Uritanet – Jakarta, 2 Juli 2025 — Video viral yang memperlihatkan sejumlah penumpang KRL melompati pagar pembatas di Stasiun Cikini mengundang keprihatinan luas. Namun di balik kejadian itu, muncul satu pertanyaan besar: seberapa efektif edukasi publik tentang pentingnya tertib menggunakan fasilitas transportasi umum?
PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 1 Jakarta menegaskan bahwa insiden ini bukan sekadar pelanggaran tata tertib, tetapi juga menunjukkan masih adanya celah dalam pemahaman masyarakat terhadap nilai dan fungsi fasilitas publik.
“Ini bukan hanya soal pagar, tetapi soal mentalitas dan budaya tertib yang masih harus kita bangun bersama. Edukasi harus terus berjalan,” kata Manager Humas KAI Daop 1 Jakarta, Ixfan Hendriwintoko.
Kejadian di Stasiun Cikini itu menyoroti pentingnya pendekatan jangka panjang melalui literasi transportasi, khususnya kepada generasi muda dan masyarakat urban yang sehari-hari mengandalkan KRL. Meskipun stasiun telah dilengkapi dengan sistem keamanan dan pemagaran, kesadaran pengguna tetap menjadi kunci utama keberhasilan ekosistem transportasi massal.
Dalam satu dekade terakhir, PT KAI telah melakukan serangkaian penataan besar, termasuk di Stasiun Cikini. Kawasan yang dahulu dikenal sebagai zona informal dengan deretan kios dan pedagang kaki lima, kini telah ditransformasi menjadi lingkungan stasiun yang lebih tertib dan modern. Namun, perubahan fisik belum sepenuhnya sejalan dengan perubahan perilaku.
“Kita sudah membangun stasiun yang lebih bersih, aman, dan nyaman. Tapi tanpa peran serta publik untuk menjaganya, semua akan sia-sia,” tegas Ixfan.
KAI Daop 1 Jakarta menyatakan akan terus memperkuat sinergi dengan petugas keamanan, komunitas pengguna KRL, serta institusi pendidikan dan media untuk memperluas kampanye kesadaran tertib transportasi publik. Salah satu wacana yang tengah dikaji adalah peluncuran program edukasi kolaboratif “Sekolah Stasiun”, yang menyasar pelajar dan mahasiswa agar lebih mengenal etika dan sistem transportasi modern.
“Jika kita ingin menciptakan transportasi publik kelas dunia, maka masyarakatnya juga harus punya perilaku kelas dunia,” pungkas Ixfan.
Insiden lompat pagar ini seolah menjadi cermin bahwa tantangan terbesar dalam transportasi massal bukan hanya pada infrastruktur, melainkan pada pembangunan budaya dan kesadaran publik itu sendiri.
**Benksu