Jakarta (Uritanet) :
“Atas nama klien kami, kami menuntut adanya kepastian hukum dari aparat penegak hukum. Klien kami telah mengikuti seluruh prosedur hukum dengan tertib, namun sampai hari ini belum ada tindak lanjut yang berarti,” tegas Edesman Siregar, SH, selaku kuasa hukum SMS, saat ditemui di Mabes Polri, Jakarta (16/4).
Perlu diketahui, Kantor Hukum Mahajaya & Partners melalui kuasa hukumnya, Edesman Siregar, SH, secara resmi mendesak Kepolisian Republik Indonesia untuk segera memberikan kepastian hukum atas laporan dugaan tindak pidana yang dilayangkan oleh klien mereka, SMS, selaku Direktur PT Kemenang Langgeng Jaya, terhadap Terlapor Djoni Sukoharjo selaku Direktur Utama PT Angsa Daya dan Agustina Ningsi selaku Direktur Keuangan perusahaan yang sama.
Permohonan kepastian hukum tersebut disampaikan langsung di Mabes Polri, menyusul laporan SMS tertanggal 9 Januari 2024, terkait adanya pemalsuan dokumen, penipuan, penggelapan, serta dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Laporan ini telah diterima oleh Bareskrim Polri dengan nomor STTL/198/VI/2024/BARESKRIM pada 14 Juni 2024.
Edesman Siregar, SH, menegaskan bahwa kliennya, SMS, memiliki kepemilikan saham sah sebesar 4,5% di PT Angsa Daya. Kepemilikan ini diperoleh melalui jual beli resmi yang telah diaktakan secara hukum. Namun, sejak tahun 2008, PT Angsa Daya tidak pernah menyampaikan laporan keuangan kepada SMS.
Tak hanya itu, SMS pun menerima sejumlah surat konfirmasi keuangan dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Teramihardja, Pardhono & Chandra, yang diduga keras tidak valid.
Salah satu surat menyatakan adanya utang Rp.42,7 miliar dan penambahan investasi senilai Rp16,2 miliar— dan klaim itu, ditepis SMS karena “Tidak Pernah Menerima Secara Resmi’ atas investasi tersebut.
Bahkan somasi yang diajukan oleh pihak SMS hanya dibalas dengan alasan bahwa dokumen dimaksud digunakan untuk keperluan pelaporan pajak semata.
Penyalahgunaan Wewenang dan Pelanggaran Hukum
Lebih lanjut, Edesman Siregar, SH, menilai bahwa manajemen PT Angsa Daya telah melanggar berbagai ketentuan hukum meliputi tidak dilaksanakannya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahunan, tidak adanya penyusunan Rencana Kerja Tahunan (RKT), hingga tidak diberikannya informasi keterbukaan dan hak pembagian dividen.
Terlebih adanya indikasi kuat bahwa manajemen menyalahgunakan wewenang untuk menguasai aset perusahaan demi kepentingan pribadi atau kelompok tertentu, jelasnya lagi.
Hal ini, menurut Edesman , menempatkan pemegang saham minoritas dalam posisi rentan dan tidak terlindungi secara hukum.
Sementara itu, dalam proses penyelidikan oleh Unit 4 Subdit 5 Dittipideksus Bareskrim Polri, pelapor bersama saksi telah diperiksa. Dan bukti yang diajukan meliputi dokumen akta, rekening koran, dan surat-surat konfirmasi dari KAP.
Tak hanya itu, SMS juga menghadirkan dua saksi ahli, yakni Dr. Gatot Efriyanto, S.H., M.H. sebagai ahli pidana dan Dr. Rahmat Saputra, S.H., M.H. sebagai ahli korporasi, yang keduanya merupakan akademisi dari Universitas Bhayangkara, untuk menjelaskan secara keilmuan adanya pelanggaran yang dilakukan oleh PT. Angsa Daya.
Oleh karenanya, paska penjelasan para ahli tersebut hingga hari ini, pihak Mahajaya & Partners berharap agar Polri bertindak transparan dan adil demi menjaga integritas hukum serta melindungi hak-hak pemegang saham minoritas.
Terlebih menurut perhitungan sementara, klien kami SMS telah mengalami kerugian hingga Rp.500 Miliar akibat tidak menerima dividen selama bertahun-tahun, sementara disisi lain nilai atau value dari perusahaan PT. Angsa Daya diperkirakan telah mencapai Rp.5 triliun.
Kasus ini menunjukkan pentingnya penegakan hukum yang berkeadilan serta perlindungan hukum terhadap investor minoritas. Publik kini menunggu langkah konkret dari aparat penegak hukum, khususnya Kepolisian Republik Indonesia, dalam menuntaskan kasus ini sesuai dengan asas kepastian hukum.
)*** Tjoek