La Nyala Dukung Cukai Golongan III SKM untuk Tekan Rokok Ilegal, Lindungi Industri Rokok Kecil

Surabaya (Uritanet) :

Gagasan Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) mengenai penerbitan tarif cukai Golongan III untuk Sigaret Kretek Mesin (SKM) industri rokok murah, mendapat dukungan penuh dari Anggota DPD RI/MPR RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti.

Dukungan ini diyakini menjadi angin segar bagi industri rokok skala kecil sekaligus solusi menekan peredaran rokok ilegal.

LaNyalla, yang juga Senator asal Jawa Timur, menegaskan pentingnya pemberlakuan tarif cukai Golongan III khusus SKM bagi industri rokok kecil, dengan kuota produksi tahunan yang lebih kecil dari Golongan II.

Kebijakan ini, menurutnya, akan menjadi jalan tengah untuk menjaga keberlangsungan industri rakyat sekaligus meningkatkan kepatuhan pembayaran cukai.

“Beban industri rokok bukan hanya belanja pita cukai, tapi juga PPN atas penjualan, pajak daerah, dan PPh yang dibayar setiap tahun atas laba perusahaan rokok,” ungkap LaNyalla di Surabaya (1/7).

Di lapangan, lanjut LaNyalla, daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah terus tertekan, termasuk para perokok yang beralih dari rokok mahal ke rokok murah.

Kondisi ini menciptakan segmen pasar rokok murah yang menuntut harga terjangkau, namun tidak sebanding dengan biaya produksi dan kewajiban pajak yang membebani industri.

“Ketidakseimbangan inilah yang memicu maraknya rokok ilegal tanpa pita cukai, yang akhirnya merugikan penerimaan negara,” tegas Ketua DPD RI ke-5 tersebut.

Baca Juga :  Wali Kota Jakpus Buka Musyawarah RAPI Wilayah 01 Jakarta Pusat, Elissa Wattimena Ketua Terpilih RAPI Jakpus Periode 2023-2027

Menurut LaNyalla, tarif cukai Golongan III untuk SKM industri rokok kecil akan menjadi jembatan antara tingginya permintaan rokok murah di pasar dengan kewajiban industri membayar cukai resmi.

Dengan kebijakan ini, rokok ilegal dapat ditekan, sehingga penerimaan negara tetap terjaga. Lebih jauh, ia menilai peredaran rokok ilegal juga membuka celah praktik korupsi, kolusi, dan pemerasan oleh oknum yang memanfaatkan celah hukum.

“Hal ini menciptakan budaya tak sehat di masyarakat. Mendidik rakyat kita menjadi penyelundup dan penyuap. Ini harus dihentikan,” tandas LaNyalla.

Ia mengakui, persoalan industri hasil tembakau sangat kompleks karena melibatkan banyak sektor dengan kepentingan berbeda, termasuk sektor kesehatan yang gencar mengkampanyekan pengurangan jumlah perokok.

Namun, dari sisi ekonomi, industri hasil tembakau masih menjadi salah satu penopang besar lapangan kerja. Data menunjukkan industri rokok menyerap sekitar 5,9 juta tenaga kerja di Indonesia, sementara di sektor perkebunan, terdapat sekitar 2,3 juta petani tembakau yang menggantungkan hidup.

“Selain itu, kontribusi cukai rokok bagi negara juga sangat signifikan, mencapai lebih dari Rp216 triliun pada 2023,” imbuhnya.

LaNyalla pun mengingatkan pentingnya pemerintah mengambil langkah bijaksana dalam mengelola isu industri hasil tembakau.

“Pengambilan keputusan harus melibatkan semua pihak terkait, agar ada keseimbangan antara kepentingan ekonomi, sosial, dan kesehatan,” tutup LaNyalla dengan tegas.

)***Tjoek

 

Bagikan ke orang lain :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *