Selamat Tinggal Politik Cebong -Kampret dan “Selamat Datang Politik Kebhinekaan”

Share Article :

Uritanet, Jakarta – 

Beberapa hari terakhir publik Indonesia dihebohkan oleh pemberitaan tentang dideklarasikannya Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PKB sebagai Bakal Calon Wakil Presiden dari Anies R Baswedan. Heboh karena keputusan begitu tiba-tiba, padahal publik sudah banyak mengkonsumsi berita serunya “pacaran” Anies yang diusung Nasdem yang sedang dipepet terus oleh Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Ketua Umum Partai Demokrat. Sementara Muhaimin Iskandar sedang galau akibat “tunangannya” yakni Prabowo Subianto dari Partai Gerindra tengah dikerubuti oleh sejumlah partai yang serempak datang mengaburkan pandangannya.

Keputusan cepat Surya Paloh, Ketua Umum Partai Nasdem, menggandengkan Anies dan Cak Imin membuat terang segalanya dan duarrrr…jadilah berita paling heboh beberapa hari ini.

Politik Cebong-Kamprete

Semua ini bermula dari Pilpres 2019, yang terkenal sebagai Pilpres Cebong versus Kampret. Petahana Joko Widodo (Jokowi) yang kali ini berpasangan dengan Ma’ruf Amien berhadap- hadapan dengan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno. Para pendukung Prabowo-Sandi umumnya berlatar-belakang kelompok Islam-Nasionalis sedangkan pendukung Jokowi- Ma’ruf Amien umumnya berlatar belakang sekular-nasionalis. Pada masa kampanye, kedua pihak cukup sengit memperjuangkan masing-masing kandidatnya.

Dalam komunikasi politiknya, kelompok Sekular – nasionalis mengklaim dirinya paling Pancasilais dan pembela NKRI harga mati sekaligus mengolok-olok lawan dengan julukan Kadrun alias kadal gurun dan kampret, sesuatu yang membangkitkan amarah sekaligus menimbulkan garis pemisah sosial yang semakin kentara di tengah masyakarat.

Sebagai balasannya kelompok pendukung Prabowo-Sandi menjuluki lawannya Cebong (berudu), gambaran kerumunan orang-orang yang tak berotak yang hanya mengikuti arahan orang lain kesana-kemari.

Friksi cebong dan kampret itu demikian kerasnya, hingga membuat banyak orang sangat prihatin. Mereka mencemaskan keberlangsungan negara kesatuan dan persatuan bangsa yang susah payah dibangun oleh para founding fathers. Sedihnya, hampir kebanyakan politisi terlalu dimabuk kekuasaan dan cenderung mendiamkan ancaman marabahaya kebangsaan ini.

Itulah yang menjadi keprihatinan ketua Partai Nasdem Surya Paloh, sedikit dari pemimpin politik negeri ini yang sangat tidak ingin hal itu terjadi.

Runyamnya, dengan berbagai insiden yang mencurigakan, hasil Pilpres itu dimenangi oleh pasangan Jokowi-Ma’ruf dengan unggul tipis. Padahal pendukung Prabowo-Sandi yakin bahwa pasangan mereka lah yang unggul sesungguhnya. Sehingga muncul tuduhan bahwa

Pemerintah berlaku curang dengan memihak kepada petahana. Keadaan ini semakin membahayakan dan tak bisa dibiarkan berlarut-larut. Atas alasan itu pula, Jokowi yang terpilih kembali menjadi Presiden untuk kedua kali memberikan kursi yang empuk kepada Prabowo dalam kabinet yang mereka bentuk. Konflik di pucuk elit memang mereda, tetapi jauh di bawah sana luka dan kekecewaan sulit disembuhkan.

Surya Mencari Matahari
Surya Paloh adalah sahabat sekaligus pendukung utama Jokowi. Ia seorang nasionalis tulen. Ia sangat benci dengan polarisasi cebong-kampret ini. Ia tak menoleransi polarisasi ini terus berbiak menjadi virus yang mengeroposkan tiang-tiang kebangsaan Rumah Indonesia. Sehingga dalam perjalanannya, meski ia menikmati buah kemenangan namun hatinya gelisah mendapati konflik cebong-kampret terus berlanjut bagai api dalam sekam. Dalam benaknya, ini tak boleh dibiarkan. Harus ada pemimpin berikutnya yang bisa mengakhirinya. Pemimpin yang laksana matahari baru yang menyinari bumi dengan memupus virus-virus cebong dan kampret. Maka pencarian pun dimulai.

Tersebutlah Anies Rasyid Baswedan, seorang intelektual muda yang cerdas, berpendidikan Barat, keturunan Arab, dan nasionalis. Anies yang pernah menjadi Rektor Paramadina dianggap mewarisi pemikiran-pemikiran cendikiawan pluralis-religius, Nurcholis Majid. Pada Pilpres 2014 ia bergabung ke dalam Tim Bravo-5 besutan Luhut Binsar Pandjaitan yang berhasil mengusung Jokowi-JK ke tampuk kekuasaan. Anies pun mendapatkan upahnya, diangkat menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Hanya saja, Anies yang berlatar belakang aktivis HMI punya kedekatan dengan seniornya yakni HM Jusuf Kalla (JK). Hal ini membuatnya lebih sering berkunjung ke kantor Wapres, yang menimbulkan kecurigaan pada diri Presiden. Terlebih lagi, suatu ketika tahun 2016 Anies meluncurkan program Mengantar Anak ke Sekolah pada Hari Pertama.

Program itu segera mendapat sambutan positif terutama dari orang tua muda dan membuat nama Anies semakin populer di kalangan mereka. Meskipun itu adalah pemikiran Presiden Joko Widodo dan program resmi dari kementeriannya namun tetap saja dicurigai sebagai cara Anies menaikkan popularitas dirinya.

Konon Anies memang sejak muda sudah bercita-cita ingin menjadi pemimpin negeri ini. Dan kita semua tahu, beberapa bulan setelah itu Anies didepak dari kabinet.

Suasana makin runyam. Anies yang terdzalimi berhasil melakukan revans dengan memenangi Pilgub DKI 2017, yang juga diwarnai perseteruan cebong-kampret. Kala itu Anies berpasangan dengan Sandiaga Uno menghadapi Ahok-Djarot di putaran kedua.

Pada putaran pertama, Agus Harimurti Yudhoyono yang berpasangan dengan Sylviana Murni langsung tersingkir. Ibarat pertandingan tinju, Basuki Tjahaya Purnama (BTP) yang berlatar belakang Tionghoa dan temperamental berhasil di upper-cut hingga KO oleh Anies. Isu Nonpri juga memperkeruh Pilgub ini, padahal baik Ahok dan Anies sama-sama keturunan Non Pribumi. Kali ini yang terluka dan menyimpan kekecewaan adalah para pendukung Ahok-Djarot yang nasionalis- sekular.

Itu semua terus diamati oleh Surya Paloh yang melihat bayang-bayang perpecahan bangsa semakin kentara. Padahal dalam banyak kesempatan berbicara di depan publik, Surya Paloh tengah menyodorkan paradigma Restorasi Indonesia sebagai solusi memajukan Indonesia, yang mensyaratkan kuatnya persatuan dari bangsa itu.

Matahari itu bernama Anies
Dalam Rakernas Partai Nasdem yang digelar JCC Senayan, Jakarta pada Jumat (17/6/2022) Surya Paloh mengumumkan tiga bakal calon presiden yang direkomendasikan partainya, yakni Andika Perkasa, Anies Baswedan, dan Ganjar Pranowo. Ketiganya kemudian diprospek oleh Surya Paloh. Satu demi satu didekatinya baik secara langsung maupun oleh tim utusannya. Andika Perkasa tidak mungkin karena sudah dalam jangkauan petahana, demikian pula Ganjar Pranowo yang digadang-gadang oleh partainya sendiri (PDI Perjuangan). Saya termasuk yang bertugas untuk berkomunikasi dengan Ganjar Pranowo.

Tinggallah Anies Baswedan yang merupakan tokoh non-partai. Sementara itu, Anies menunjukkan kinerjanya yang positif sebagai Gubernur DKI Jakarta, sedangkan Wakil Gubernur Sandiaga Uno mundur di tengah jalan untuk maju sebagai Cawapres berpasangan dengan Prabowo Subianto pada Pilpres 2019. Surya Paloh semakin kesengsem dengan Anies, yang menunjukkan bahwa dirinya meski dilabeli sebagai bagian dari kampret namun justru sukses membangun nilai-nilai pluralitas di Jakarta. Konon, Anies lebih banyak membangun gereja dibanding gubernur DKI periode-peridoe sebelumnya, demikian pula dengan vihara dan lainnya.

Baca Juga :  Presiden Larang Menteri Bicara Penundaan Pemilu dan Perpanjangan Presiden 3 Periode, LaNyalla : Menteri Harus Berhenti Buat Gaduh

Yang mengganjal adalah sikap tegasnya dalam pembatalan pembangunan kawasan pantai utara yang sudah disokong Pemerintah Pusat. membuat hubungan antara DKI Jakarta dan Pemerintah Pusat makin merenggang.

Formula -E, sebuah hajatan internasional telah direncanakan jauh-jauh hari di kota Jakarta. Ini merupakan lomba balap mobil bergengsi yang diklaim ramah lingkungan karena menggunakan mobil bertenaga listrik. Kesepakatan diteken oleh Anies dan FIA di New York yang mencanangkan balapan digelar di Monas pada tahun 2020. Hanya saja, Pandemi Covid- 19 melanda dan memaksa acara itu ditunda lalu dialihkan dari kawasan Monas.

Meski diwarnai kontroversi dan dukungan setengah hati dari Pemerintah Pusat, akhirnya Formula- E sukses digelar di Jakarta International Stadium -Ancol pada 25 Juni 2022. Namun keberhasilan itu menyisakan persoalan yang kemudian dijadikan pintu masuk bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mentersangkakan Anies. Sayangnya, mereka terlalu memaksakan diri. Meski Anies beberapa kali diperiksa, sesungguhnya tak didapat cukup alat bukti untuk menyeretnya ke meja hijau. Ini membuat publik menduga ada pesanan khusus dari pihak diluar KPK untuk mengkriminalisasi Anies.

Setelah saya atas instruksi Surya Paloh bersama seorang teman meneliti proses dari mula pertemuan Anies dengan pemilik hak siar dan pengadaan acara Formula-E tersebut secara detil, proses dari hari ke hari, minggu ke minggu, bulan ke bulan, saya berkeyakinan bahwa seluruh prosedur pengadaannya telah dilakukan sesuai aturan yang ada.

Begitulah, poin demi poin berhasil dikumpulkan Anies baik dari kinerjanya sebagai gubernur, komitmennya terhadap nasionalisme dan pluralitas, serta perlakuan Pemerintahan yang dianggap mendzaliminya, serta publisitas yang terus dibangun Anies melalui berbagai kesempatan, cukup bagi Surya Paloh untuk berteguh hati memilih Anies sebagai pengemban misi di atas; merekatkan kembali persatuan bangsa yang retak akibat Politik Cebong-Kampret itu.

Hasil Bertapa di Pulau Kaliage
Selama Pandemi Covid-19 Surya Paloh “bertapa” di pulau miliknya yang bernama Kaliage di kawasan kepulauan Seribu. Selain untuk menghindari sergapan virus mematikan itu, ia juga mencoba menenangkan kegundahan batinnya tentang masa depan nasib bangsanya.

Untuk hal yang pertama, Surya Paloh gagal, meski ia sekuat tenaga menghindar dari sergapan virus, tak ayal ia kena juga. Konon virus itu masuk ke pulau lewat seorang utusan yang datang ke pulau itu. Bahkan serangannya begitu kuat hingga Surya Paloh mengalami kritis. Konon, Presiden Jokowi sampai menangis dan meminta kepada tenaga medis yang menanganinya untuk sekuat tenaga dan mengerahkan segala teknologi yang dimiliki untuk menyelamatkan nyawa sahabatnya itu.

Namun untuk hal kedua ia berhasil. Kontemplasi di pulau memantapkan dirinya untuk berjuang sampai titik darah penghabisan untuk memastikan Indonesia kelak dipimpin oleh matahari baru yang mampu merekatkan kembali persatuan dan kesatuan bangsanya.

Sebuah kunjungan penting ke pulau Kaliage dilakukan seorang sahabatnya, AM Hendropriyono, pada 23 Agustus 2023. Tentu saja kunjungan tersebut sangat teramat penting untuk diabaikan dalam pembahasan ini, mengingat kedua tokoh ini dikenal sangat gigih dalam mengawal tegaknya persatuan dan kesatuan bangsa. Masih misteri bagi saya, pembicaraan apa yang dilakukan kedua nasionalis, atau strategi apa yang mereka sedang susun, meski saya menjadi saksi mata dari jauh adanya keakraban mereka berdua. Saya yakin seyakin-yakinnya bahwa tidak lain dan tidak bukan, keselamatan, persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia menjadi topik pembicaraan mereka berdua. Saling memberi inspirasi untuk hal itu adalah sifat mereka berdua. Bagi saya, tampilnya Hendro disamping Prabowo Subianto baru-baru di Antambua pada tanggal 3 September, bertepatan dengan hari Deklarasi Anies- Muhaimin menambah mesteri peranan Hendropryono.

Maka setelah Anies menunaikan tugasnya sebagai gubernur DKI Jakarta pada 16 Oktober 2022, Surya Paloh dengan langkah taktis mengumumkan Anies sebagai Bakal Calon Presiden yang resmi diusung Partai Nasdem (3/10/2022). Mengapa langkah taktis? Ini juga cara Surya Paloh menyelamatkan Anies dari incaran KPK yang sudah mulai mendapat angin. Ibarat seorang pengelana di tengah hutan yang menyadari ada seekor srigala datang mendekat, ia segera menyalakan api unggun dan membuat srigala terpaksa urung menerkamnya.

Tentu saja deklarasi pencapresan Anies menimbulkan kontroversi, terutama di kalangan partai koalisi Pemerintah. Mereka menganggap bahwa Surya Paloh berkhianat kepada Pemerintahan Jokowi. Padahal sama sekali tidak, ini ditegaskan oleh Surya Paloh di depan umum, bahwa partai dan dirinya tetap loyal kepada Pemerintahan Jokowi, namun ia mengatakan demi kebaikan bangsa di masa depan kita memerlukan pemimpin baru, toh Jokowi sudah dua kali menjadi Presiden, jumlah maksimum yang diijinkan Undang-Undang Dasar kita.

Sadar bahwa Partai Nasdem sendirian tidak akan mampu melewati Electoral Treshold dalam mengajukan Anies sebagai Capres (Nasdem memperoleh 59 kursi), Surya Paloh pun bergerilya ke sejumlah partai politik yang diharapkan dapat memenuhi komposisi kursi DPR sekurangnya 20% Sementara di lain pihak, Partai Gerindra yang sudah mendeklarasikan ketua umum Prabowo Subianto sebagai Capres.

Demikian pula Partai Golkar mendeklarasikan Ketua Umumnya, Airlangga Hartarto. Ada pula Muhaimin Iskandar, yang didapuk oleh PKB untuk maju sebagai capres/cawapres. Probowo sukses menggandeng Cak Imin sebagai pasangan dari koalisasi Gerindra-PKB.

Beruntung, Surya Paloh punya tim yang tangguh dan militan, mereka bahu membahu dengan Anies untuk meyakinkan sejumlah partai untuk bergabung dalam koalisi. Hasilnya, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan bergabung dan Partai Demokrat bergabung pada bulan Februari 2023 yang lalu. Mereka mendeklarasikan sebuah koalisi yang diberi nama Koalisi Perubahan untuk Persatuan. Sejumlah persayaratan diajukan PKS dan Partai Demokrat untuk dipenuhi oleh Nasdem, dengan satu trade off – kesepakatan yang tidak tertulis bahwa untuk urusan Calon Wakil Presiden (Cawapres) mereka tidak ikut mengambil bagian, penetapannya diserahkan sepenuhnya kepada Anies Baswedan, tentunya dengan masukan Surya Paloh, namun tidak tertutup kesempatan bagi peserta koalisi untuk mendapatkan posisi Cawapres apabila tidak diperoleh calon dari luar koalisi.

Baca Juga :  “UI Watch & Kelompok Pancasila Berdaulat Bangsa Selamat” Desak Koreksi Sistem Bernegara yang Menyimpang dan Kembali Ke UUD 1945 Naskah Asli

Tak Lengkap Tanpa Rembulan
Inilah uniknya pemilihan Presiden di Indonesia. Bukan hanya calon presiden yang menentukan kemenangan tapi juga calon wakil presidennya. Ibarat rembulan, ia memang tidak memanasi bumi tapi sinar nya melembutkan hati. Surya Paloh belajar banyak tentang sukses Jokowi dalam memilih wakil presiden, baik ketika memilih Jusuf Kalla maupun Kyai Ma’ruf Amien. Itu pula yang sejak awal pencapresan Anies, Surya Paloh bersama timnya membuat kalkulasi politik siapa yang layak memberi kemenangan bagi Anies. Dan sejak lama ia sudah melihat potensi kelompok nasionalis tradisional religius yang direpresentasi oleh kaum santri dari lingkungan NU.

Sejak itu sejumlah tokoh dari kalangan ini dijaring, ada nama Khofifah Indarparawansa yang masih menjadi gubernur Jatim dan tokoh perempuan yang kuat dan memiliki massa besar, ada pula Yenny Wahid, puteri pendiri PKB dan cicit pendiri NU namun sayangnya tidak memiliki akar kuat di bawah, ada nama Muhaimin Iskandar Ketua Umum PKB yang sudah dideklarasikan sebagai Cawapres bersama Prabowo Subianto, dan ada KH Said Agil Siradz senior PKB dan NU yang memiliki pengaruh di Jawa Barat bahkan ada Mahdud MD Menko Polhukam pada saat ini. Mereka juga sudah berstrategi untuk mengumumkan siapa cawapresnya pada detik-detik terakhir pendaftaran Pilpres2024.

Koalisi yang dibangun terus berdinamika, baik oleh gempuran dari luar maupun kehendak tak padam dari Partai Demokrat (PD). SBY sebagai pendiri PD tetap mengusahakan agar puteranya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dapat mendampingi Anies, desakannya kian hari kian menguat. Sementara Surya Paloh dan Anies tak bergeming, mereka berdua meyakini jika koalisi ini ingin menang, strategi utama dan pertama lah yang harus dijalankan. Percuma buang-buang duit dan energi kalau hanya meraih kekalahan.

Kabar bahwa Jokowi tidak akan netral alias akan ikut cawe-cawe dalam Pilpres 2024 menimbulkan beragam reaksi. Sebagian memandangnya positif, terutama dari kalangan koalisi pemerintah yang segera membaca kemana arah dukungan Jokowi. Lainnya memandang negatif karena mengancam keberhasilan demkorasi yang telah dirintis maju sejauh ini.

Jokowi Effect segera menemukan jalannya, tiba-tiba saja Golkar, PAN, hingga PPP menyatakan bergabung dengan koalisi yang dipimpin Gerindra. Untuk keputusan ini, Airlangga Hartarto harus menghadapi risiko friksi internal di partai Golkar. Sementara, sikap rigid PDI Perjuangan membuat Ganjar Pranowo yang sudah dideklarasikan Megawati Soekarnoputri sebagai Bakal Capres PDIP mati angin.

Prabowo yang dikerubuti partai koalisi seperti mabuk kepayang, bahkan mengendur genggaman kepada “tunangannya”, Muhaimin Iskandar. Terlebih lagi, selentingan menguat ada “Bocil” yang digadang-gadang bakal menjadi pendamping resmi Prabowo. Parahnya lagi, Prabowo tak memperlihatkan gejala penolakan, bahkan terkesan membuka lebar tangannya. Sudah tentu, tidak sambil menggenggam tangan Muhaimin Iskandar.
Melihat gadis incaran dalam keadaan galau karena bersiap tersingkirkan, Surya Paloh bergerak cepat. Tidak sulit bagi politisi kawakan ini untuk membuat Muhaimin Iskandar mengiyakan pinangannya.

Secepat itu pula, dikabarkan kepada Anies yang memang sudah memiliki pemahaman kualifikasi yang sama tentang siapa yang harus menjadi pasangannya. Dan kita sama-sama tahu, Pasangan Anies-Muhaimin Iskandar (Amin) resmi dideklarasikan di Hotel Yamato (kini Hotel Majapahit), Surabaya pada 2 September 2023.

Surya Paloh menggunakan istilah botol ketemu tutupnya untuk menggambarkan cocoknya kedua pasangan capres dan cawapres yang dideklarasikannya ini.

Selamat Tinggal Politik Cebong-Kampret
Surya Paloh memang bertindak cepat dan taktis. Cepat, karena ia tak menunggu proses ini- itu layaknya birokrasi administrasi.

Dalam politik itu, sebuah momentum adalah emas, selebihnya adalah perak. Lamban meraihnya hanya akan mendapatkan perak yang kurang berharga daripada emas. Taktis, karena ia tahu Muhaimin Iskandar menyimpan persoalan masa lalu yang juga berhubungan dengan KPK. Ia berharap dengan menyalakan api unggun yang kedua ini membuat srigala-srigala tak menerkam mereka.

Dalam ingar-bingar deklarasi itu, Surya Paloh tampil berbicara, nadanya begitu bahagia; “Insyaallah kita akan memiliki pemimpin baru ke depannya. Kedua pasangan ini kita harapkan mampu mengatasi berbagai godaan dan cobaan bahkan ancaman terhadap sistem nilai-nilai kebangsaan kita.

Hari ini juga kita katakan selamat tinggal kepada politik cebong dan kampret, politik yang mengadu domba, memecah belah, dan merusak semua sistem nilai kebangsaan kita.

Dan mari kita ucapkan selamat datang politik kebhinekaan, yang mempersatukan semua komponen daya kehidupan dengan penghargaan pluralisme yang kokoh seutuhnya di negeri tercinta ini. Kita cinta pada bangsa Ini, kita cinta pada negeri ini, dan untuk itulah menjadi kewajiban kita untuk menghadirkan pemimpin yang mampu membangun negeri dengan berpegang teguh pada nilai-nilai kebangsaan.”

Penetapan Muhaimin bukan saja mengubah lansekap perpolitikan Indonesia dan Pemilu 2024, tapi juga membuat anggota koalisi, dalam hal ini Partai Demokrat kurang berkenan. Kata kata emosional seperti pengkhianatan dan pembohongan terucap dari petinggi Partai Demokrat. Ini membuat Surya Paloh, seorang petarung politik kawakan, juga kehilangan kesabarannya. Tak lama setelah itu, diambilnya keputusan untuk mempidanakan pimpinan Partai Demokrat dengan delik Penipuan Publik sebagai cara membalas tuduhan tersebut.

Namun pada saat-saat terakhir, ketika utusan Partai Nasdem sudah berada di Gedung Bareskrim, Mabes POLRI, Surya Paloh memerintahkan untuk membatalkan maksud tersebut.

Surya Paloh mengatakan: “Saya memang banyak kekurangan dan pasti pimpinan Partai Demokrat banyak juga kelebihannya. Namun saling melaporkan tidak akan menyelesaikan masalah dan hanya akan merugikan kepentingan nasional dan persatuan bangsa kita. Semoga Tuhan menunjukkan jalan terbaik bagi kita semua”. Insya Allah.

)***by Peter F. Gontha

Share Article :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *