Salah satu oleh-oleh yang ia dapatkan yakni tentang budaya Betawi yang selalu jujur dan toleran dengan siapapun. Jakarta yang menjadi tempat berkumpul orang dari beragam suku juga tak mensyaratkan pendatang untuk menanggalkan budaya asli mereka, namun perlu hidup berdampingan dengan rukun dan bersama-sama memajukan Jakarta.
“Saya tidak menghalangi kalau orang lain panggil Abang. Saya enggak bisa maksa orang. Tapi saya sendiri, dari kecil ya dipanggilnya Akang. Pak Jokowi dulu dari Solo ke Jakarta kan juga dipangginya Mas Jokowi, Mas Pramono panggilannya Mas Pram. Begitu pula dengan Pak Ahok,” ujar Ridwan Kamil.
Posisi Jakarta yang multi etnis justru menjadi salah satu kekuatan Jakarta untuk terus maju dan berkembang, ucap Kang Emil. Ditambah dengan pendekatan kolaboratif dengan seluruh lapisan masyarakat, Jakarta bisa menjadi kota global tanpa meninggalkan akar budaya setempat.
***