Jakarta (Uritanet) :
Dalam upaya memperkuat program Bangga Kencana (Bangga Membangun Keluarga), Pemerintah melalui BKKBN bersama mitra kerja menggelar Fasilitasi Teknis Program Bangga Kencana di GOR Pasar Senen, Kecamatan Senen, Kota Administrasi Jakarta Pusat, pada Rabu, 22 Oktober 2025.
Kegiatan ini dihadiri oleh M. Yahya Zaini, SH, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI; Dr. Nyigit Wudi Amini, S.Sos., M.Sc, Direktur Analisa Dampak Kependudukan Kementerian Dukcapil/BKKBN; serta Leny Yunengsih, Kepala Bidang Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana DPPAPP Provinsi DKI Jakarta.
Dalam sambutannya, M. Yahya Zaini menegaskan pentingnya pembangunan keluarga sebagai pondasi bangsa yang kuat. “Pembangunan keluarga itu sangat penting, karena dari keluarga yang sehat dan sejahtera akan lahir kebahagiaan,” ujarnya.
Ia menyoroti masih tingginya angka stunting di Jakarta, yakni sekitar 17%, sementara target nasional tahun 2025 adalah turun menjadi 14%. Namun, menurutnya, target tersebut belum sepenuhnya realistis jika tidak diimbangi dengan perbaikan menyeluruh di tingkat masyarakat.
“Penurunan stunting ini penting karena kita ingin membangun keluarga yang sehat, cerdas, dan kuat. Jika kita tidak mampu menurunkannya di bawah 10%, maka sulit membayangkan generasi muda yang unggul pada tahun 2045,” tambah Zaini dengan nada optimistis.
1000 HPK, Kunci Mencegah Gagal Tumbuh
Lebih jauh, Yahya menjelaskan bahwa stunting merupakan kondisi gagal tumbuh akibat kekurangan gizi kronis pada masa 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) — yakni 270 hari dalam kandungan dan 730 hari setelah lahir.
Masa ini, menurutnya, sangat krusial karena 80% otak manusia terbentuk dalam periode tersebut.
Untuk itu, ia menegaskan tiga langkah utama pencegahan stunting, Pertama ; Pemenuhan gizi ibu hamil, khususnya protein hewani seperti telur, ikan, dan daging.
Kedua ; Pemberian ASI eksklusif selama enam bulan tanpa tambahan makanan lain. Dan ketiga ; Pemantauan rutin di posyandu, dengan menimbang berat badan dan mengukur tinggi bayi sesuai standar kesehatan.
“Stunting tidak bisa diobati, hanya bisa dicegah. Upaya pengobatan mungkin hanya berhasil sekitar 20%, selebihnya bergantung pada pencegahan sejak dini,” tambahnya.
Selain itu, ia mengingatkan pentingnya lingkungan bersih dan sehat untuk mencegah anak dari berbagai penyakit yang dapat menghambat pertumbuhan.
“Kalau lingkungannya bersih, anaknya akan sehat. Itu kunci sederhana tapi sangat menentukan,” tegasnya.
Langkah Nyata Menuju Generasi Emas
Program ini menjadi bukti nyata sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan mitra kerja dalam mewujudkan keluarga berkualitas. Melalui edukasi dan pendampingan berkelanjutan, BKKBN berharap masyarakat semakin sadar bahwa pencegahan stunting dimulai dari rumah.
Keluarga bukan hanya tempat berteduh, tetapi juga sekolah pertama bagi anak-anak bangsa. Dengan keluarga sehat, lahir generasi kuat; dengan lingkungan bersih, tumbuh harapan baru bagi masa depan Indonesia.
Mencegah stunting bukan sekadar program — ini adalah gerakan nasional membangun peradaban. Saat keluarga berdaya, bangsa pun berjaya. Karena sejatinya, masa depan Indonesia tumbuh dari sehatnya anak-anak hari ini.
Selanjutnya, Leny Yunengsih, Kepala Bidang Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana DPPAPP Provinsi DKI Jakarta. melangkah pasti melalui Survey Pengalaman Hidup Perempuan Daerah Tahun 2024.
Langkah ini bukan sekadar kegiatan administratif, melainkan refleksi mendalam atas komitmen Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menghadirkan kebijakan publik yang berpihak, berbasis fakta, dan menyentuh sisi kemanusiaan secara utuh.
Sebagai lembaga yang memegang peran strategis dalam urusan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, UPT PPPA DKI Jakarta menjalankan tanggung jawab besar dalam mencegah serta menangani kekerasan, diskriminasi, dan ketidaksetaraan gender. Melalui pendekatan humanis, preventif, dan edukatif, PPPA DKI Jakarta berupaya menghadirkan sistem perlindungan yang tidak hanya reaktif terhadap kasus, tetapi juga proaktif membangun kesadaran masyarakat.
Lebih dari sekadar pelaksanaan program, inisiatif ini menjadi ajakan terbuka bagi seluruh elemen masyarakat untuk bergerak bersama. Karena perlindungan perempuan dan anak bukan tugas satu pihak, melainkan tanggung jawab kolektif yang menuntut empati, kolaborasi, dan aksi nyata.
Sinergi antara pemerintah, lembaga sosial, akademisi, dan masyarakat menjadi kunci dalam mewujudkan Jakarta sebagai kota layak anak dan ramah perempuan—tempat di mana setiap individu merasa aman, berdaya, dan dihargai secara setara.
Dari data menuju tindakan, dari empati menuju kebijakan, Jakarta terus bergerak, tumbuh, dan maju untuk keadilan sosial.
Perlindungan bukan hanya tindakan, tetapi cerminan nurani. Dari Jakarta untuk Indonesia yang setara dan berdaya.
)**Tjoek

