Uritanet, Jakarta –
Pilkada Jakarta 2024, mungkin buat sebagian masyarakat dari berbagai sudut pandang sangat menarik tetapi tidaklah bagi kami, Kaum Betawi. Karena Jakarta dibangun untuk memenuhi mimpi-mimpi aristokrasi uang dan politik. Karena Jakarta adalah rumah kami, Kaum Betawi, rumah kita yang wajib dijaga dan dibangun dengan ketulusan hati, tegas Ketua Umum Pakta (Paguyuban Anak Jakarta), Iben Darto saat ditemui di Bamus Betawi, Kodim 0505 Jatinegara, Jakarta Timur (17/9).
Pakta berharap para calon yang telah resmi menjadi kandidat bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta tidak hanya jualan gagasan yang dituangkan dalam visi serta misinya tetapi punya empati yang tulus dalam melihat Kaum Betawi dan Jakarta kedepannya dari berbagai sudut pandang dalam menghadapi dan menyelesaikan permasalah Jakarta yang begitu kompleks.
Dalam demokrasi dibutuhkan figur yang mencerahkan dalam menghadirkan solusi guna membumikan kearifan lokal beretika yang sudah menjadi budaya dan permasalahan lainnya. Kaum Betawi yang berjumlah sekitar 38 persen lebih dari seluruh penduduk Jakarta tidak membutuhkan debat antar calon, tidak juga membutuhkan adu gagasan. Tetapi membutuhkan pemimpin yang memiliki leadership dengan komitmen dari hati yang tulus bukan modus politik titipan para penguasa dan oligarki, ujar Ketua Umum Pakta, Iben Darto.
Memang Jakarta dibangun oleh para kaum urban, sehingga Jakarta pada perkembangan tidak bisa di klaim milik satu entitas tertentu. Karena sejak awal dibangun sebagai Pusat Perdagangan dan kini berkembang menjadi Kota Global, dimana dampaknya dalam perputaran uang serta gaya hidup kaum menengah keatas memegang kendali perannya.
Jakarta kedepan mungkin tak lagi berkutat pada problematika klasik seperti banjir dan kemacetan, tapi problematika kemiskinan kota, perubahan lifestyle, dan intoleransi menjadi masalah yang akan menghantui.
Dan sayangnya persoalan Pilkada Jakarta 2024 hari ini para calon pemimpin tak memahami hal tersebut, dimana visi dan misi mereka masih merupakan droping visi misi dari partai pengusungnya. Bukan visi misi yang mengakomodir dari keinginan warga masyarakat Jakarta, khususnya 38 persen lebih warga kaum Betawi yang berada didalamnya. Tentunya ini menjadi harapan dan perjuangan panjang bagi kaum Betawi.
Tak heran bila Imam Besar Forum Betawi Rempug (FBR), KH Lutfi Hakim mengatakan meski Jakarta bukan lagi ibukota, namun masih banyak pihak-pihak yang phobia dan tidak memberikan ruang dan kesempatan walau sesaat bagi kaum Betawi untuk menjadi pemimpin di daerahnya sendiri. Bahkan dirinya terus berkomunikasi dan berkoordinasi dengan tokoh-tokoh Betawi terkait apa yang terjadi saat ini, dan mempersiapkan langkah – langkah ke depannya.
Semoga ada beberapa tokoh Betawi yang kehadirannya membawa harapan dan perjuangan panjang bagi kaum Betawi, jelas Ketua Umum Pakta Iben Darto. Termasuk perwujudan nyata dari keberpihakan terhadap masyarakat Betawi, sebagai komunitas yang telah berakar dalam sejarah Jakarta namun kerap kali tersisih dari panggung politik.
Lantas siapa pihak – pihak yang bersedia berdiri di samping Kaum Betawi dan memperjuangkan kepentingan serta aspirasi kaum Betawi!? Adakah secercah harapan bagi kaum Betawi yang sering kali merasa terpinggirkan di kotanya sendiri !?
Dan Jakarta tetap menjadi jantung kehidupan politik dan ekonomi Indonesia, paska tak lagi menjadi Ibukota Negara. Bahkan kental terasa pihak – pihak yang masih fobia memberikan ruang bagi putra Betawi untuk memimpin daerah mereka sendiri. Kenyataan ini adalah cermin dari tantangan besar yang dihadapi kaum Betawi ditengah hiruk pikuk Pilkada Jakarta 2024, untuk terus berjuang mendapatkan haknya sebagai masyarakat asli Jakarta dan kesempatan yang sepantasnya serta seharusnya.
“Kaum Betawi dengan segala warisan politik, seni dan budayanya, adalah simbol dari perjuangan panjang identitas lokal bisa beriringan dengan pembangunan nasional Indonesia di berbagai aspek kehidupan,” ujar Ketua Umum Pakta, Iben Darto.
Oleh karenanya, dalam konteks politik Jakarta pada Pilkada Kota Jakarta 2024, keberadaan tokoh Betawi di kursi kepemimpinan lebih dari sekadar representasi politik. Sesungguhnya inilah bentuk pengakuan terhadap komunitas yang telah menjadi bagian dari denyut nadi kota ini selama berabad-abad. Dan meski jalan menuju pengakuan itu masih panjang dan penuh rintangan.
Karena dalam setiap langkah perjuangan politik, ada nilai yang lebih besar yang harus diperjuangkan yakni kesetaraan, pengakuan, dan pemberian kesempatan yang adil bagi semua elemen masyarakat.
Perjuangan bersama seluruh masyarakat Betawi yang sudah terlalu lama ini mengajarkan bahwa pengakuan tidak akan datang begitu saja. Dibutuhkan usaha yang konsisten, komunikasi yang efektif, dan solidaritas yang kuat di antara para tokoh Betawi.
Inilah narasi besar tentang bagaimana identitas lokal, kebanggaan budaya, dan nilai-nilai keadilan sosial bisa terus diperjuangkan di tengah perubahan politik yang sering kali tidak berpihak kepada mereka yang berada di pinggiran.
Ini adalah tentang bagaimana kita semua, sebagai bangsa, dapat berdiri bersama dalam keberagaman dan memperjuangkan hak-hak setiap anak negeri, di manapun mereka berada. Sebab kekuatan bangsa ini terletak pada menghargai persatuan dalam perbedaan ini, tukas Ketua Umum Pakta, Iben Darto.
)**Nawasanga