Negara Maju Sudah Larang BPA, Pakar Polimer Ini Justru Diduga Keras Bikin Opini Mengaburkan Bahaya BPA

“Ada faktor bahaya? Ya kalau jumlahnya itu gede ya ada, tapi kalau jumlahnya kecil ya aman. Tapi sejauh ini, jumlahnya enggak besar,” jelas Prof. Akhmad Zainal Abidin.

Perlu diketahui, BPOM sudah cukup transparan dengan memutuskan untuk mengeluarkan regulasi terkait pelabelan bahaya BPA pada galon guna ulang polikarbonat. BPOM juga sebelumnya telah mendapatkan data tiga kali hasil pemeriksaan pada fasilitas produksi dalam kurun waktu 2021 – 2022, di mana didapati kadar BPA yang bermigrasi pada air minum dengan jumlah melebihi ambang batas aman yakni 0,6 ppm atau dengan kata lain, mengalami peningkatan berturut-turut sebesar 3,13 persen; 3,45 persen; dan 4,58 persen.

Anehnya terkait, pernyataan Prof. Akhmad Zainal Abidin yang “agak mengecilkan bahaya BPA” kalau dalam jumlah kecil, realitasnya justru menunjukkan sebaliknya.

Jadi, dibandingkan Indonesia yang masih sangat lunak, Uni Eropa bahkan bertindak lebih keras lagi dari sekadar melabeli AMDK galon berbahan BPA.

Sebanyak 27 negara maju yang bergabung dalam UE tegas menyatakan, BPA sudah tidak boleh lagi digunakan mulai akhir tahun 2024. “Setelah periode phase-out, bahan kimia (BPA) tersebut tidak akan lagi diizinkan digunakan dalam produk-produk (kemasan makanan dan minuman) di Uni Eropa,” demikian paparan rilis Uni Eropa yang disiarkan ke media (12/6).

Baca Juga :  Institut Kesehatan Hermina Menuju Pusat Pendidikan Kesehatan dan Pengembangan IPTEK Unggul Berkarakter di Bidang Kesehatan Tahun 2035

Share Article :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *