Pemangkasan Anggaran K/L: DPD RI Soroti Dampak dan Ketidakadilan

Jakarta (Uritanet) :

Kebijakan pemangkasan anggaran Kementerian/Lembaga (K/L) yang tertuang dalam Surat Edaran Menteri Keuangan (SE Menkeu) No. 37/MK.02/2025 terus menuai sorotan. Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Pdt. Penrad Siagian, menilai kebijakan ini berpotensi menimbulkan dampak signifikan terhadap perekonomian daerah dan kinerja lembaga negara.

Pemangkasan anggaran yang mencapai lebih dari Rp 300 triliun ini merupakan tindak lanjut dari Instruksi Presiden (Inpres) No. 1/2025 tentang penghematan belanja K/L. Menurut Penrad, langkah ini mencerminkan semangat Presiden Prabowo Subianto dalam memperbaiki tata kelola anggaran negara.

Penrad mengungkapkan bahwa publik telah lama mendorong pemerintah untuk lebih disiplin dalam mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun, ia menegaskan bahwa pemangkasan ini tidak boleh hanya sebatas memangkas belanja K/L, melainkan juga harus menyasar kebocoran anggaran dan korupsi yang merugikan negara hingga ribuan triliun rupiah setiap tahunnya.

“Kalau kita membaca laporan Indef, angka kebocoran keuangan negara pada 2024 mencapai 40 persen atau sekitar Rp 1.100 triliun. Laporan dari Kapolri juga menyebutkan bahwa kerugian negara akibat korupsi mencapai lebih dari Rp 400 triliun,” ujar Penrad dalam keterangannya, Senin (3/2).

Baca Juga :  LaNyalla : Indonesia Makin Krisis Negarawan, Semua Lembaga Berpolitik, Termasuk Hakim Konstitusi

Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa kebijakan pemangkasan anggaran ini akan berimbas pada peredaran uang di daerah. Terutama bagi daerah otonomi baru, pemotongan belanja pemerintah dan K/L yang berkontribusi sekitar 9 persen terhadap PDB akan memperlambat pertumbuhan ekonomi.

“Beberapa proyek infrastruktur pasti akan terdampak, dan ini bisa menghambat pembangunan di daerah,” tambahnya.

Penrad juga menyoroti ketidakseimbangan dalam kebijakan pemangkasan anggaran ini. Ia mengungkapkan bahwa anggaran DPD RI dipangkas lebih dari Rp 500 miliar, sementara DPR RI tidak mengalami pemotongan yang signifikan.

“Apakah Menkeu telah melakukan evaluasi mendalam sehingga anggaran DPD RI dipangkas begitu besar, sementara DPR RI justru tidak mengalami pemangkasan?” tegasnya.

Menurutnya, pemangkasan anggaran DPD RI akan berdampak pada fungsi advokasi dan pengawasan terhadap daerah. Ia menegaskan bahwa ruang lingkup kerja anggota DPD mencakup seluruh isu dalam satu provinsi, berbeda dengan anggota DPR yang terbagi berdasarkan komisi.

Baca Juga :  Puncak PWW 2021 Mendukung Wanita Mengoptimalkan Multiperannya

“Pengurangan anggaran ini akan menghambat kerja-kerja advokasi kami di daerah. Ini tentu berpotensi melemahkan fungsi DPD RI dalam mewakili kepentingan daerah,” lanjutnya.

Menkeu Perlu Lakukan Kajian Mendalam

Penrad menegaskan bahwa Menteri Keuangan perlu melakukan kajian lebih mendalam sebelum menerapkan kebijakan pemangkasan anggaran. Menurutnya, jika tidak dilakukan dengan tepat, kebijakan ini justru bisa menimbulkan kelesuan ekonomi.

“Semangat efisiensi yang diusung Presiden Prabowo jangan sampai salah diterjemahkan oleh Menkeu. Evaluasi harus dilakukan agar kebijakan ini benar-benar efektif dan tidak menghambat pembangunan daerah,” pungkasnya.

Kebijakan pemangkasan anggaran K/L memang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan disiplin dalam pengelolaan keuangan negara. Namun, jika tidak dilakukan secara menyeluruh dan adil, kebijakan ini bisa membawa dampak negatif terhadap perekonomian daerah dan fungsi kelembagaan. Menteri Keuangan diharapkan melakukan kajian lebih komprehensif agar kebijakan ini tidak merugikan daerah serta tetap sejalan dengan semangat reformasi fiskal yang diusung Presiden Prabowo.

)**T.Bams

Share Article :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *