Menanti Jurus Pamungkas SBY

Uritanet, Jakarta – 

“Politik bukan seni tentang kemungkinan, melainkan pilihan antara malapetaka dan hal tidak menyenangkan.
Politics is not the art of the possible. It consists in choosing between the disastrous and the unpalatable.
― John Kenneth Galbraith (1908-2006)

Di penghujung bulan Agustus, panggung politik nasional diguncang oleh Cak Imin. Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa ini sukses menunjukkan kelasnya. Walaupun bertubuh “mungil” tapi jangan remehkan tokoh politik yang satu ini. Mungkin begitu pesan yang ingin disampaikan Cak Imin sapaan akrab untuk Abdul Muhaimin Iskandar aka Gus AMI, Ketua Umum PKB sejak 2005 silam.

Di tengah kesenyapan politik pasca hingar bingar deklarasi Koalisi Partai pengusung Prabowo 13 Agustus yang lalu, tiba-tiba pada tanggal 31 Agustus, dari markas Partai Nasdem, Surya Paloh mengumumkan keputusan poltiknya, telah lahir pasangan capres-cawapres 2024, yaitu Anies Baswedan dengan Abdul Muhaimin Iskandar.

Sontak publik pemerhati dunia politik geger. Bagaimana tidak, kabar akan digelar deklarasi pasangan Anies-AHY sebagai capres-cawapres sudah santer terdengar. Tinggal menentukan tanggal yang tepat, maka Koalisi Perubahan dan Persatuan (KPP) yang terdiri dari Partai Nasdem, PKS dan Partai Demokrat resmi memiliki pasangan bakal capres-cawapres. Rencana itu kini lenyap dihempas kehadiran sosok baru di lingkaran KPP. Cak Imin berhasil membuyarkan mimpi indah SBY dan anaknya, AHY.

Bisa jadi SBY, Presiden ke-6 Republik Indonesia, sebagai ayah dari AHY merasa wajib turun gunung untuk merespon sikap mitra koalisinya.

“Pertemuan Majelis Tinggi Partai ini sangat penting. Ini sebuah emergency meeting karena terjadi peristiwa yang sangat mengejutkan dan tidak pernah kita bayangkan ini akan terjadi,” ujar SBY di Cikeas, Jawa Barat, Jumat (1/9/2023) seperti yang dikutip dari Kompas.com.

Selaku Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), mengungkapkan bahwa keputusan Anies Baswedan dan Nasdem untuk mengusung Muhaimin Iskandar sebagai calon wakil presiden Anies sebenarnya justru menyelamatkan Partai Demokrat.

“Saya kira kalau kita renungkan ini, ambil hikmahnya, kita dibebaskan dari dosa yang mungkin akan kita pikul kalau kita masih berada bersama-sama mereka itu dan mengusung seseorang menjadi pemimpin bangsa Indonesia,” kata SBY dalam Sidang Majelis Tinggi di kediamannya di Cikeas, Bogor, Jumat (1/9/2023).

Selain itu, SBY menilai bahwa Anies tidak memenuhi kriteria akhlak seorang pemimpin sebagaimana yang diajarkan dalam agama. Menurut SBY, Demokrat tidak perlu mendukung seorang calon presiden yang tidak jujur dan tidak amanah.

“Tidak amanah, berarti tidak bisa dipercaya dan mengingkari hal-hal yang disepakati, tidak pegang komitmen dan janjinya,” tegas SBY dengan raut wajah yang memendam rasa kecewa.

Wajarlah SBY marah. Karena pembentukan Koalisi Perubahan dan Persatuan bersama Nasdem dan PKS berproses sudah cukup lama. Harapan besar SBY agar putra sulungnya itu dapat tampil sebagai calon wakil presiden sudah terbayang dalam benaknya. Tapi semua itu kandas akibat manuver politik Surya Paloh dan sikap tidak amanah seorang Anies.

Analogi Permainan Ular Tangga

SBY sudah menumpahkan isi hatinya. Rasa marah, kecewa, kesal, dan sesal sudah diungkapkan kepada publik dalam format formal. Kini saatnya SBY bergegas mengatur strategi kembali mengejar ketertinggalan langkah.

Ibarat bermain “ular tangga”, Partai Demokrat masuk dalam kotak berisi kepala ular yang menelannya, hingga harus meluncur ke kotak paling bawah. SBY harus mengulangi permainan dari dasar, dengan harapan dapat meraih “tangga” keberuntungan yang dapat mempercepat langkah politiknya.

Pada titik inilah kecerdasan SBY dalam menyusun dan memainkan strategi politik sedang diuji. Pengalamannya menjabat Presiden RI selama dua periode tentu akan menjadi modal utama dalam menyusun keputusan strategis untuk menyelamatkan karir politik putranya.

Pemilu 2024 memang menjadi pertarungan terakhir bagi SBY untuk menghantarkan anaknya ke puncak pimpinan nasional, walaupun sebatas level dua. Mengingat usia SBY yang sudah mencapai 74 tahun. Setidaknya jika pada Pilpres 2024 ini AHY gagal menjadi kontestan, maka akan sulit baginya untuk menemukan momentum yang ideal bagi kepentingan politiknya di tahun 2029 dan 2034.

Secara umum, ada beberapa alternatif langkah politik yang bisa ditempuh oleh Partai Demokrat dan SBY. Pertama, Partai Demokrat menggagas koalisi baru bersama PPP dan PKS. Atau bisa juga dengan PAN. Jika partai-partai tersebut bergabung dalam koalisi tentunya dapat memenuhi syarat elektoral untuk mengusung capres-cawapres. Sangat mungkin memunculkan pasangan Sandi-AHY. Sebuah pasangan muda, good looking, sporty, dan cozy, yang bakal menjadi daya tarik kalangan pemilih milenial.

Kedua, Partai Demokrat bergabung ke koalisi yang sudah ada, mengusung Ganjar atau Prabowo. Konsekuensinya posisi tawar Partai Demokrat lemah dan mustahil bisa memosisikan AHY sebagai cawapres. Namun, setidaknya AHY dapat jabatan menteri untuk bekal politik pada periode berikutnya.

Ketiga, mengeluarkan jurus pamungkas atau jurus terakhir yang paling ampuh, hal ini hanya SBY yang paham. Sebagai langkah pamungkas tentu akan beresiko, jika berhasil akan membuat AHY memasuki orbit politik yang menguntungkan. Tapi bila gagal akan membuat AHY kian terpuruk.

Apapun strategi politik yang akan ditempuh oleh SBY dan Partai Demokrat sebaiknya tidak untuk sekedar melampiaskan kemarahan dan kekecewaan. Biarlah Surya Paloh, Anies, dan Cak Imin menikmati bulan madu politiknya. Melihat karakter politiknya masing-masing tentunya koalisi yang dibangun untuk mengusung pasangan Anies-Cak Imin sangat rentan dan rapuh. Cepat atau lambat akan menemukan takdirnya masing-masing, apakah sebuah malapetaka ataukah hal yang tidak menyenangkan.

SBY harusnya mampu membalikkan keadaan yang menyakitkan baginya menjadi “trigger factor” untuk meraih kesuksesan sejati, baik untuk AHY atau Partai Demokrat. Anggaplah apa yang terjadi ini sebagai “kado” indah menjelang hari kelahiran SBY dan Partai Demokrat di tanggal 9 September nanti.

)**Penulis: Agus Zaini; Co-Founder Cakra Manggilingan Institute

Share Article :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *