Jakarta (Uritanet) :
Pembangunan 4 batalyon di Aceh dinilai telah mencederai perjanjian damai seperti yang tercantum dalam perjanjian damai atau MoU di Helsinki. Hal ini disampaikan Senator Azhari Cage kepada para wartawan di sela-sela kegiatannya(8/5).
“Saya meminta pemerintah pusat kaji ulang tentang pembangunan 4 batalyon di Aceh. Ini karena GAM dan pemerintah Republik Indonesia telah mengikat perjanjian atau nota kesepahaman MoU untuk mengakhiri konflik yang berkepanjangan Aceh di Firlandia,” ujarnya.
Dan, kita mengharapkan kedua pihak terus mengawal dan merealisasikan MoU tersebut. Dan jangan ada pihak-pihak yang melanggar ini sangat mencederai kesepakatan tersebut.
Oleh karena itu senator Azhari cage meminta pemerintah pusat untuk mengkaji ulang kebijakan tersebut, terhadap wacana pembangunan batalyon ini banyak suara-suara penolakan dari daerah Aceh.
“Maka saya sebagai senator perwakilan Aceh sudah sangat wajar menyuarakan dan menyampaikan aspirasi-aspirasi daerah kepada pemerintah pusat,” lanjutnya.
Kita tidak anti kepada TNI karena banyak putra-putra Aceh juga yang menjadi TNI dan kita juga sangat mendukung TNI dalam menjaga kedaulatan negara, tapi ini dalam kontek Aceh menyangkut dengan kesepakatan bersama yang tertuang dalam MoU Hensinki yang menjadi kunci pengakhiran konflik bersenjata di Aceh yaitu MoU helsinki poin 4.7 tentang jumlah tentara organik, tambahnya lagi.
Dimana, kata Azhari Cage, ada sejumlah poin yang disepakati dalam MoU Helsinki. Poin 4.8 tentang pergerakan tantara dan poin 4.11 tentang dalam keadaan damai yang normal hanya tentara organik yg berada di Aceh.
“Ini penting kita ingatkan karena menyangkut dgn kesepakatan damai yang terjadi di Aceh. Kita sangat mengharapkan semua pihak menghargai dan menghormati kesepakatan MoU Hensinki, maka sudah sangat wajar tentang rencana pembangunan 4 batalyon di Aceh dikaji ulang dan dipertimbangkan dengan berpedoman pada MoU Helsinki,” tegas Azhari Cage yang juga masih menjabat jubir KPA Pusat ini.
)***Tjoek