Pulau Pasir Selatan Pulau Rote Tidak Bisa Diklaim Australia

Share Article :

Uritanet, Jakarta

Anggota DPD RI Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Abraham Liyanto meminta pemerintah berdiskusi dengan Australia terkait klaim Pulau Pasir di sebelah selatan Pulau Rote karena lebih dekat ke wilayah Indonesia. Jadi harus ada upaya supaya pulau itu masuk wilayah Indonesia (3/2). Sekaligus dirinya meragukan pulau itu tidak masuk wilayah Indonesia hanya karena tidak masuk wilayah jajahan pemerintahan Hindia Belanda.

Australia beralasan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang ada saat ini adalah hanya yang mencakup bekas jajahan Belanda. Sementara Pulau Pasir bekas jajahan Inggris bersama Australia.

“Dulu, Belanda mungkin memang tidak sampai ke Pulau Pasir. Mungkin karena terlalu jauh atau merasa sudah cukup sampai di Rote atau Kupang saja. Tapi itu bukan alasan lalu Pulau Pasir bukan wilayah Indonesia,” tegas Abraham.

Dan sejumlah fakta yang menunjukkan Pulau Pasir bagian dari Indonesia. Pertama, sejak awal abad ke-18, Pulau Pasir telah menjadi tujuan para nelayan NTT. Mereka datang mengumpulkan burung, kerang, telur burung, penyu, teripang, dan telur penyu untuk dikonsumsi.

Baca Juga :  Optimalkan Kesejahteraan Lansia, Bekali Kader Kapasitas Baru untuk Masa Depan Bangsa Lebih Sehat

Kedua, terdapat kuburan para leluhur orang-orang Rote di Pulau Pasir. Ketiga, selama ini, para nelayan Indonesia yang ingin ke Pulau Pasir wajib kantongi izin dari pemerintah Kabupaten Kupang.

Keempat, jarak Pulau Pasir dari lepas pantai barat laut Australia sekitar 320 kilometer (km). Sementara jarak dari sebelah selatan Pulau Rote hanya 170 km. Itu artinya pulau tersebut lebih dekat ke Indonesia.

“Kalau benar itu bukan bagian wilayah Indonesia, kenapa ada kuburan nenek moyang orang Indonesia di sana? Dari dulu sampai sekarang, nelayan-nelayan dari Rote dan Kupang pergi mencari ikan dan teripang di sana. Bagaimana bisa dibilang bukan wilayah Indonesia?” tanya Abraham.

Dia berharap Indonesia bisa memperjuangkan Pulau Pasir menjadi wilayah Indonesia dengan membuka kembali diskusi atau dialog dengan Australia untuk membicarakan pulau tersebut. Pemerintah tidak boleh terpaku pada Memorandum of Understanding (MoU) di masa lalu.

Baca Juga :  Masyarakat Papua Barat Daya Tetap Jaga dan Pertahankan Filosofi “Tiga Tungku”

“Kasihan kami orang NTT kalau tidak diperjuangkan. Di sana ada kuburan nenek moyang orang NTT. Fakta ini pemerintah harus peka,” tutur pemilik Universitas Citra Bangsa Kupang ini.

Abraham juga meminta pemerintah meninjau kembali MoU antara Indonesia dengan Australia tahun 1974. Dalam MoU itu, nelayan Indonesia hanya diizinkan untuk singgah, mengambil air bersih, dan mengunjungi makam leluhurnya di wilayah Pulau Pasir.

Dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Staf Ahli bidang Hubungan Antarlembaga Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Muhsin Syihab di DPD RI, Abraham telah mempertanyakan masalah Pulau Pasir tersebut. Dia meminta pemerintah lewat Kemenlu agar memperjuangkan Pulau Pasir sebagai milik Indonesia. Karena bukan bidangnya Muhsin Syihab, dia hanya berjanji akan meneruskan masalah tersebut ke pejabat terkait di internal Kemenlu.

)***YuriAlga/ Tjoek

Share Article :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *