URITANET,-
Wakil Ketua DPD RI Mahyudin menilai DPD RI memiliki porsi ideal bila memiliki kewenangan yang cukup dalam memperjuangkan kepentingan daerah otonom, pemekaran, dan dana transfer daerah yang berkeadilan. Memang diakui bahwa selama ini tidak sedikit kepala daerah yang tersandung kasus korupsi akibat lemahnya pengawasan.
“Saya kira banyak kepala daerah tertangkap KPK karena lemahnya pengawasan terhadap otonomi daerah. Saya lebih setuju otonomi daerah diberikan kepada provinsi dulu, kemudian provinsi yang menilai mana kabaputen/kota yang mumpuni atau yang belum,” tukas Mahyudin.
Secara keseluruhan otonomi daerah itu tidak sepenuhnya buruk sehingga diperlukan beberapa perbaikan. Dengan demikian dibutuhkan kamar kedua atau sistem bikameral yang ideal untuk mengawal pembangunan daerah.
“Kami di DPD RI, setiap provinsi diwakili empat orang dengan kualitas yang mumpuni serta modal besar suara rakyat. Dengan sistem bikameral yang ideal kami yakin dapat mengawal pembangunan daerah,” terangnya.
Mahyudin juga menyakini bahwa sangat tepat bila DPD RI berada digarda terdepan dalam memperjuangkan aspirasi daerah. Tapi sayangnya lembaga ini belum maksimal sesuai harapan para pendirinya.
“Untuk itu kami menginginkan adanya Amandemen Pasal 22D UUD 1945, dimana bisa menghilangkan kata ‘dapat’. Jika itu saja terwujud maka sudah sangat luar biasa,” harapnya.
Ia mempercayai jika hal tersebut dapat terwujud maka Indonesia akan menjadi negara strong bicameral yang memiliki check and balances.
“Kita mau ada sebuah sistem yang saling mengisi antara DPR RI dan DPD RI, sehingga akan menciptakan iklim demokrasi yang sehat,” ucapnya.
Mahyudin juga menyadari kehadiran DPD RI masih jauh dari cita-cita pendirinya sebagai pengawal aspirasi dan kebutuhan daerah. Fungsi check and balances antar sesama lembaga perwakilan sampai saat ini belum bisa diwujudkan.
“Beberapa akademisi malah memberikan penilaian bahwa pelaksanaan tugas konstitusi DPD RI saat ini hanya berjalan pada sistem tata negara dengan iklim demokrasi prosedural,” katanya.
Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyarankan agar Anggota DPD RI lebih banyak berkantor di daerah ketimbang di pusat. Dengan demikian, DPD RI akan lebih banyak menampung aspirasi atau permasalahan di daerah.
“Kami siap membantu, kalau perlu Anggota DPD RI kami siapkan ruangan di Kantor Gubernur. Jadi ketika saya selesai rapat paripurna dengan DPRD, maka bisa menyerahkan kepada DPD RI. Nanti DPD RI bisa bawa ke pusat,” tuturnya.
Ia juga menilai jika hal itu dilakukan secara intens maka DPD RI akan lebih terkenal di masyarakat. Apalagi DPD RI masih bersih atau jauh dari korupsi sehingga menjadi harapan besar bagi masyarakat.
“DPD RI sebenarnya masih bersih tentunya menjadi harapan rakyat. Ke depan bila turun bersama kami, bisa menjadi harapan para petani,” paparnya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komite III DPD RI Sylviana Murni mengaku setuju bila Anggota DPD RI lebih banyak di daerah. Namun dengan kewenangan yang seperti saat ini, DPD RI hanya bisa menjembatani saja tapi tidak bisa mengambil suatu tindakan.
“Untuk itu kami menginginkan adanya perubahan dalam Pasal 22D UUD 1945,” katanya.
Pada kesempatan ini hadir Wakil Ketua Kelompok DPD RI Abdul Kholik, Ketua BULD DPD RI H Pangeran Abdurahman Bahasyim, Ketua Komite III DPD RI Sylviana Murni, Wakil Ketua Komite I DPD RI Fernando Sinaga, Wakil Ketua PURT DPD RI Hasan basri, Wakil Ketua BK DPD RI Yustina Ismiati, dan Ketua BKSP DPD RI Gusti Farid Hasan Aman.
)**Jegegkumbanghitam