Jakarta (Uritanet) –
Anggota DPD RI, Pdt. Penrad Siagian mengungkapkan lemahnya implementasi otonomi daerah di Indonesia.
Ia menyoroti bagaimana provinsi kaya justru menjadi daerah yang paling bergantung pada keuangan pemerintah pusat.
Demikian dalam rapat Komite I DPD RI bersama Mendagri Dalam Negeri Tito Karnavian dan WaMendagri (10/12).
“Data menunjukkan 10 provinsi terkaya di republik ini berada di posisi paling buncit dalam hal kemandirian fiskal,” tegas Penrad.
Artinya, ada masalah besar dalam pengelolaan sumber daya alam.
UU Minerba membuat hak daerah tergerus karena pengelolaan SDA, Pusat mengambilalihlanjutnya.
Ia juga mengkritik kebijakan UU Cipta Kerja, yang memangkas kewenangan daerah dan memperkuat sentralisasi.
“Pemerintah secara sistemik mendesain ketergantungan daerah dengan regulasi yang ada,” ujar Penrad.
“UU Otda perlu harmonisasi dengan berbagai regulasi lain, termasuk UU No. 23 Tahun 2014,” ujarnya.
Penrad pun menyoroti pentingnya mempercepat pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB).
Ia menyebut, jika penataan otonomi daerah dilakukan dengan baik dan daerah diberi kewenangan yang adil.
Maka DOB tidak akan menjadi beban pemerintah pusat. Karena daerah yang mengajukan DOB punya potensi.
Baik potensi dari segi SDA dan SDM. Dengan pengelolaan yang baik, mereka bisa mandiri, tambahnya.
Usai audiensi Forum Koordinasi Nasional Percepatan Pembentukan Daerah Otonomi Baru Seluruh Indonesia (FORKONAS PP DOB) (9/12).
Penrad juga mengangkat isu status wilayah administrasi desa yang hingga kini masih berstatus kawasan hutan.
Ia menyebut hampir 60 persen wilayah administratif di Indonesia berada di kawasan hutan, termasuk 33 ribu dari total 77 ribu desa di Indonesia.
“Desa-desa ini secara administrasi berada di bawah Kemendagri, tetapi status wilayahnya di bawah Kementerian Kehutanan,” jelasnya.
Ini menjadi persoalan besar karena banyak desa, termasuk kantor kepala desa, secara hukum masih dianggap berada di hutan.
“Bagaimana kita tidak malu dengan kondisi ini?” kritiknya.
Ada desa-desa yang memiliki kantor kepala desa, pemukiman, dan fasilitas pemerintahan. Tetapi secara hukum dianggap kawasan hutan.
“Ini memalukan bagi negara yang sudah merdeka puluhan tahun, ujarnya menambahkan.
Penrad mendesak Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Kehutanan untuk segera berkoordinasi.
Memetakan ulang wilayah administrasi desa agar status desa ini keleuar dari kawasan hutan dan berkepastian hukum.
Di akhir pernyataannya, Penrad menegaskan bahwa otonomi daerah di Indonesia masih berjalan setengah hati.
Ia mengajak semua pihak untuk memperkuat otonomi daerah melalui harmonisasi regulasi dan penguatan kewenangan daerah.
Pusat selama ini mempertahankan ketergantungan daerah. Cita-cita kemandirian daerah hanya wacana.
“Harmonisasi UU dan penguatan hak daerah adalah kunci untuk membangun Indonesia yang lebih adil,” pungkasnya.
)**Tjoek