Uritanet, Jakarta –
dr. Erni Daryanti, M.Biomed, Wakil Ketua Komite III DPD RI mencatat ada persoalan tentang kesehatan jiwa (mental) di masyarakat, khususnya kepada anak bangsa. Lo
Kasus remaja MAS (14 tahun) di Lebak Bulus Jakarta, yang membunuh Nenek, Ayah dan melukai ibunya, menambah panjang kasus anak berhadapan dengan hukum.
Kemenkes di tahun 2019 menyebut penyakit gangguan jiwa (mental) merupakan penyakit yang berkontribusi besar menyebabkan kematian penduduk Indonesia.
Selain penyakit kardiovaskuler, penyakit neoplasma, penyakit infeksi pernapasan atau tuberkolosis.
Beberapa jenis gangguan jiwa yang dialami penduduk Indonesia antara lain gangguan depresi, cemas, skizofrenia, bipolar, gangguan perilaku dan autis.
Gangguan depresi menduduki urutan pertama dalam 3 dekade. Gangguan depresi dialami semua kelompok usia penduduk Indonesia.
Merujuk Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, gangguan depresi terjadi di rentang usia remaja (15-24 tahun) dengan prevalansi 6,2%.
Pola prevalansi depresi meningkat seiring dengan peningkatan usia. Tertinggi umur diatas 75 tahun dengan prevalansi 8.9%. Jumlahnya cenderung mengalami peningkatan.
Indonesia memiliki prevalansi orang dengan gangguan jiwa sekitar 1 dari 5 penduduk. Artinya sekitar 20% populasi di Indonesia mempunyai potensi gangguan jiwa.
UNICEF pun mencatat 29 % orang muda berusia 15 – 24 di Indonesia menyatakan sering merasa depresi. 6,2 % pelajar perempuan dan 4 % pelajar laki-laki berusia 13 – 15 tahun menyatakan serius mempertimbangkan upaya bunuh diri.
Sementara perilaku untuk meminta bantuan, dalam rentang umur 15-19, sebanyak 57% menyebut engan meminta bantuan.
Lantaran takut kondisi kesehatannya diketahui umum dan 22% beranggapan tindakan terapi akan berdampak negatif kepada rasa percaya dan masa depan.
Mengutip data tersebut, tak heran jika peristiwa keji dan diluar nalar manusia normal selalu hadir di lingkungan sekitar.
Baik melalui pemberitaan di media atau muncul dalam timeline sosial media kita. Mereka secara sadar bunuh diri, orang tua membunuh anak atau sebaliknya, suami membunuh istri atau sebaliknya, pemerkosaan dalam keluarga (dilakukan oleh ayah, paman, kakek bahkan kakak sendiri).
“Indonesia darurat kesehatan jiwa,” ujar Senator Kalimantan Tengah ini.
Erni menegaskan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, seharusnya Indonesia tidak perlu khawatir tentang penanganan dan layanan kesehatan jiwa bagi seluruh warga negara.
Program Transformasi Kesehatan yang dicanangkan Kementerian Kesehatan, menempatkan Kesehatan Jiwa sebagai sub sistem dari Sistem Kesehatan Nasional.
Sejatinya harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pencanangan dan pelaksanaan program Transformasi Kesehatan.
Namun faktanya hingga saat ini kesehatan jiwa merupakan permasalahan kesehatan yang belum terselesaikan di tengah masyarakat dan di tingkat nasional.
Pemerintah harus serius dalam menangani persoalan kesehatan jiwa, khususnya pada anak dan remaja. Target Indonesia Emas pada tahun 2045.
Program Quick Win Kesehatan, Presiden Prabowo, berupa pembangunan dan revitalisasi rumah sakit juga menyasar Rumah Sakit Jiwa sebagai rumah sakit khusus di daerah.
RS Jiwa menjadi salah satu fasilitas kesehatan yang memberi layanan pencegahan gangguan kesehatan jiwa melalui konseling psikologi.
Ada 8 provinsi yang belum memiliki RS Jiwa seperti Papua Barat, Sulawesi Barat, Gorontalo, Kalimantan Utara, Papua Pegunungan, Papua Tengah, Papua Selatan dan Papua Barat Daya.
Pasal 52 ayat (2) UU Kesehatan Jiwa memerintahkan RS Umum dengan layanan psikiatri. Baru 318 dari 720 RSUD yang memiliki layanan psikiatri,” tukas Erni.
)**Gharib/ Tjoek