Uritanet, Jakarta –
Pengadilan Negeri Makassar memutuskan Prof. Marthen Napang divonis enam bulan penjara. Guru Besar salah satu Universitas Negeri di Makassar ini dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana. Dan putusan tersebut lebih ringan delapan bulan dari tuntutan JPU. Dimana terdakwa dituntut satu tahun dua bulan penjara.
Ketua Majelis Hakim Persidangan, Eddy mengatakan terdakwa Prof. Marthen Napang terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “memberitahukan atau mengadukan bahwa telah dilakukan suatu perbuatan pidana, padahal mengetahui bahwa itu tidak dilakukan”, sebagaimana dakwaan A alternatif pertama penuntut umum. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama enam bulan.
“Penuntut Umum dan Terdakwa mempunyai waktu tujuh hari untuk pikir-pikir apakah mengajukan banding atau menerima putusan. Jika melebihi jangka waktu tersebut dan tidak ada upaya hukum banding maka putusan dinyatakan berkekuatan hukum tetap,” kata Hakim Eddy (07/02).
JPU Kejati Sulsel, Rahmawati Azis menuturkan pihaknya masih pikir-pikir. Dia belum bisa mengambil putusan langsung. “Masih pikir-pikir majelis hakim,”ucapnya.
Kasus ini berawal dari terdakwa Prof.Marthen Napang memberikan Salinan Putusan MA yang dipalsukan. Dimana saat membantu menangani suatu perkara, dia (Prof.Marthen Napang) mengatakan menang di tingkat kasasi (MA), ternyata setelah dicek tidak demikian.
Tak hanya itu, setelah ditelusuri, didapati ada lebih kurang empat putusan MA yang dipalsukan oleh Prof. Marthen Napang yang menjadi Guru Besar Bidang Ilmu Hukum Internasional Fakultas Hukum Unhas ini.
“Ironis, seorang yang mengaku sebagai Guru Besar dari sebuah lembaga pendidikan, berkelakuan buruk seperti itu. Harusnya, seorang pendidik bisa memberi contoh, bukan malah memanfaatkan ilmu yang dimilikinya untuk menipu orang lain,” ujar Dr. John N. Palinggi, MM, MBA selaku pihak Pelapor.
Akibat perbuatan Sang Guru Besar ini, John mengaku mengalami kerugian mencapai Rp.950 juta.
“Tidak pernah terbersit saya akan ditipu oleh Marthen. Namun, putusan MA Bodong itu menjadi buktinya. Entah dimana dia buat salinan putusan berkop MA tersebut,” ungkapnya.
Tak hanya uang, selama Marthen menangani perkara di MA, juga diberikan fasilitas ruangan dan komputer lengkap.
“Saya izinkan dia pakai sebuah ruangan di kantor saya dengan cuma-cuma. Tapi malah saya seperti ditusuk dari belakang, ditipu,” tegasnya.
John menambahkan, pihaknya sudah melakukan crosscheck terkait aliran dana di rekening Marthen Napang. Namun, banyak uang dialirkan kepada pihak-pihak yang tidak jelas. Bahkan ada ke rekening yang notabenenya data pemilik rekening dipalsukan. Diduga Marthen Napang juga terlibat pada jaringan bisnis gelap.
Ironisnya lagi, sudah ditipu, John Palinggi juga dilaporkan ke polisi oleh Marthen Napang dengan tuduhan melakukan pencemaran nama baik. Namun, kasus tersebut telah dipetieskan karena tidak terbukti.
Lebih jauh Iqbal mengatakan, laporan polisi terkait dugaan penipuan, penggelapan dan pemalsuan surat keputusan MA, tengah berproses di Polda Metro Jaya.
“Kami akan tindaklanjuti. Selain itu,kami juga akan mengajukan gugatan ganti rugi,” tukasnya.
John menegaskan hal yang sama. “Ya, masih berproses dan kasus memberi keterangan palsu atau berbohong yang ia lakukan, saya adukan di Polda Sulsel. Saat ini sudah dilakukan gelar perkara dan masuk ke tahap penyidikan,” pungkasnya.
)**Git/ Tjoek