1.220 Peserta Hadiri Kolaborasi Multipihak Sebagai Kunci Keberhasilan Pelestarian Biodiversitas Indonesia

Uritanet, Bogor –

Menyambut Hari Keanekaragaman Hayati Internasional 2024, yang diperingati setiap 22 Mei dan menyemarakkan World Species Congress yang diselenggarakan International Union for Conservation of Nature (IUCN) Program Reverse The Red (15/5), Belantara Foundation bekerja sama dengan Prodi Manajemen Lingkungan Sekolah Pascasarjana, Prodi Biologi Fakultas MIPA, dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Pakuan menghelat Seminar dan Pelatihan dalam bertemakan “Peran (Kolaborasi) Multipihak dalam Pelestarian Biodiversitas Indonesia” (14/5) yang dihadiri lebih dari 1.220 peserta berpartisipasi aktif dan digelar secara hybrid tersebut.

Dan perlu diketahui, para ilmuwan mengatakan Kepunahan Massal Buatan Manusia ini disebabkan oleh perusakan habitat, perubahan iklim global, eksploitasi berlebihan, polusi, dan spesies invasif.

Direktur Eksekutif Belantara Foundation, Dr. Dolly Priatna saat opening speech mengatakan bahwa tujuan utama seminar nasional ini untuk meningkatkan pemahaman stakeholders mengenai strategi dan rencana aksi serta peran penting sektor akademisi, industri dan masyarakat dalam pengelolaan biodiversitas Indonesia. Tujuan lain yaitu untuk meningkatkan kepedulian semua pihak, agar dapat ikut mengambil peran masing masing dalarn upaya pelestarian khususnya jenis-jenis yang terancam kepunahan.

Dolly yang juga pengajar di Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan menyebutkan telah dikeluarkan Instruksi Presiden No.1 tahun 2023 tentang Pengarusutamaan Pelestarian Keanekaragaman Hayati dalam Pembangunan Berkelanjutan. Inpres ini diterbitkan untuk memastikan adanya keseimbangan pemanfaatan ruang untuk kepentingan ekonomi dan konservasi keanekaragaman hayati dalam kebijakan setiap sektor. Pelaksanaan kebijakan ini diarahkan melalui pengambilan langkah langkah kebijakan sesuai tugas, fungsi dan kewenangan setiap lembaga yang disasar dalam kebijakan ini.

Isi inpres ini menyasar ke 19 kementerian dan lembaga pemerintahan dengan tujuan untuk mengarusutamakan keanekaragaman hayati dalam kebijakan pembangunan.

“Tidak hanya tugas pemerintah, pelestarian keanekaragaman hayati merupakan tanggung jawab bersama. Kolaborasi multipihak mulai dari pemerintah, akademisi, praktisi, industri, media bahkan masyarakat merupakan kunci keberhasilan pelestarian biodiversitas Indonesia untuk generasi kini dan yang akan datang,” tegas Dolly yang juga anggota Commission on Ecosystem Management IUCN.

Seminar nasional yang dikemas melalui kegiatan Belantara Learning Series Eps.10 (BLS Eps.10) ini, secara luring diadakan di Auditorium Lantai 3 Gedung Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan Bogor, sedangkan daring melalui aplikasi Zoom dan live streaming melalui YouTube Belantara Foundation. Dan didukung oleh PT. Sharp Electronics Indonesia dan Taman Impian Jaya Ancol.

Disamping berkolaborasi juga dengan IUCN Indonesia Species Specialist Group (IdSSG), KupuKita serta menggandeng enam universitas sebagai kolaborator yang mengadakan acara “nonton dan diskusi bareng” BLS Eps.10 bagi mahasiswa dan dosen di masing masing universitas. Adapun keenam universitas tersebut antara lain Universitas Pakuan, Universitas Riau, Universitas Andalas, Universitas Syiah Kuala, Universitas Tanjungpura dan Universitas Nusa Bangsa.

Turut hadir sebagai pembicara kunci dan narasumber yang memiliki keahlian dan segudang pengalaman di bidang keanekaragaman hayati secara berurutan yaitu Anggi Pertiwi Putri, S.T. MEnv., Perencana Muda Direktorat Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas, Dita Galina, Manager Sustainability Musim Mas, | Putu Artana dan Mohamad Ikrom, Kelompok Masyarakat Penangkar Burung Jalak Bali Binaan Taman Nasional Bali Barat. Seminar nasional ini dimoderatori oleh Suer Suryadi, Direktur Conservation and Legal Assistant Network.

Berdasarkan artikel ilmiah yang diterbitkan di jurnal Biological Review awal 2022 lalu, dipaparkan bahwa saat ini telah berlangsung kepunahan massal keenam yang disebabkan oleh antropogenik. Dimana ancaman kepunahan massal kali ini karena intervensi manusia terhadap alam dan biodiversitas, sehingga menyumbang percepatan kepunahan itu terjadi. Dengan kata lain, hal tersebut semakin nampak dengan tingkat kepunahan spesies yang meningkat secara drastis.

Para peneliti sebagian besar menggunakan data spesies yang terdaftar sebagai spesies punah oleh IUCN. Para peneliti berfokus pada spesies vertebrata (tidak termasuk ikan) karena datanya tersedia lebih banyak.

Jadi dari setidaknya 5.400 genera (bentuk jamak dari genus) yang terdiri dari 34.600 spesies, para peneliti menyimpulkan bahwa dalam 500 tahun terakhir sejumlah 73 genera telah mengalami kepunahan, sebagian besar terjadi dalam dua abad terakhir.

Penelitian pun memperkirakan bahwa kepunahan tersebut seharusnya membutuhkan waktu kurang lebih 18.000 tahun, bukan 500 tahun, meskipun perkiraan tersebut masih belum pasti, karena tidak seluruh spesies diketahui dan catatan fosil masih belum lengkap.

Lagi lagi menurut IUCN, sampai saat ini terdapat lebih dari 44.000 spesies terancam punah di bumi. Jumlah ini merupakan 28 persen dari total 157.100 spesies yang masuk daftar merah milik lembaga konservasi global tersebut. Padahal, jumlah spesies yang ada di bumi jauh lebih banyak dari angka tersebut.

Medio Desember 2023 lalu, IUCN memperbarui daftar spesies yang berstatus punah/Extinct (EX). Berdasarkan data yang dipublikasikan sejak 1996 hingga kini, terdapat tebih dari 900 spesies yang punah. Dimana sebanyak 74 spesies di antaranya dinyatakan punah pada 2023.

Sejak Tahun 2023 hingga saat ini, Pemerintah Indonesia dikoordinasikan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) / Bappenas, tengah menyusun dokumen Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati Indonesia atau Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP) pasca COP15 CBD.

Proses penyusunan dokumen ini merupakan upaya untuk menyelaraskan target pengelolaan keanekaragaman hayati nasional dengan target global.

Dokumen IBSAP ini disusun selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025 2045 dan Rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025 2029 serta kedepan diharapkan memiliki dasar payung hukum untuk akselerasi implementasi.

Dokumen ini diharapkan menjadi acuan pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya dalam mengelola keanekaragaman hayati secara berkelanjutan menuju Indonesia Emas 2045.

Sementara itu, Prof. Dr. Anna Permanasari, M.Si. selaku Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan, menambahkan bahwa kegiatan seminar dan pelatihan inspiratif seperti ini perlu dilakukan secara berkelanjutan untuk mengarusutamakan isu isu tentang keanekaragaman hayati dan lingkungan hidup di Indonesia, ujarnya.

“Kami berterima kasih kepada Belantara Foundation, IUCN IdSSG, PT. Sharp Electronics Indonesia dan Taman Impian Jaya Ancol serta mitra lainnya yang telah mendukung penuh acara ini sehingga berjalan dengan baik dan sukses,” jelasnya.

Sementara Prof. Jatna Supriatna, Ph.D, Ketua ISER (Institute of Sustainable Earth and Resources) FMIPA Universitas Indonesia, yang juga sebagai pembicara kunci menegaskan bahwa Indonesia adalah negara yang sangat besar dan memiliki perputaran energi yang tidak terputus sejak ratusan juta tahun, sehingga turut melewati fenomena fenomena geologi yang sangat berhubungan dengan keanekaragaman hayati. Dan Indonesia memiliki banyak akademisi di kampus kampus dan pusat penelitian.

“Oleh karena itu, Penelitian Biodiversitas perlu lebih menekankan pada tahap pemanfaatan. Misalnya, tentang pemanfaatan biodiversitas untuk pangan yang seharusnya berasal dari biodiversitas Indonesia. Kita bisa memperbanyak riset yang lebih mendalam tentang pemanfaatan hayati karena kita punya lebih dari 30,000 spesies”, tambah Prof.Jatna.

Disamping upaya upaya dari akademisi pun bisa dilakukan terkait valuasi biodiversitas dan ekosistem, degradasi lahan yang menyebabkan defaunasi, serta dampak perubahan iklim pada biodiversitas, lanjut Prof.Jatna lagi.

Pelestarian biodiversitas perlu menekankan kolaborasi tri sektor dari akademisi, pemerintah, dan sektor privat. Salah satunya bisa melalui pengembangan ekowisata, seperti pengamatan burung atau wisata wisata yang terkait spesies kharismatik, tukasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Prof. Dr. Mirza D. Kusrini selaku Dosen Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University dan Co-Chair IUCN IdSSG, memaparkan bahwa IdSSG adalah kelompok ahli dan praktisi hidupan liar yang bergabung di bawah naungan Species Survival Commission IUCN yang berdiri sejak awal tahun 2023.

Prof.Mirza pun menegaskan bahwa idSSG memiliki visi untuk mengkoordinasi para ahli di seluruh Indonesia dari berbagai kelompok taksonomi dan keilmuan terkait untuk mendukung pemerintah serta para pihak dalam usaha bersama mengubah penurunan keanekaragaman jenis melalui pengembangan pengambilan keputusan dan kebijakan berbasiskan bukti ilmiah.

)***Tjoek

Share Article :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *