Uritanet – Jakarta, 16 Juni 2025 – Tingginya angka kecelakaan temperan di jalur rel wilayah Daerah Operasi 1 Jakarta kembali menyorot lemahnya kesadaran hukum masyarakat terhadap aturan keselamatan perkeretaapian. Dalam kurun waktu enam bulan, PT Kereta Api Indonesia (Persero) mencatat sebanyak 115 insiden terjadi, dengan mayoritas melibatkan pejalan kaki dan kendaraan bermotor.
Ironisnya, aktivitas seperti bermain, berjalan kaki, hingga membuat akses perlintasan liar di atas rel kereta api masih dianggap lumrah oleh sebagian warga yang tinggal di sekitar jalur rel. Padahal, jelas dalam Pasal 181 UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, tindakan tersebut dilarang dan bisa dikenakan pidana penjara hingga tiga bulan atau denda hingga Rp 15 juta
“Ini bukan hanya soal edukasi, tetapi soal penegakan hukum yang belum berjalan maksimal di lapangan. Setiap kejadian temperan sebetulnya bisa dicegah jika masyarakat memahami risikonya dan aparat menindak tegas pelanggaran,” kata Ixfan Hendriwintoko, Manager Humas KAI Daop 1 Jakarta.
Data yang Mencemaskan
Rincian 115 kejadian temperan hingga pertengahan Juni 2025 meliputi:
87 kasus melibatkan orang atau pejalan kaki
25 kasus melibatkan kendaraan bermotor
3 kasus melibatkan hewan
Kejadian-kejadian ini tersebar di wilayah timur hingga Cikampek, barat sampai Merak, selatan ke arah Sukabumi, dan utara sampai Tanjung Priok. Beberapa di antaranya berujung pada korban jiwa Kultur Lengah di Jalur Rel
Kultur masyarakat yang terbiasa “mengakali waktu” dengan menyebrang di jalur rel atau menjadikan rel sebagai tempat bermain, menjadi tantangan besar dalam kampanye keselamatan. Pagar pengaman yang sudah dipasang kerap dirusak, dan perlintasan liar muncul di luar pengawasan resmi.
Menurut KAI, sebagian besar kasus terjadi bukan karena kurangnya infrastruktur keselamatan, melainkan karena minimnya kepatuhan dan pengawasan lingkungan
KAI Dorong Penegakan Aturan dan Kolaborasi Daerah<l
Guna menekan angka kejadian, KAI Daop 1 Jakarta terus mendorong sinergi antara aparat keamanan, pemerintah daerah, dan masyarakat, melalui edukasi langsung ke sekolah, komunitas, dan permukiman dekat rel. Namun, Ixfan menekankan bahwa edukasi tidak cukup jika sanksi terhadap pelanggaran tidak diterapkan secara konsisten
“Kami tidak bisa bekerja sendiri. Jika tidak ada efek jera, maka kasus seperti ini akan terus berulang. Keselamatan harus menjadi tanggung jawab kolektif,” tegasnya.
**Benksu