Bogor (Uritanet) :
Sengketa tanah seluas 743 m² di Desa Nanggerang, Kecamatan Tajur Halang, memanas. Hardiyana Saputra, SH, selaku penasehat hukum ahli waris H. Abdurachman, melayangkan somasi kepada Kepala Desa Nanggerang karena dianggap tidak transparan dalam pelayanan dan informasi terkait tanah yang menjadi hak kliennya.
Hardiyana pun menyatakan, jika somasi ini tidak mendapat tanggapan, pihaknya siap membawa masalah ini ke jalur hukum. Ia menegaskan bahwa tanah tersebut telah dikuasai ahli waris sejak tahun 1990 dan memiliki bukti kepemilikan yang sah.
“Kami siap melaporkan persoalan ini kepada pihak berwenang. Bagaimana mungkin mengakui hak atas tanah hanya berdasarkan surat tanpa tanda tangan PPAT atau pejabat berwenang? Apalagi, Kepala Desa Nanggerang sulit ditemui saat kami mencoba berkomunikasi,” ujar Hardiyana tegas.
Somasi dan Upaya Mediasi Tidak Ditanggapi
Sebelumnya, pihak ahli waris telah melayangkan dua surat permohonan informasi dan transparansi kepada Pemerintah Desa Nanggerang, yang diterima oleh staf desa, Bapak Nasir dan Bapak Andi. Selain itu, surat permohonan mediasi juga telah dikirim melalui Sekretaris Desa, Bapak Ujang.
“Ini adalah upaya itikad baik kami untuk menyelesaikan masalah ini secara damai. Namun, hingga saat ini, belum ada tanggapan memadai dari pihak desa,” tambah Hardiyana.
Sementara itu, Hardiyana juga mempertanyakan klaim pihak IR yang mengaku sebagai pemilik tanah tersebut. Ia menilai klaim tersebut tidak sah secara hukum dan menduga adanya kerjasama mencurigakan antara pihak desa dan IR.
“Dokumen segel berlogo Garuda yang menyatakan tanah itu terjual habis memiliki cacat administrasi. Klien kami tidak pernah menjual tanah itu, dan tanah tersebut masih tercatat atas nama H. Abdurachman sesuai dokumen C:147 Persil 53 D.II Desa Nanggerang,” jelasnya.
Kronologi Tanah dan Bukti Kepemilikan
Ahli waris, Marlia, menjelaskan kronologi kepemilikan tanah. Menurutnya, tanah itu awalnya dimiliki oleh kakeknya, H. Abdurachman, yang diwariskan kepada ayahnya, H. N. Marsuni, pada tahun 1990.
“Perpindahan hak ini dibuktikan dengan dokumen segel berlogo Garuda tertanggal 5 November 1995. Namun, IR mengklaim tanah itu hanya berdasarkan SPPT PBB tanpa bukti dokumen resmi lainnya,” ungkap Marlia.
Hardiyana menambahkan, H. Abdurachman membeli tanah itu dari Suradi alias Radi bin Jasmin pada 26 Juni 1990. Transaksi tersebut disaksikan oleh Kepala Dusun I (Zaenal), Ketua RW 03 (Rain), dan Ketua RT 001 (Suriya).
Disisi lain, saat mengkonfirmasi, pihak Pemerintah Desa Nanggerang mengaku belum mengetahui secara keseluruhan permasalahan ini. Ketidakjelasan informasi di tingkat pemerintahan desa menambah kompleksitas sengketa ini.
Kuasa hukum ahli waris berharap Pemerintah Desa Nanggerang bersikap transparan dan profesional dalam menangani sengketa tanah ini. Jika tidak, mereka memastikan langkah hukum akan ditempuh demi memperoleh keadilan.
)**Nawasanga