Putusan Perdata Tunda Pemilu Sampai Juli 2025, Janggal Bukan Kewenangan PN

Uritanet, Jakarta –

Perintah penundaan Pemilu 2024 tertuang dalam putusan perdata yang diajukan Partai Prima dengan KPU sebagai tergugat (2/3). Partai Prima, merasa dirugikan  KPU yang melakukan verifikasi administrasi partai politik calon peserta Pemilu. Dalam verifikasi ini, Partai Prima dinyatakan tidak memenuhi syarat dan gagal mengikuti verifikasi faktual. Padahal jenis dokumen yang sebelumnya dinyatakan tidak memenuhi syarat, ternyata juga dinyatakan memenuhi syarat oleh KPU dan hanya ditemukan sebagian kecil permasalahan.

Partai Prima menyebut KPU tidak teliti dalam melakukan verifikasi, sehingga menyebabkan keanggotaan partai politik ini dinyatakan tidak memenuhi syarat di 22 provinsi.

Sementara itu, Wakil ketua DPD RI Mahyudin, mengomentari putusan PN Jakarta Pusat yang meminta penundaan Pemilu sampai Juli 2025. Putusan itu janggal, karena bukan kewenangan Pengadilan Negeri (PN) untuk menangani perkara proses pemilu.

“Semua gugatan terkait keputusan dan penyelenggaraan pemilu seharusnya ditujukan kepada KPU sendiri. Jika tidak bisa, maka ke Bawasulu yang berwenang memutuskan siapa yang benar dan salah. Putusan bawaslu ini pun bisa dibawa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN),” terangnya (3/3).

Dan putusan PN Jakarta Pusat ini sangat merusak hukum dan tata negara yang sudah berjalan selama ini. Untuk itulah, Senator asal Kalimantan Timur ini meminta KPU untuk banding atas putusan tersebut. Kita meminta KPU melakukan banding terhadap keputusan PN Jakarta Pusat itu. Karena secara logika hukum dan tata negara putusan ini aneh dan mudah dipatahkan, katanya.

Apalagi pelaksanaan pemilu ini telah diatur sendiri di dalam undang-undang pemilu dan disebutkan pula di dalam konstitusi terkait penyelenggaraan pemilu setiap lima tahun sekali dan bersifat nasional.

“Jadi, proses hukum dan tata negara penundaan pemilu itu bukan wewenang Pengadilan Negeri di mana pun. Karena menurut undang-undang Pemilu, penundaan pemilu hanya bisa dilakukan oleh KPU untuk daerah-daerah tertentu yang mengalami masalah spesifik seperti bencana alam, dan sebagainya,” tegasnya.

Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, pun mencatat bahwa keliru putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) yang memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunda Pemilu 2024 itu keliru.

“Sejatinya gugatan Partai Prima adalah gugatan perdata, yakni gugatan perbuatan melawan hukum biasa, bukan gugatan perbuatan melawan hukum oleh penguasa, dan bukan pula gugatan yang berkaitan dengan hukum publik di bidang ketatanegaraan atau administrasi negara,” papar Yusril (3/3).

Dalam gugatan perdata biasa seperti itu, sengketa yang terjadi adalah antara penggugat (Partai Prima) dan tergugat (KPU), tapi tidak menyangkut pihak lain. Tak satu pun yang terkait, selain dari tergugat atau para tergugat dan turut tergugat, imbuhnya.

Oleh karena itu, Yusril berpendapat bahwa keputusan mengabulkan dalam sengketa perdata biasa, hanya mengikat penggugat dan tergugat saja, tidak dapat mengikat pihak lain. Berbeda dengan putusan di bidang hukum tata negara dan administrasi negara seperti pengujian UU oleh Mahkamah Konstitusi, atau peraturan lain oleh Mahkamah Agung RI. Putusan yang dikeluarkan akan berlaku untuk semua orang (erga omnes).

Dalam kasus Partai Prima, gugatan yang dikabulkan majelis hakim hanya mengikat Partai Prima sebagai penggugat dan KPU sebagai tergugat. Namun tidak mengikat partai-partai lain maupun calon yang sudah ditetapkan sebagai peserta pemilu, sambungnya.

Yusril berkesimpulan kalau hakim PN Jakpus berpendapat bahwa gugatan Partai Prima beralasan hukum, maka KPU harus dihukum untuk melakukan verifikasi ulang terhadap Partai Prima, tanpa harus mengganggu partai-partai lain dan maupun tahapan pemilu. Ini pun sebenarnya bukan materi gugatan perbuatan melawan hukum, tetapi gugatan sengketa administrasi pemilu yang harus dilakukan di Bawaslu dan Pengadilan Tata Usaha Negara, jelas Yusril.

Malah semestinya majelis menolak gugatan Partai Prima, atau menyatakan niet ontvankelijke verklaard (NO) atau gugatan tidak dapat diterima karena pengadilan negeri tidak bewenang mengadili perkara tersebut, tandasnya.

)***tjoek

Share Article :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *