Rambu-rambu itu bisa berupa aturan hukum tertulis, ataupun aturan hukum tidak tertulis yang berdasar pada kata “kepatutan” dan “keetisan”.
Ranah provokasi adalah wilayah yang berbahaya. Provokasi ini bisa dilakukan dengan melempar isu tanpa identitas atau semacam surat kaleng. Karena surat itu dibuat dalam bentuk spanduk atau poster atau unggahan di media sosial yang kemudian diviralkan, maka ia tak bisa diabaikan. Efeknya pada publik akan bervariasi.
Wilayah provokasi memang masuk ke daerah ini, memanas-manasi. Provokasi dan geliat komunikasi politik yang kini sudah menjurus ketidaketisan, harus menjadi perhatian. Provokasi politik ini menunjukkan secara kuat bahwa iklim demokrasi dan komunikasi politik yang masih membutuhkan “terapi”. Terapi diperlukan karena pelaku politik masih rendah dan minim dalam pendidikan politik. Sementara pendidikan politik tidak berjalan baik karena lembaganya sendiri yang memang tidak mau atau tidak serius melakukan.