Warga Srengseng Sawah Tolak Pengosongan Tanpa Mediasi, TNI AD Klaim SHP Sah

Jakarta (Uritanet) :

Aksi protes meletus di depan Markas Zeni Kostrad, Kamis (2/5/2025). Puluhan warga Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan, menyuarakan penolakan terhadap pengosongan dan pembongkaran rumah mereka. Aksi ini dipicu oleh dugaan penggusuran sepihak tanpa adanya mediasi.

Mayoritas peserta aksi adalah ibu-ibu dan lansia. Mereka datang membawa poster dan spanduk bernada protes. Dalam video berdurasi 1 menit yang diterima tampak warga menyuarakan keresahan mereka dengan tegas.

Warga: Tak Ada Mediasi, Rumah Diancam Dibongkar Paksa

Oyo B, salah satu tokoh warga yang juga veteran, mengaku kecewa. Ia menilai pengosongan dilakukan sepihak tanpa dasar hukum yang jelas.

“Kami menolak pengosongan dan pembongkaran sepihak. Tidak ada mediasi. Kami bahkan diancam rumah akan diratakan dengan excavator pada Senin, 5 Mei 2025,” ujar Oyo.

Oyo menambahkan, pengosongan dilakukan dengan alasan penertiban aset milik TNI AD. Namun warga bersikeras bahwa mereka memiliki bukti sah atas kepemilikan lahan.

Warga mengklaim mengantongi dokumen pengoperan hak tanah sejak 1961 dan 2006. Mereka juga menunjukkan bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dari tahun 1993 hingga 2025.

Baca Juga :  Pangdam III/Siliwangi Gelar Olah Raga Bersama Prajurit dan PNS Dalam Menjaga Komunikasi

Salah satu dokumen yang dikedepankan adalah Eigendom Verponding 8280 atas nama ahli waris Asnawi bin Muhammad Zen. Bagi warga, dokumen ini menjadi bukti kuat bahwa mereka menempati tanah secara sah dan membangunnya dengan dana pribadi.

Namun, pengadilan memiliki pandangan berbeda.

Putusan PTUN: SHP TNI AD Sah, Warga Tak Punya Legal Standing

Berdasarkan Putusan No. 154/G/2012/PTUN-JKT, pengadilan menyatakan bahwa tanah tersebut sah milik Kementerian Pertahanan dan Keamanan R.I. (TNI AD). Sertifikat Hak Pakai (SHP) No. 72 dan 73 dinyatakan diterbitkan secara sah sesuai aturan.

PTUN Jakarta menilai bahwa:

* SHP No. 72 dan 73 berlaku sah atas nama Pemerintah RI c.q. TNI AD.
* Proses penerbitannya memenuhi ketentuan hukum.
* Bukti pembayaran PBB dan Eigendom Verponding tidak cukup membuktikan hak milik warga.

Warga pun dinilai tidak memiliki legal standing. Jika ingin memperjuangkan hak atas tanah, pengadilan menyarankan mereka menempuh jalur perdata di Pengadilan Negeri.

Meski pengadilan menyatakan SHP sah, warga tetap bersikukuh. Mereka menduga ada cacat hukum dalam penerbitan sertifikat tersebut.

Baca Juga :  Jumat Curhat Kelompok Perempuan Mandiri Sogan Naran Ina Bersama Vivick Tjangkung

“Kami menuntut SHP 72 tahun 2010 dibatalkan. Prosesnya cacat hukum. Kami juga menolak pembongkaran sepihak karena melanggar hak kami sebagai warga negara,” tegas Oyo B.

Warga berharap pemerintah membuka ruang dialog. Mereka mendesak agar ada mediasi terbuka untuk mencari solusi damai dan adil.

Ancaman Excavator Picu Ketakutan, Warga Merasa Diintimidasi

Ancaman verbal yang menyatakan rumah warga akan diratakan dengan excavator menciptakan ketegangan. Warga merasa diintimidasi dan tak mendapatkan perlindungan hukum yang layak.

“Pihak Zeni Kostrad menyampaikan akan meratakan rumah kami dengan excavator. Ini bukan hanya penggusuran, tapi intimidasi,” ujar Oyo lagi.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak Zeni Kostrad terkait langkah mediasi atau kompensasi bagi warga terdampak.

Kasus ini menggambarkan konflik agraria klasik: sengketa antara klaim warga atas tanah bersejarah dan kekuatan hukum sertifikat negara. Meskipun PTUN telah memutuskan, warga masih berharap pada keadilan dan transparansi.

Apakah akan ada titik temu antara warga Srengseng Sawah dan pihak TNI AD? Atau konflik ini akan terus memanas? Ranah Publik akan terus mengikuti perkembangan kasus ini demi memastikan suara warga tak terabaikan.

)**Tjoek

Share Article :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *