Ahli Menjelaskan Semua Pelanggaran Hukum Acara Pemeriksaan Dapat Membatalkan Surat Ketetapan Pajak

Uritanet,- “Kuasa Hukum Penggugat meminta kepada Majelis Hakim keberatan penggugat tentang pelanggaran hukum acara persidangan dicatat dalam Berita Acara Persidangan agar ketika Penggugat mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK), Memori PK Penggugat bersesuaian dengan fakta persidangan yang di catat dalam Berita Acara Persidangan”, tutur Alessandro Rey, SH, MH, MKn, BSC, MBA., dari Rey & Co Jakarta Attorneys At Law, kuasa hukum Penggugat PT. Surya Bumi Sentosa.

Perlu diketahui, persidangan ke enam (29/3) secara onsite perkara sengketa pajak antara PT. Surya Bumi Sentosa selaku Penggugat yang diwakili Kuasa Hukumnya dari Rey & Co Jakarta Attorneys At Law yaitu Alessandro Rey, SH, MH, MKn, BSC, MBA., dan Dharmawan, SE, SH, MH, BKP., Melawan Direktur Jenderal Pajak selaku Tergugat, yang diperiksa oleh Majelis Hakim XIIIB Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut “Majelis XIII B”), yang terdiri dari Dian Dahtiar, S.H., M.M. selaku Hakim Ketua, L. Y. Hari Sih Advianto, S.St., S.H., M.M., M.H. dan Dudi Wahyudi, Ak., M.M. masing-masing selaku Hakim Anggota.

Persidangan ke enam di laksanakan secara hybrid dimana pihak Tim Pemeriksa KPP Bandar Lampung Dua (Selanjutnya disebut “Tim Pemeriksa”) diwakili Wediananingreom dan M Satrio Aris Munandar serta Tim Quality Assurance Pemeriksaan Kanwil DJP Bengkulu dan Lampung (selanjutnya disebut “Tim QAP”) di wakili oleh Sumaryati, Tubagus Fauzan dan Teti Lutfiyah. Hadir secara online, merupakan saksi yang di hadirkan oleh pihak Tergugat.

Kuasa hukum Penggugat menanyakan Surat Tugas Tim Pemeriksa dan Tim QAP kepada Majelis Hakim karena tidak di tandatangani oleh Direktur Keberatan dan Banding sebagai pejabat yang berwenang. Tetapi di tandatangani oleh kepala KPP Madya Bandar lampung yang tidak mempunyai kewenangan.

Karena pada persidangan ke empat (25/1) Tim Pemeriksa ditandatangani oleh Direktur Keberatan dan Banding. Tetapi pada persidangan kelima (1/3) dan persidangan keenam (29/3) di tandatangani pejabat yang tidak berwenang, dalam hal ini kepala KPP Madya Bandar Lampung.

Pada persidangan ke enam Tim Sidang membacakan jawaban atas pertanyaan tertulis kepada Tim Pemeriksa yang diberikan oleh penggugat pada persidangan sebelumnya. Kuasa Hukum Penggugat keberatan karena Tim Pemeriksa hadir dipersidangan, kenapa tidak Tim Pemeriksa yang menjelaskan jawaban tertulis tersebut bukan Tim Sidang.

Tetapi Majelis Hakim tetap mempersilakan Tim Sidang untuk membacakan jawaban atas pertanyaan kepada Tim Pemeriksa yang diberikan oleh penggugat pada persidangan sebelumnya, hal tersebut membuat kuasa hukum penggugat meminta Majelis Hakim untuk mencatat keberatan penggugat dalam Berita Acara Persidangan agar ketika Penggugat mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK), Memori PK Penggugat bersesuaian dengan fakta persidangan yang di catat dalam Berita Acara Persidangan.

Pada persidangan ke enam, Hakim Anggota L. Y. Hari Sih Advianto, S.St., S.H., M.M., M.H. menanyakan tentang dasar hukum kewenangan dan Job description Tim QAP dalam proses Pemeriksaan QA di Kanwil DJP Bengkulu dan Lampung kepada Sumaryati selaku juru bicaranya.

Tetapi Sumaryati tidak bisa menjawab apa yang ditanyakan Hakim Anggota, dan hanya menjawab proses Pemeriksaan QA di Kanwil DJP Bengkulu dan Lampung. Akhirnya Hakim Anggota mempertegas bahwa Pemeriksaan QA adalah doliansi ( persidangan di luar pengadilan ) dan Tim QAP adalah pejabat yang bertanggung jawab memutuskan dasar hukum peraturan mana yang harus diterapkan oleh Tim Pemeriksa dalam melakukan koreksi.

Dan Tubagus Fauzan mengamini pernyataan Hakim Anggota bahwa Tim QAP adalah sebagai Wasit dalam proses Pemeriksaan QA. Adapun pokok-pokok yang dijelaskan oleh Ahli adalah keterangan secara yuridis hukum acara pemeriksaan dan hukum acara persidangan di pengadilan pajak berdasarkan keahliannya dalam Bidang Hukum Pajak.

Menurut Dr. Richard Burton, S.H., M.H selaku Ahli Hukum Pajak, Pertama; Menjelaskan dan membuktikan adanya dugaan pelanggaran Hukum Acara Pemeriksaan Pajak.

Selanjutnya, Menjelaskan jangka waktu diterbitkannya Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) sejak disampaikannya Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan (SP2L) Sesuai dengan ketentuan yang diatur Pasal 15 ayat (2) dan pasal 16 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan yang diubah dengan PMK No. 184/PMK.03/2015 serta diubah lagi dengan PMK No. 18/2021 tentang Pelaksanaan UU No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja Di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Jangka waktu diterbitkannya SPHP adalah 6 bulan sejak disampaikannya SP2L dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 2 bulan, dalam hal misalnya diperluas ke masa pajak atau tahun pajak lainnya, maka total jangka waktu pemeriksaan lapangan menjadi 8 bulan, akan tetapi dalam memperpanjang jangka waktu pemeriksaan harus sebelum 6 bulan, apabila lewat dari 6 bulan maka Tim Pemeriksa harus menerbitkan SPHP;

Baca Juga :  Dari Sidang Ke- 2 PraPeradilan Perkara FB : Jawaban Termohon Kapolda Metro Jaya Dinilai Normatif

Kemudian menjelaskan prosedur penyampaian surat undangan Tim Quality Assurance Pemeriksaan (QAP) kepada Wajib Pajak secara patut berdasarkan Pasal 50 ayat (2) PMK No. 17/PMK.03/2013 yaitu disampaikan secara langsung atau melalui faksimili.

Juga menjelaskan tentang keharusan menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) Perubahan karena adanya perubahan nomenklatur KPP sesuai dengan Peraturan Direktorat Jenderal Pajak (Per Dirjen Pajak No. 06/PJ/2021), terjadi perubahan nomenklatur nama kantor dari KPP Pratama Kedaton menjadi KPP Pratama Bandar Lampung Dua, maka Wajib Pajak menjadi terdaftar di KPP Bandar Lampung Dua.

Akibat hukumnya adalah segala surat-surat yang telah diterbitkan atas nama KPP Pratama Kedaton harus dilakukan perubahan menjadi KPP Pratama Bandar Lampung Dua, termasuk perubahan SP2 jika ada perubahan susunan Tim Pemeriksa (sesuai Pasal 24 PMK No. 17/2013) yang jika semula diterbitkan KPP Kedaton harus diubah menjadi diterbitkan oleh KPP Bandar Lampung Dua.

Sekaligus, menjelaskan tentang keharusan menerbitkan dan/atau memperlihatkan Surat Tugas oleh Tim Pemeriksa dalam Pemeriksaan QA di Kanwil DJP Bengkulu dan Lampung kepada wajib pajak berdasarkan Pasal 26 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 136/PMK.01/2018 tentang Pedoman Tata Naskah Dinas di Lingkungan Kementerian Keuangan yang menyatakan:

“Surat tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf c merupakan Naskah Dinas yang dibuat dan ditandatangani oleh atasan atau pejabat yang berwenang kepada bawahan atau pejabat lain yang diberi tugas, dengan memuat detil penugasan yang harus dilakukan berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi atau kegiatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam jangka waktu tertentu”.

Terakhir, menjelaskan Apakah Kepala KPP berwenang mengundang wajib Pajak dalam penandatangan Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan setelah lewatnya masa atau tenggang waktu pemeriksaan paska perubahaan Nomenklatur, Ketika kewenangan KPP Lama sudah ditentukan batas waktunya dalam melakukan pemeriksaan, maka kewenangan yang melewati batas waktu berlakunya wewenang harus dinyatakan telah menyalahgunakan kewenangannya yakni telah melampaui kewenangannya.

Hal ini tegas dinyatakan dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1) huruf a UU No 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Dengan kata lain, KPP Lama tidak lagi memiliki wewenang mengundang Wajib Pajak dalam penandatanganan Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan Ikhtisar Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan setelah lewatnya batas waktu pemeriksaan.

Oleh karena itu, kesimpulan Ahli Hukum Pajak tentang Pelanggaran Hukum Acara Pemeriksaan Pajak, yaitu :

Pertama; Sesuai norma Pasal 18 UU Administrasi Pemerintahan dan Azas kesamaan hak dimata hukum (equality before the law). Dengan demikian, ketika prosedur pemeriksaan kepada Wajib Pajak melanggar hukum acara pemeriksaan maka konsekwensi hukum yang muncul berupa terbitnya Surat Ketetapan Pajak (SKP) harus dianggap tidak pernah ada dan apabila prosesnya sudah dipengadilan maka SKP harus dinyatakan batal demi hukum karena harus ada produk hukum apabila prosesnya sudah di pengadilan ;

Kedua; Dalam proses pemeriksaan oleh Fiskus ke Wajib Pajak harus melaksanakan hukum acara pemeriksaan sesuai dengan amanah undang – undang atau turunannya, apabila hukum acaranya di langgar maka konsekuensi hukumnya adalah batalnya SKP dan dengan batalnya SKP tidak mengurangi kepentingan negara untuk menarik pajak bahkan sebaliknya negara harus menjamin dan melindungi hak warga negaranya agar mendapat perlakuan yang sama di mata hukum (equality before the law) dan dalam hal pungutan pajak harus sesuai dengan hukum yang berlaku sesuai amanah UUD 1945 pasal 23A;

Ketiga; Apabila dalam undang – undang dibidang perpajakan tidak mengatur, maka menurut sistem hukum indonesia bisa di lihat hukum lainnya sebagai referensi dalam menentukan dasar hukum, seperti contoh pasal 36 ayat (1) huruf (d) UUKUP, yang bisa membatalkan SKP adalah hanya dua hal apabila tidak di laksanakan yaitu Penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan; atau Pemeriksaan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak.

Tetapi apabila ada pelanggaran hukum acara pemeriksaan selain dua hal tersebut maka sistem hukum kita mengharuskan untuk melihat kepada hukum yang lain, yang mengatur tentang hal tersebut seperti pasal 18 ayat (1) dan 19 ayat (1) UUAP 2014 untuk mengetahui akibat hukum dari pelanggaran Hukum Acara Pemeriksaan selain yang sudah di tetapkan oleh pasal 36 ayat (1) huruf (d) UUKUP.

2. Menjelaskan dan membuktikan adanya dugaan pelanggaran Hukum Acara Persidangan Pengadilan Pajak:

2.1 Menjelaskan tentang tidak diperlihatkan dan diberikannya Surat Tugas Tim Sidang pada saat persidangan, Ahli memaknai sebagai ketiadaan Surat Tugas dan melanggar ketentuan berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-65/PJ/2012 tentang Tata Cara Penanganan Sidang Banding dan Gugatan di Pengadilan Pajak, khususnya butir 3a yang menyatakan:

Baca Juga :  Hakim PN Pusat Putuskan NO (Niet Ontvankelijke Verklaard) Perkara Nomor 47 Terkait Merek Dagang Wilton

“Direktur Keberatan dan Banding atau Kepala Kantor Wilayah DJP sesuai dengan kewenangannya menerbitkan Surat Tugas kepada Tim Sidang untuk menghadiri sidang banding atau gugatan di Pengadilan Pajak atau melakukan uji bukti berdasarkan Surat Panggilan dari Pengadilan Pajak atau Penetapan Jadwal Sidang Berikutnya dari Majelis Hakim”;

2.2 Menjelaskan Surat Tugas yang tidak mencantumkan nomor perkara persidangan ditegaskan melalui Keputusan Ketua Mahkamah Agung (KKMA) No. 032/SK/IV/2007 khususnya pada huruf E angka 1 dinyatakan: “… Khusus bagi Tergugat harus menyebutkan nomor perkaranya”;

2.3 Menjelaskan Surat Tugas yang tidak mencantumkan nomor panggilan sidang dan tanggal panggilan sidang berdasarkan SE-65/PJ/2012, di jelaskan Direktur Keberatan dan Banding atau Kepala Kantor Wilayah DJP sesuai dengan kewenangannya menerbitkan Surat Tugas kepada Tim Sidang untuk menghadiri sidang banding atau gugatan di Pengadilan Pajak atau melakukan uji bukti berdasarkan Surat Panggilan dari Pengadilan Pajak atau Penetapan Jadwal Sidang Berikutnya dari Majelis Hakim;

2.4 Menjelaskan tentang dokumen (Penjelasan Tertulis) yang tidak ditandatangani oleh pejabat yang berwenang apakah dapat dijadikan fakta dalam persidangan, ahli menjelaskan Dalam hal dokumen hukum yang seharusnya ditandatangani oleh pihak yang diberikan kewenangan namun ditandatangani pihak lain yang bukan merupakan kewenangannya, maka dokumen yang demikian merupakan dokumen yang tidak sah dan oleh karenanya dokumen dimaksud harus dibatalkan karena tidak mempunyai kekuatan hukum berdasarkan angka 5 huruf (d) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-65/PJ/2012 tentang Tata Cara Penanganan Sidang Banding dan Gugatan di Pengadilan Pajak yang menyatakan ‘Penjelasan tertulis ditandatangani oleh pejabat eselon II atasan Tim Sidang’;

2.5 Menjelaskan apakah Tim Pemeriksa dan Tim Quality Assurance Pemeriksaan (Tim QAP) harus di angkat sumpah terlebih dahulu sebelum memberikan keterangan di muka persidangan, Ahli menjelaskan Tim Pemeriksa dan Tim QAP yang dihadirkan dalam persidangan atas permintaan salah satu pihak yang bersengketa untuk memberi keterangan di Pengadilan Pajak, merupakan saksi yang dapat diperintahkan Hakim untuk didengar keterangannya. Saksi dimaksud wajib mengucapkan sumpah menurut agama atau kepercayaannya sebelum memberikan keterangan, sesuai amanat Pasal 56 ayat (3) UU No. 14/2002 tentang Pengadilan Pajak. Oleh karena keterangan saksi yang disampaikan merupakan alat bukti yang akan digunakan sebagai dasar pembuktian sepanjang keterangan yang disampaikan saksi berkenaan dengan tiga hal (i) yang dialami, (ii) yang dilihat, (iii) yang didengar, sesuai Pasal 73 UU Pengadilan Pajak.

Begitu pula, kesimpulan Ahli Hukum Pajak tentang Pelanggaran Hukum Acara Persidangan Pengadilan Pajak 1) Pengadilan pajak dalam menjalankan proses persidangan dipengadilan pajak harus berlandaskan :

a. Adanya kesamaan hak dimata hukum (equality before the law); b. ada kesamaan beban pembuktian; c. adanya transparansi. Hal tersebut berdasarkan ketentuan perundang – undangan yang berlaku: a. Ketentuan Pasal 4 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman bahwa Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang; b. Ketentuan Pasal 17 UU No. 39 Tahun 1999 yang menjelaskan para pihak mendapat hak memperoleh keadilan dipersidangan melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak; c. Ketentuan dalam UU Pengadilan Pajak No. 14 tahun 2002 yakni Pasal 84 ayat (1) huruf f berkaitan dengan pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dalam persidangan selama sengketa diperiksa, serta huruf h mengenai alasan hukum yang menjadi dasar putusan.

Keduanya merupakan ketentuan yang harus dimuat dalam Putusan Pengadilan Pajak, yang apabila tidak dipenuhi salah satunya maka putusan menjadi tidak sah dan harus disidangkan kembali sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 84 ayat (2) Jo. Pasal 19 PERMA 7/2018.

2) Ketika prosedur hukum acara persidangan pengadilan pajak dilanggar maka putusan pengadilannya menjadi tidak sah dan pihak yang dirugikan dapat mengajukan upaya hukum peninjauan kembali ke Mahkamah Agung atas putusan Pengadilan Pajak yang ada, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 77 ayat (3) Jo. Pasal 91 UUPP Jo. Pasal 19 PERMA 7/2018.

Sidang berikutnya (19/4) dengan agenda sidang menyampaikan Daftaf Alat Bukti yang akan di laksanakan secara online karena deadline waktu persidangan PT.SBS hanya satu persidangan lagi pada tanggal 29 April 2022 maka di agendakan oleh panitera persidangan online pada tanggal 19 April 2022, akan tetapi pihak kuasa hukum PT.SBS keberatan dilaksanakannya sidang secara online dan akan menolak sidang yang dilaksanakan secara online karena dari sejak awal penggugat tidak pernah memberikan persetujuan sidangn online dan untuk mencari kebenaran materil Majelis Hakim seharusnya tidak dibatasi oleh waktu, tutur Rey.

“Kami mohon kepada Ketua Mahkamah Agung melalui Kepala Badan Pengawasan Mahkamah Agung serta Ketua Komisi Yudisial untuk melakukan pengawasan dan mengawal jalannya persidangan antara PT. Surya Bumi Sentosa melawan Direktur Jenderal Pajak,” tutup Rey.

)**Nawasanga

Share Article :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *