Bangsa Indonesia Jangan Jadi ‘Host Buat Investor Asing’ Cuma Sekedar Keluarkan Ijin Semata

Uritanet, – Bangsa Indonesia jangan hanya menjadi host buat investor asing saja dengan cuma sekedar mengeluarkan ijin semata. Oleh karenanya, pemerintah harus bisa mengelola kekayaan sumber daya alam (SDA) untuk kesejahteraan masyarakat. Demikian ujar Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, saat memberikan Kuliah Umum Wawasan Kebangsaan dan Kewirausahaan di Universitas Hayam Wuruk Perbanas Surabaya (19/10).

Posisi negara sudah tidak lagi menguasai secara mutlak bumi air dan kekayaan alam. Negara hanya berfungsi layaknya host, hanya sebagai pemberi ijin atas konsesi-konsesi yang diberikan kepada swasta nasional yang sudah berbagi saham dengan swasta asing. Padahal, negara dengan keunggulan komparatif Sumber Daya Alam seperti Indonesia, seharusnya lebih mengutamakan Penerimaan Negara Bukan Pajak atau PNBP, jelasnya.

Kondisi sekarang dinilainya sangat ironi. Karena, sebagai negara dengan kekayaan sumber daya alam di bumi dan di laut, rakyatnya semakin banyak yang miskin dan rentan menjadi miskin. Atas dasar itulah dirinya menawarkan gagasan untuk menata ulang arah perjalanan bangsa yang tertuang dalam buku Peta Jalan Mengembalikan Kedaulatan dan Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat, ucap LaNyalla.

Baca Juga :  Harga Minyak Goreng Melonjak, Pemerintah Harus Fokus Atasi Masalah Demi Rakyat

Bangsa ini harus mengingat dan membaca kembali pikiran para pendiri bangsa. Tentang sistem demokrasi dan sistem ekonomi yang paling sesuai dengan bangsa yang super majemuk dan bangsa yang kaya akan sumber daya alam.

“Kita harus kembali kepada Pancasila agar tidak menjadi bangsa yang durhaka kepada para pendiri bangsa, tidak menjadi bangsa yang tercerabut dari akar bangsanya dan tidak menjadi bangsa yang kehilangan jati diri dan karakter,” ucap dia.

Penghilangan ideologi bangsa dimulai ketika terjadi perubahan Konstitusi selama periode tahun 1999 hingga 2002 yang lalu.

“Saya paham situasi saat itu. Dimana bangsa ini memiliki satu common sense untuk melakukan anti-thesa terhadap apa yang berlangsung di era Orde Baru. Sama halnya dengan situasi di era tahun 1966 dan 1967, dimana rakyat saat itu menginginkan anti-thesa terhadap apa yang berlangsung di era Orde Lama,” tukas LaNyalla.

Namun, praktek yang dilakukan Orde Lama dan Orde Baru adalah penyimpangan dari nilai Sistem Demokrasi Pancasila. Artinya Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli memang perlu disempurnakan. Karena masih ada ruang terjadinya praktek penyimpangan, yang terbukti terjadi di era Orde Lama dan Orde Baru. Tetapi bukan diganti total, tuturnya.

Baca Juga :  Rakortas Penanganan Koperasi Bermasalah, MenKopUKM Tekankan Dua Solusi

“Namun apa yang kita lakukan di tahun 1999 hingga 2002 adalah mengganti total UUD 1945 naskah asli menjadi Undang-Undang Dasar baru. Karena isi pasal-pasalnya telah berubah lebih dari 95 persen,” imbuh dia.

Kondisi itu sangat berbahaya. Jauh sebelum bangsa ini merdeka, tepatnya pada tanggal 31 Agustus 1928, pejuang Pendidikan Ki Hajar Dewantoro sudah mengingatkan, bahwa jika anak didik tidak diajar dengan kebangsaan dan nasionalisme, maka di masa depan, sangat mungkin mereka akan menjadi lawan kita.

“Sebab penghancuran ingatan kolektif suatu bangsa dapat dilakukan dengan metode non perang militer. Tetapi dengan memecah belah persatuan, mempengaruhi, menguasai dan mengendalikan pikiran dan hati warga bangsa. Makanya kita menjadi kurang waspada dan gagal untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasional bangsa,” paparnya.

Kuliah Umum dihadiri Rektor UHW Perbanas Surabaya, Dr Yudi Sutarso SE, MSi, para Wakil Rektor, Dekan dan para mahasiswa. Sedangkan Ketua DPD RI datang bersama Ketua KADIN Surabaya M Ali Affandi.

)***

 

 

Share Article :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *