Uritanet, – “Kami mohon kepada ketua Mahkamah Agung melalui Badan Pengawas Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) dan Ketua Komisi Yudisial Rebuplik Indonesia (KY RI) untuk mengawal sidang perkara PT Jesi Jason Surja Wibowo melawan Direktur Jenderal Pajak agar persidangan dapat berjalan sesuai dengan hukum acara yang berlaku”, tegas Allesandro Rey, SH, MH, MKn, Bsc, MBA.
Pada sidang keenam Pengadilan Pajak yang memeriksa, mengadili dan akan diputuskan oleh Majelis Hakim VIII A yang terdiri dari, Erry Sapari Dipawinangun SH, MH selaku Hakim Ketua, Nany Wartiningsih SH, MSi, dan Benny Fernando Tampubolon SE, MM, MAk, MHum, CA, masing – masing selaku Hakim Anggota; PT Jesi Jason Surja Wibowo diwakili kuasa hukumnya dari Rey & Co Jakarta Attorneys At Law yaitu Alessandro Rey, SH, MH, MKn, BSC, MBA (“Penggugat”) melawan Direktur Jenderal Pajak yang diwakili oleh Dody Doharman dan Tumijan Kriswanto (“Tergugat”).
“Bahwa dengan tidak diberikannya copy LHP tersebut kepada penggugat, maka Penggugat tidak bisa membuat bantahan dan menanyakan hal tersebut kepada Ahli dalam rangka membuktikan kebenaran materiil atas dugaan Transfer Pricing yang disangkakan kepada Penggugat dan tidak bisa membuat terang perkara a Quo”, tutur Rey lagi.
Perlu diketahui, Penggugat mengajukan pemeriksaan saksi fakta dan beberapa alat bukti persidangan guna membuat terang perkara a Quo dan membuktikan Posita Penggugat. Saksi fakta yang dihadirkan Penggugat merupakan Karyawan Wajib Pajak dan Komisaris dari PT Jesi Jason Surja Wibowo. Bahwa Posita pelanggaran Hukum Acara Pemeriksaan Pajak yang hendak dibuktikan Penggugat antara lain;
Tidak dituangkannya Hasil Pertemuan dalam Berita Acara Pemberian Keterangan yang seharusnya dibuat dan ikut ditandatangani oleh wakil dari PT Jesi Jason Surja Wibowo selaku Wajib Pajak berdasarkan Pasal 11 huruf e PMK 17/2013 Jo. PMK 184/2015 Jo. PMK 18/2021.
Selanjutnya, tidak diperlihatkannya Tanda Pengenal dan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) sesuai dengan Pasal 11 huruf b PMK 17/2013 Jo. PMK184/2015 Jo. PMK 18/2021 dan tidak pernah diberikannya Kuesioner Pemeriksaan kepada Wajib Pajak sebagai penilaian dan evaluasi kinerja Tim Pemeriksa selama Pemeriksaan sesuai Pasal 11 huruf h PMK 17/2013 Jo. PMK184/2015 Jo. PMK 18/2021.
Dan kemudian, tidak pernah disampaikannya Surat Perpanjangan Jangka Waktu Pemeriksaan selama pemeriksaan pajak 2(dua) tahun kurang 2(dua) hari yang mana seharusnya surat pemberitahuan perpanjangan jangka waktu pemeriksaan harus disampaikan secara tertulis kepada Wajib Pajak sebelum jatuh tempo jangka waktu pemeriksaan Kantor atau pemeriksaan Lapangan selama 4 bulan yang tertera pada SP2L seperti amanat dalam Pasal 15 ayat (3) dan Pasal 15 ayat (2) PMK 17/2013 Jo. PMK 184/2015 Jo.PMK 18/2021.
Dari pihak Tergugat menyampaikan 24 Tanggapan beserta lampiran dan tidak menghadirkan saksi fakta Tim Pemeriksa KPP Pratama Boyolali meskipun sudah diperintahkan oleh Majelis Hakim VIIIA pada persidangan sebelumnya. Didalam lampiran tersebut terdapat copy 3 (tiga) Surat Pemberitahuan Perpanjangan Jangka Waktu Pemeriksaan yang diduga palsu karena sebelumnya tidak pernah disampaikan oleh Tergugat walaupun Penggugat sudah pernah meminta.
Bahwa selain itu, Tergugat juga menyampaikan Copy Laporan Hasil Pemeriksaan(LHP) kepada Majelis Hakim VIIIA sebagai dasar pengenaan indikasi Dugaan Transfer Pricing yang dilakukan oleh Penggugat sehingga Jangka Waktu Pemeriksaan menjadi 2(dua) tahun kurang 2(dua) hari yang mana telah melampaui jangka waktu pemeriksaan 4 bulan dalam SP2L, namun Copy LHP tersebut tidak diberikan kepada Penggugat sehingga Penggugat tidak dapat membantah.
“Bahwa tidak diberikannya LHP tersebut diduga dikarenakan Tergugat masih ragu dalam pengenaan Indikasi Dugaan Transfer Pricing karena dasar pengenaan Transaksi Hubungan Istimewa diatur dalam Pasal 18 Ayat 4 huruf a, b, c UU PPh, dan Pasal 2 Ayat 2 UU PPN yang tidak terpenuhi, karena LHP tersebut berisi Hasil Pemeriksaan Pajak yang dibuat oleh Tim Pemeriksa Pajak dan seharusnya terdapat dasar hukum dan pembuktian pengenaan Indikasi Transfer Pricing kepada Wajib Pajak.
Dan jikapun terdapat Transaksi yang mengindikasikan Transfer Pricing pada LHP maka tetap harus ada Surat Perpanjangan Jangka Waktu Pemeriksaan yang harus disampaikan secara tertulis kepada Wajib Pajak sebelum jatuh tempo jangka waktu pemeriksaan 6 bulan dan Seharusnya jika tidak ada pemberitahuan perpanjangan pemeriksaan, lamanya waktu pemeriksaan tidak sampai 2(dua) tahun kurang 2(dua) hari tetapi hanya 6 bulan dan dapat diperpanjang 2 bulan sesuai amanat Pasal 15 ayat (2) Jo. Pasal 16 ayat (1) PMK 17/2013 Jo. PMK 184/2015 Jo.PMK 18/2021. ” Ungkap Rey.
)**Nawasanga/Ist