Riau (Jakarta) :
Ketika dunia berhadapan langsung dengan krisis iklim dan degradasi lingkungan yang semakin akut, inisiatif restorasi hutan bukan hanya menjadi kebutuhan—tapi keharusan. Data dari Global Land Outlook edisi kedua yang dirilis oleh United Nations Convention to Combat Desertification (UNCCD) tahun 2022 menunjukkan bahwa setiap menit, dunia kehilangan lahan seluas empat lapangan sepak bola akibat degradasi. Sekitar 40% daratan global telah terdegradasi, mengancam ketahanan pangan, air, dan iklim dunia.
Merespons tantangan ini, Belantara Foundation menggandeng mitra sektor swasta asal Jepang dalam aksi tanam pohon simbolis di kawasan Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim (Tahura SSH), Provinsi Riau.
Kegiatan ini berlangsung pada Selasa, 17 Juni 2025, sebagai wujud nyata kolaborasi multipihak dalam upaya restorasi ekosistem hutan yang telah rusak.
Melibatkan Kesatuan Pengelola Hutan Produksi (KPHP) Minas Tahura dan Kelompok Tani Hutan setempat, aksi ini menanam pohon langka seperti ramin (Gonystylus bancanus) dan gaharu (Aquilaria malaccensis), dua spesies yang kini terancam punah dan menjadi simbol penting pelestarian keanekaragaman hayati.
Ekosistem Pulih, Masa Depan Terbuka
Direktur Eksekutif Belantara Foundation, Dr. Dolly Priatna, menyatakan bahwa restorasi ekosistem menjadi agenda global yang mendesak. PBB melalui Majelis Umum telah mencanangkan Dekade Restorasi Ekosistem 2021–2030, dengan target memulihkan 1,5 miliar hektar lahan terdegradasi secara global. Ini bukan hanya soal menyelamatkan alam, tapi tentang menjaga ketahanan pangan, pasokan air, dan stabilitas iklim.
“Restorasi ekosistem adalah jawaban nyata terhadap krisis iklim, penurunan kualitas lingkungan, dan ancaman keanekaragaman hayati. Proyek ini juga membuka peluang sosial-ekonomi bagi masyarakat lokal secara berkelanjutan,” ungkap Dolly, yang juga dosen di Universitas Pakuan dan anggota Commission on Ecosystem Management IUCN.
Melalui tema global “Pulihkan Lahan, Buka Peluang”, peringatan Hari Penanggulangan Degradasi Lahan dan Kekeringan Sedunia 2025 menegaskan pentingnya aksi nyata dari berbagai pihak. Kegiatan tanam pohon di Riau menjadi bukti konkret bahwa dunia usaha tidak tinggal diam. Kolaborasi lintas negara seperti ini menjadi simbol penguatan peran sektor swasta dalam mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Jepang Berperan Aktif dalam Restorasi Alam Indonesia
Representative Director APP Japan Ltd., Tan Ui Sian, menyampaikan bahwa Jepang kini semakin serius terlibat dalam program Forest Restoration Project: SDGs Together. Program ini secara khusus mendukung:
- SDG 12: Konsumsi dan produksi berkelanjutan,
- SDG 13: Aksi terhadap perubahan iklim,
- SDG 15: Perlindungan dan pemulihan ekosistem daratan,
- SDG 17: Penguatan kemitraan global.
“Kami ingin mendorong lebih banyak pemangku kepentingan di Jepang dan internasional untuk bergabung. Kerja sama dengan KPHP Minas Tahura yang kini memasuki tahap ke-5 telah menjadi fondasi kuat,” tegas Tan.
Tahura SSH: Antara Ancaman dan Harapan
Sri Wilda Hasibuan, S.Sos., M.Si., Kepala KPHP Minas Tahura, mengungkapkan bahwa kawasan konservasi Tahura SSH seluas 6.000 hektar telah mengalami tekanan berat akibat perambahan, pembalakan liar, dan aktivitas ilegal lainnya. Namun, dengan semangat kolaborasi, upaya pemulihan terus dilakukan.
“Program Forest Restoration Project: SDGs Together ini kami dorong bukan hanya untuk memulihkan kawasan hutan, tetapi juga mendukung pencapaian NDC (Nationally Determined Contribution) Indonesia dalam menurunkan emisi karbon secara signifikan,” ujar Sri.
Pemulihan hutan bukan lagi sekadar wacana. Di Riau, sebuah langkah kecil menjadi titik balik besar: aksi tanam pohon yang menggugah kesadaran, membangun kemitraan, dan membuka harapan. Restorasi ekosistem adalah jantung dari keberlanjutan. Dan ketika semua pihak—pemerintah, swasta, komunitas lokal, hingga dunia internasional—bergerak bersama, masa depan hijau bukan lagi mimpi.
Jangan biarkan bumi menunggu. Pulihkan sekarang, karena dari sebatang pohon, harapan bisa tumbuh kembali.
)***Tjoek