Gus Hilmy Kutuk Serangan AS ke Iran: Demokrasi Amerika Adalah Sampah Dunia Internasional

Jakarta (Uritanet) :

Kecaman keras datang dari Senator DPD RI asal D.I. Yogyakarta, Dr. H. Hilmy Muhammad, M.A., atau yang akrab disapa Gus Hilmy, terkait serangan militer Amerika Serikat ke tiga kota di Iran. Dalam pernyataan tertulis yang disampaikannya kepada media pada Ahad, 22 Juni 2025, Gus Hilmy menyebut tindakan itu sebagai kriminalitas negara paling biadab yang harus dilawan oleh seluruh komunitas global yang masih waras nuraninya.

“Atas nama kemanusiaan, kita tentu saja menolak tegas agresi militer ini. Amerika bertindak sebagai agresor yang tidak hanya melanggar hukum internasional, tapi juga mempermalukan nilai-nilai demokrasi, HAM, dan supremasi hukum yang selama ini mereka banggakan. Demokrasi ala Amerika adalah sampah, tidak pantas dijadikan teladan dunia,” tegas Gus Hilmy lugas.

Menurut Gus Hilmy, alasan Amerika menyerang Iran bukanlah karena kekhawatiran nuklir semata. Ia menyebutnya sebagai agenda geopolitik imperialis yang dibungkus narasi palsu.

Ia secara terang menyebut Wakil Presiden AS, JD Vance, sebagai simbol ironi, saat menyatakan bahwa Amerika tidak sedang berperang dengan Iran, hanya “menargetkan program nuklirnya”.

“Ini bukan soal nuklir. Ini soal Amerika yang mati-matian mempertahankan dominasi global dan melindungi kepentingan Zionis Israel yang sedang kehilangan legitimasi moral. Menyerang kedaulatan negara lain bukan hanya melanggar hukum internasional—itu penghinaan terhadap akal sehat,” tegas Katib Syuriyah PBNU dan anggota MUI Pusat itu.

Israel Goyah, Amerika Bertindak Sebagai Algojo

Gus Hilmy menyampaikan bahwa serangan ini adalah sinyal bahwa Israel tengah goyah, dan Amerika turun tangan menjadi eksekutor. Ia menyebut kolaborasi ini sebagai koalisi penjajahan, bukan perdamaian.

“Ketika Israel limbung, Amerika maju sebagai algojo. Ini bukan koalisi perdamaian. Ini adalah koalisi penjajah,” ujarnya.

Sebagai wakil rakyat dan Senator yang bernaung di bawah konstitusi dan Pancasila, Gus Hilmy menyerukan langkah nyata dari pemerintah Indonesia. Ia mendesak Kementerian Luar Negeri untuk memanggil Dubes AS, menyampaikan nota protes, serta mengangkat isu ini ke PBB, OKI, dan Gerakan Non-Blok.

Baca Juga :  Kluivert Datang, Sultan Optimis Timnas Indonesia Semakin Gemilang

“Jangan hanya prihatin. Saatnya berdiri di barisan korban,p bukan pelaku. Diam berarti mengkhianati misi luhur bangsa,” tegas Anggota Komite II DPD RI itu.

Desakan Investigasi PBB dan Keadilan Global Tanpa Standar Ganda

Gus Hilmy juga menuntut adanya tindakan konkret dari Dewan Keamanan PBB. Ia mengusulkan tiga langkah strategis untuk menekan Amerika dan menghentikan standar ganda terhadap dunia Islam, khususnya Iran dan Palestina.

1. Amerika harus dimintai pertanggungjawaban di Mahkamah Internasional atas pelanggaran HAM dan kedaulatan Iran.

2. PBB harus membentuk tim investigasi independen untuk mengungkap dampak pemboman terhadap warga sipil.

3. Dunia internasional harus menghentikan praktik standar ganda dalam menyikapi konflik Timur Tengah.

“Kalau dunia bungkam hari ini, maka dunia sedang menggali liang kubur bagi prinsip keadilan itu sendiri,” ucap Gus Hilmy lantang.

Dalam penutup pernyataannya, Gus Hilmy mengingatkan bahwa Indonesia bukan bangsa netral yang hanya jadi penonton dalam drama kekerasan global.

Ia menegaskan bahwa konstitusi telah mengamanatkan peran aktif Indonesia dalam perdamaian dunia.

Kalimat ‘ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial’ bukan hiasan. Itu adalah kompas moral kita sebagai bangsa merdeka.”

Saat ini, arah kompas itu sangat jelas: berdiri melawan kezaliman Amerika, dan mendukung rakyat Iran serta Palestina yang terus diperangi.

Dunia sedang berada di simpang jalan antara nurani dan kepentingan. Dalam derasnya arus propaganda, suara jernih seperti Gus Hilmy menjadi mercusuar moral yang tidak bisa diabaikan. Di tengah pekatnya kabut ketidakadilan global, Indonesia diminta bukan hanya melihat, tapi juga bertindak.

Kini bukan soal keberpihakan ideologis, tetapi soal keberanian menjadi manusia. Karena sejarah hanya akan mengingat mereka yang berdiri di sisi yang benar — bukan mereka yang diam karena takut kehilangan kenyamanan.

)**Tjoek

Bagikan ke orang lain :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *