Tinggalkan Pancasila, Bangsa Ini Dalam Proses Pembusukan  

Uritanet, – Ditinggalkannya Pancasila menjadi penyebab proses pembusukan ikan yang dimulai dari kepala, dinilai juga telah melanda bangsa ini. Demikian disampaikan Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, saat Keynote Speech pada forum Silaturahmi Nasional 2022 Dhipa Adista Justicia Indonesia Intelligence Institute, di Royal Jade Season City (26/11).

Jika hulu rusak, maka maka hilir pun akan rusak. Seperti kata pepatah, ikan busuk dimulai dari kepalanya terlebih dahulu. Pembusukan Indonesia juga dimulai dari hulunya, dari Fundamental Norm-nya, yaitu dengan meninggalkan Pancasila sebagai grondslag bangsa, tegasnya.

Oleh karenanya, LaNyalla mendorong konsensus nasional untuk kembali kepada UUD 1945 naskah asli. Menurutnya, ketika konsensus nasional itu tercapai, Presiden harus melakukan dekrit kembali kepada UUD 1945 naskah asli.

Pada acara yang mengambil tema Potret Penegakan Hukum di Indonesia, LaNyalla menegaskan keinginan untuk kembali kepada UUD 1945 naskah asli telah digagas oleh banyak pihak, terutama para purnawirawan TNI dan Polri. Namun, hingga hari ini belum menemukan jalan.

“Bagi saya hanya ada satu jalan, yaitu konsensus nasional. Dengan mendorong Presiden untuk melakukan dekrit kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli. Lalu segera kita bentuk tim atau komite untuk melakukan amandemen kekurangan dari konstitusi asli tersebut melalui teknik addendum,” tegas LaNyalla.

Komitmennya untuk terus menjalankan ikhtiar agar Indonesia kembali berdaulat, mandiri dan berdikari, dengan cara kembali kepada rumusan para pendiri bangsa. Dan dijelaskannya, sebagai negara majemuk, Indonesia didesain oleh para pendiri bangsa dengan menggunakan Pancasila sebagai perekat.

Baca Juga :  Panglima TNI Tinjau Pembangunan Venue Penyelenggara G20 di Denpasar Bali

“Sehingga sistem demokrasi yang digunakan adalah sistem demokrasi Pancasila, yang identik dengan sistem demokrasi yang berkecukupan,” ujar LaNyalla.

Ciri demokrasi Pancasila menurut LaNyalla adalah seluruh elemen bangsa terwakili di dalam Lembaga Tertinggi Negara, yang bukan saja perwakilan rakyat, tetapi penjelmaan rakyat.

“Dalam Lembaga Tinggi negara itu tak hanya diisi partai politik, tetapi juga wakil-wakil dari daerah, dari Sabang sampai Merauke, dan utusan Golongan non-partisan,” katanya.

Begitu pula dengan sistem ekonominya, LaNyalla menilai telah didesain oleh para pendiri bangsa dengan sistem ekonomi Pancasila.

“Sebuah sistem ekonomi yang menekankan usaha bersama dengan orientasi kepada kesejahteraan, karena perekonomian disusun atas usaha bersama sebagaimana tertuang dalam Pasal 33 UUD 1945 beserta Penjelasannya,” ujar LaNyalla.

Karut marut Indonesia terjadi ketika bangsa ini melakukan perubahan konstitusi atau amandemen Undang-Undang Dasar 1945 secara brutal, sehingga mengganti hampir 95 persen isi dari Pasal-Pasal Undang-Undang Dasar 1945 naskah Asli.

Baca Juga :  Yan Mandenas Akui Belum Ada Pembahasan Terkait DOB di Papua Barat

“Sejak saat itulah kita meninggalkan Pancasila sebagai norma hukum tertinggi,” tegas LaNyalla. Ia melanjutkan, konstitusi hasil amandemen 1999-2002 memang masih mencantumkan dasar filsafat negara Pancasila pada naskah Pembukaan di Alinea IV. Namun pasal-pasal dalam Undang-Undang Dasar hasil amandemen tersebut merupakan penjabaran dari ideologi lain, yaitu Liberalisme-Individualisme.

Dijabarkan LaNyalla, sebelum amandemen terjadi, Indonesia sebagai negara telah dilucuti kedaulatannya, termasuk kedaulatan ekonominya, melalui Letter of Intent IMF yang terpaksa ditanda tangani oleh Presiden
Soeharto saat itu.

Pada 13 November 1998, Majelis Permusyawaratan Rakyat melalui Ketetapan MPR Nomor. XVIII/MPR/1998 mencabut Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau P4 sebagai materi Pendidikan Ideologi yang diterapkan melalui Penataran P4, dengan pertimbangan karena materi muatan dan pelaksanaannya sudah tidak sesuai dengan perkembangan kehidupan bernegara.

Share Article :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *