Surabaya (Uritanet) :
“Dan saat ini kita punya harapan untuk mewujudkan gerakan tersebut, mengingat saat ini kita memiliki Presiden yang di dalam bukunya Paradoks Indonesia dan Solusinya, Pak Prabowo Subianto telah menuliskan bahwa bangsa ini harus kembali ke Pancasila,” tegas LaNyalla Mattalitti.
Kita harus kembali menerapkan sistem yang dirumuskan pendiri bangsa. Harus mengutamakan kepentingan nasional di atas kepentingan asing. Semoga apa yang ditulis di dalam buku tersebut, mampu diwujudkan oleh Presiden Prabowo, harap LaNyalla.
Seperti diketahui, Senator asal Jawa Timur AA LaNyalla Mahmud Mattalitti membuka bedah buku Prahara Bangsa mengulas imperialisme moderen dan harapan kepada Presiden Prabowo.
Hall KADIN Jawa Timur menjadi tempat bedah buku karya pengamat ekonomi politik Ichsanuddin Noorsy, yang merangkainya dengan dialog itu (17/12).
Bedah buku juga menghadirkan Guru Besar ITS Daniel M Rosyid dan Associate Profesor Universitas Airlangga Radian Salman.
LaNyalla Mattalitti pun berkesempatan mengulas pertemuan Bretton Woods pada Juli 1944, yang melahirkan strategi penguasaan atas negara dunia ketiga dan negara yang baru merdeka oleh negara dunia pertama.
Dalam pertemuan yang menghasilkan empat keputusan itu sebagai strategi baru penguasaan tanpa penjajahan fisik dan militer.
Pertama, di bidang ekonomi, mereka membentuk Bank Dunia atau World Bank, yang berfungsi memberi pinjaman alias hutang kepada negara-negara yang baru merdeka, dengan persyaratan pembangunan model tertentu.
Kedua, di bidang moneter, mereka mendirikan IMF, untuk membantu neraca pembayaran luar negeri negara-negara yang baru merdeka melalui suntikan bank note di bank sentral masing-masing negara.
Ketiga di bidang perdagangan, mereka mendirikan GATT, untuk mengatur model perdagangan dunia agar sesuai dengan kepentingan mereka.
Dan yang Keempat, di bidang politik, mereka mendirikan PBB.
Presiden Soekarno pada era Orde Lama melawan proposal mereka dan memahami watak Kapitalis Imperialis yang bertentangan dengan Pancasila.
Soekarno memilih bergabung ke blok COMECON, yang tak lain adalah blok ekonomi negara-negara komunis, urai Ketua DPD RI ke-5 itu.
Sementara era Orde Baru, wacana developmentalisme menjadi prioritas Soeharto membuka jalan bagi lembaga-bentukan kelompok Kapitalis Imperialis ini.
Hingga puncaknya, ketika terjadi krisis moneter, Presiden Soeharto terpaksa menandatangani Letter of Intent yang disodorkan IMF, jelas LaNyalla.
Dan kemenangan total Kapitalis Imperialis di Indonesia terjadi di era Reformasi yang ditandai dengan perubahan sistem bernegara Indonesia.
Melalui Amandemen Empat Tahap, mulai di tahun 1999 hingga 2002 silam. Dimana selama dua dekade ini, kita sudah masuk semakin dalam jebakan.
“Jebakan hutang luar negeri dan jebakan kebijakan yang harus kita patuhi dan ratifikasi,” tukasnya.
Oleh karena itu, gerakan kembali ke sistem bernegara sesuai rumusan pendiri bangsa, yakni dengan menjalankan sistem demokrasi Pancasila.
Pilihan paling rasional untuk mengembalikan kejayaan dan jati diri bangsa Indonesia. Sidang paripurna DPD RI pada 14 Juli 2023 silam, telah memutuskannya, pungkasnya.
Sejumlah tokoh yang terdiri akademisi, pengurus organisasi, pemerhati konstitusi, mahasiswa serta sejumlah wartawan senior tampak hadir dalam bedah buku Prahara Bangsa yang dimoderatori Ketua PWI Jawa Timur Lutfil Hakim. Bedah buku juga disiarkan langsung melalui beberapa kanal online.
)***Tjoek