasal 52 Ayat 1,2 dan Ayat 3, Ancaman Pidana Pelanggaran Peraturan Pemerintah, Dilarang Pemakaian Tanah Kesultanan Kutai Kerta Negara Tanpa Izin dari Pemiliknya Atau Kuasa Hukumnya dan Tidak Boleh Diganggu-gugat oleh siapapun juga.

Kemudian diperkuat oleh Pengadilan Negeri Tenggarong melalui Ketua Pengadilan Daerah Tingkat II Kutai tertanggal 7 Juni 1997, terkait Penetapan Hak Kepemilikan Tanah Adat Keluarga Besar Kesultanan Kutai. Dan berlakunya Peraturan Pemerintah/Mendagri No.51 Prp.Thn 1961 juncto UU Nomor 01/1961, ‘Dilarang Pemakaian Tanah Tanpa Izin dari Pemiliknya/Kuasa Hukumnya dan Tidak Boleh Diganggu-gugat oleh siapapun’.

Ditambah lagi, dengan keluarnya Titah Sultan Kutai Kerta Negara Ing Martadipura Nomor 003/SKK-SU/V/2018 tertanggal 14 Mei 2018 yang berkop surat Haji Adji Mohammad Salehoeddin II Sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura XX, dan ditandatangani oleh Haji Adji Mohammad Salehoeddin II, sekaligus telah diverifikasi kebenaran surat-suratnya, ditandatangani oleh AP Hario Adiningrat Bin Sultan AM Parikesit, HAPH Kesuma Poeger, serta HAP Hario Soerya Adi Menggala, SE,MM.

Baca Juga :  Hasan Basri Kecam Keras Ancaman Pembunuhan Oleh Andi Pangerang Peneliti BRIN

Titah tersebut sekaligus menjelaskan Surat Hibah Wasiat Soeltan Adjie Moehammad bernomor 10/KKKN/1902 tertanggal 10-7-1902; Hak Milik Aji Pangeran Kertanegara II, dengan wilayah meliputi Datar Belamin, Separi, Embalut, Hulu Santan, Sabintulung, Menamang Kanan, Muara Kaman, Benua Puhun, Teratak.

Bernomor 12/KKKN/1902 tertanggal 19-7-1902; Hak Milik Aji Raden Aryo Sastro, dengan wilayah meliputi Sungai Manggar Kecil, Sepinggan, Kariangau, Sungai Wain, Pantai Balikpapan naik keatas 17.000 Depa sampai Gunung Sari, Klandasan, Gunung Pancur, Kampung Karang Anyar, Pulau Tukung.

Dan bernomor 14/KKKN/1902 tertanggal 29-7-1902; Hak Milik Adji Endje atau Sultan AM Parikesit, dengan wilayah meliputi Long Nawang, Long Pahangai, Loa Tebu, Kota Bangun, Bongan Jantur, Danau Jempang, Danau Semayang, Danau Bumbun, Gunung Bulan, Gunung Beratus, Belanak, Sepaku, Sungai Wain, Sungai Jembayan, Berbatas dengan Balikpapan, dari Jongkang ke Sungai Siring, Sempaja, meliputi Samarinda, Teluk Pengesahan, Selili.

Lantas dimanakah letak Ibukota Negara Indonesia ‘Nusantara’ ?

Catatan lainnya, bahwa berdasar Surat Pernyataan Nomor 001/SEK-KD/KK/I/2021 tertanggal 4 Januari 2021 yang ditanda-tangani Drs. Adji Mohammad Arifin MSi, bahwa Ahli waris alm.Sultan Adji Mohammad Parikesit adalah Adji Pangeran Hario Adiningrat, dan Drs.Adji Mohammad Arifin MSi, selaku Sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura ke-XXI cukup mengetahui.

Menyusul sebelumnya, Surat Pencabutan Surat Kuasa bernomor 015/SU-SKK/VIII/2011 tertanggal 23 Agustus 2011 yang dibuat dan ditandatangani Sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura ke-XX, Haji Adji Mohammad Salehoeddin. Berisikan bahwa Surat Kuasa Ahli Waris alm.AM Parikesit tertanggal 5 Desember 2010 yang dikeluarkan para ahli waris alm. AM Parikesit kepada Haji Adji Pangeran Ario Jaya Winata SH, MM tertanggal 13 Mei 1985, Dicabut/Dibatalkan Demi Hukum.

Dan A.Pangeran Hario Adiningrat tertanggal 7 Mei 2023, telah memberi Kuasa Khusus kepada Gusti Addy Rachmany, SH dan Muhammad Supianto, SH, SHI, MH dari Kantor Hukum Gusti & Rekan, untuk melakukan tindakan-tindakan hukum sebagaimana mestinya dengan kewenangan yang dilimpahkan Pemberi Kuasa.

Kini (5/6) Muhammad Supianto, SH, SHI, MH dan Gusti Addy Rachmany, SH, dari Kantor Hukum Gusti & Rekan, resmi melayangkan suratnya ke Presiden Republik Indonesia Ir.Joko Widodo cq Menteri Sekretaris Negara RI, terkait hal tersebut.

)***Oleh Gusti Addy Rachmany, SH

Share Article :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *