Tolak Pemberian Kewenangan Perguruan Tinggi Mengelola Tambang: Hadiah Pahit 100 Hari Kerja Pemerintah

Jakarta (Uritanet ) :

Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming memasuki 100 hari pertama. Namun, berbagai kebijakan yang diharapkan memberikan manfaat bagi masyarakat justru menghadirkan polemik baru. Salah satu yang menuai kritik tajam adalah revisi Rancangan Undang-Undang Mineral dan Batubara (RUU Minerba) yang diusulkan oleh DPR. Salah satu poin revisi ini adalah pemberian kewenangan kepada perguruan tinggi untuk mengelola tambang.

Kebijakan ini menuai kontroversi karena dinilai tidak relevan dan berpotensi membebani dunia akademik yang seharusnya fokus pada pengembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan. Artikel ini akan membahas implikasi kebijakan tersebut, mengkritisinya dari sudut pandang hukum politik, dan menawarkan alternatif solusi yang lebih berkeadilan.

Beban Baru Perguruan Tinggi

Perguruan tinggi di Indonesia telah lama menghadapi berbagai tantangan, mulai dari masalah pendanaan hingga administrasi yang berat. Ketika tugas utamanya adalah mencetak generasi unggul yang siap bersaing di tingkat global, menambah tanggung jawab berupa pengelolaan tambang jelas bukan langkah yang rasional.

Dalam hal ini, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut kebijakan ini sebagai bentuk distribusi manfaat kepada masyarakat. Namun, narasi ini terlihat tidak logis mengingat pemerintah sendiri sering kali gagal dalam memastikan implementasi kebijakan yang lebih sederhana, seperti pelibatan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam pengelolaan tambang. Lalu, bagaimana perguruan tinggi yang sudah terbebani masalah internal mampu mengelola tambang dengan baik !?

Baca Juga :  KAI Daop 1 Jakarta Gandeng Kejari Jakarta Pusat untuk Pengamanan Aset

Perguruan tinggi adalah institusi pendidikan yang seharusnya bebas dari konflik kepentingan. Dengan diberi kewenangan mengelola tambang, kampus-kampus di Indonesia berpotensi kehilangan daya kritisnya terhadap kebijakan publik yang merugikan lingkungan atau masyarakat lokal. Konflik kepentingan ini dapat merusak reputasi perguruan tinggi sebagai pilar independensi akademik dan moral bangsa.

Pemberian tambang kepada perguruan tinggi juga tidak sejalan dengan semangat pemerintahan saat ini yang telah menambah jumlah kementerian untuk memastikan fokus tanggung jawab masing-masing. Ironisnya, kebijakan ini justru membebani sektor pendidikan dengan tanggung jawab yang tidak sesuai kapasitasnya.

Solusi Alternatif

Daripada menyerahkan tambang kepada perguruan tinggi, pemerintah seharusnya mempertimbangkan langkah-langkah berikut:

Pertama ; Peningkatan Kesejahteraan Dosen dan Tenaga Pendidik

Pemerintah harus fokus pada pencairan tunjangan kinerja yang tertunda, meningkatkan kesejahteraan dosen, serta mengurangi beban administrasi mereka. Langkah ini akan menciptakan ekosistem akademik yang lebih produktif dan berkelanjutan.

Baca Juga :  Pemilu Diundur … Uhhh … Bid’ah

Kedua ; Program Beasiswa untuk Komunitas Lokal

Kebijakan afirmatif yang mewajibkan perusahaan tambang menyediakan beasiswa bagi masyarakat sekitar tambang akan lebih berkeadilan. Langkah ini juga dapat memperkuat koneksi antara dunia akademik dan kebutuhan lokal.

Ketiga ; Menjaga Independensi Akademik

Perguruan tinggi harus tetap fokus pada tugas utamanya: mengkritisi kebijakan publik, mengembangkan ilmu pengetahuan, dan mendidik generasi penerus. Pelibatan mereka dalam pengelolaan tambang hanya akan merusak kredibilitas akademik.

Revisi RUU Minerba dengan memberikan kewenangan tambang kepada perguruan tinggi adalah contoh nyata kebijakan yang tidak berpihak pada pendidikan maupun keberlanjutan lingkungan.

Kebijakan ini menciptakan risiko besar terhadap integritas akademik, memicu konflik kepentingan, dan membebani sektor pendidikan yang seharusnya difokuskan untuk mencetak generasi unggul.

Pemerintah seharusnya mendengarkan aspirasi dosen dan tenaga pendidik yang selama ini hanya menginginkan perbaikan sederhana: kesejahteraan yang layak dan penguatan kualitas pendidikan. Dengan begitu, pendidikan tinggi di Indonesia dapat menjadi pilar utama pembangunan bangsa tanpa terbebani oleh tanggung jawab yang tidak relevan.

)**Oleh Al Hidayat Samsu, S.Pd., M.Pd. Anggota DPD RI Komite III Periode 2024-2029

Share Article :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *