Jakarta (Uritanet) :
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia melarang pengecer menjual Gas Elpiji 3 kg. Keputusan ini segera mendapat respons dari Presiden Prabowo Subianto pada 4 Februari. Presiden menginstruksikan agar pengecer tetap dapat menjual Gas Elpiji 3 kg, tetapi dengan ketentuan baru, yaitu melalui proses pendaftaran sebagai sub-pangkalan resmi.
Kebijakan ini diambil untuk mengendalikan beban subsidi yang terus meningkat. Pada akhir 2024, subsidi Gas Elpiji 3 kg mencapai Rp80 triliun per tahun. Pemerintah ingin memastikan subsidi ini hanya dinikmati oleh masyarakat yang benar-benar berhak.
Desakan Perbaikan Tata Kelola
Wakil Ketua Komite III DPD RI, Dr. Erni Daryanti, M.Biomed, menegaskan perlunya perbaikan tata kelola Gas Elpiji 3 kg agar distribusinya lebih tepat sasaran. Ia mendorong pemerintah segera melakukan langkah konkret untuk memastikan subsidi ini sampai kepada masyarakat miskin, pelaku usaha mikro, nelayan, dan petani kecil.
“Pemerintah harus memperbaiki tata kelola distribusi Gas Elpiji 3 kg agar lebih tepat sasaran dan memastikan ketersediaannya di pasaran,” ujar Erni.
Selama ini, pengawasan terhadap penjualan Gas Elpiji 3 kg masih menjadi tantangan. Penjualan dari Pertamina ke agen dan pangkalan sudah termonitor dengan baik. Namun, distribusi dari pengecer ke masyarakat sering kali tidak terkendali, baik dari segi harga maupun penggunaannya.
Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 28 Tahun 2008, harga jual resmi dari Pertamina ke agen atau pangkalan ditetapkan sebesar Rp12.750 per tabung. Harga eceran tertinggi (HET) di tingkat pangkalan berbeda-beda tergantung wilayah, berkisar Rp15.000 hingga Rp16.000 per tabung. Namun, di lapangan, harga Elpiji 3 kg sering kali melambung hingga Rp20.000 atau bahkan lebih dari Rp25.000 per tabung.
Erni juga menyoroti pentingnya monitoring terhadap harga dan pengguna Gas Elpiji 3 kg. Ia menegaskan bahwa subsidi ini hanya diperuntukkan bagi masyarakat miskin dan kelompok usaha kecil, bukan untuk pengguna dari golongan ekonomi menengah ke atas.
“Pengawasan distribusi gas subsidi ini harus diperketat. Jika tidak, anggaran negara akan terus terbebani, bahkan lebih besar dari subsidi BBM seperti Pertalite dan Biodiesel,” tegasnya.
Ia juga menekankan perlunya pendataan pengguna Gas Elpiji 3 kg agar tidak terjadi penyalahgunaan, termasuk praktik penimbunan dan pengoplosan ke tabung 12 kg.
“Penegak hukum harus memastikan tidak ada penyelewengan, baik dalam bentuk penimbunan yang memicu kelangkaan maupun pengoplosan yang merugikan masyarakat,” tambahnya.
Pemerintah kini tengah menyusun langkah strategis untuk memperbaiki tata kelola Gas Elpiji 3 kg. Dengan kebijakan baru yang mengatur peran pengecer sebagai sub-pangkalan resmi, diharapkan distribusi gas subsidi menjadi lebih transparan dan tepat sasaran.
)**Nawasannga