Uritanet, Jakarta –
Ketua Komite III DPD RI Hasan Basri, mengecam keras pernyataan ancaman pembunuhan yang disampaikan peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang. Lantaran pernyataan tersebut sangat tidak pantas disampaikan oleh Aparatur Sipil Negara.
“Pernyataan yang keluar seperti itu dari lembaga riset dan teknologi seperti BRIN, sangat luar biasa. Ini mencerminkan sikap intoleran, radikal, dan penuh kebencian serta kekerasan,” kata Hasan Basri (25/4/2023).
Senator asal Kalimantan Utara itu menilai, ancaman yang disampaikan sangat menodai kerukunan umat beragama. Dan aspirasi yang diterima, banyak masyarakat yang merasa khawatir, bahkan takut karena keselamatannya terancam.
“Ini bukan delik aduan. Kalau ada ancaman membunuh seperti ini, aparat penegak hukum (APH) harus segera melakukan langkah antisipatif. Paling tidak, pelakunya diamankan terlebih dahulu. Diperiksa dasar dari pernyataannya,” jelasnya.
Jadi apa yang disampaikan Andi Pangerang sangatlah berbeda dengan yang kita harapkan dari peneliti BRIN.
“Sangat berbeda, yang kita harapkan BRIN memiliki sikap toleran, rasional, objektif dan berbasis ilmiah. Disana kan berhimpun para ilmuwan dan teknologi,” jelas Hasan Basri.
Hasan Basri pun meminta kepada Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, segera mengambil sikap tegas atas perbuatan anak buahnya tersebut.
“Harus diperingatkan dan ditegur keras karena perbuatannya merusak reputasi BRIN. Kepala BRIN harus segera bertindak tegas sesuai dengan UU ASN. Ini tidak bisa dibiarkan dan tidak cukup dengan meminta maaf,” pungkas Hasan Basri.
Hasan Basri juga meminta agar laporan yang saat ini diajukan oleh Lembaga Bantuan Hukum dan advokasi Publik PP Muhammadiyah dapat segera diproses oleh Polri.
“jangan sampai dibiarkan berlarut terlalu lama, karena ini menyangkut kedamaian negeri. Kejadian seperti ini bisa bermasalah sampai ke tingkat daerah, dan ini juga menjadi peringat buat ASN lainnya agar setiap berkomentar hendaknya dilakukan dengan penuh kehati-hatian,” tegas Hasan Basri.
Ketua Komite III DPD RI itu mengatakan, di Indonesia, berbeda agama itu biasa. Semua saling menghormati. Semua hari besar umat beragama dirayakan dengan baik. Dijadikan hari libur bersama.
“Kalau yang beda agama saja bisa saling menghormati, kenapa yang hanya berbeda metode penentuan 1 Syawal malah hampir seperti mau perang? Perbedaan itu malah bukan hanya sekali ini terjadi. Sudah puluhan kali. Dan itu tidak hanya terjadi di Indonesia, di negara lain pun ratusan negara merayakan lebaran tanggal 21 April 2023,” tutupnya.
)*** LM/ Nawasanga