Begitu pula dengan elektabilitas yang bisa digiring melalui angka-angka dan disebarluaskan oleh para buzzer di media sosial dengan narasi-narasi saling hujat atau puja-puji buta.
Pada akhirnya, rakyat pemilih disodori oleh realita palsu yang dibentuk sedemikian rupa. Pilpres langsung juga sangat rawan terjadi kecurangan yang massif dalam pelaksanaannya.
Sebab tidak satupun calon presiden yang bisa memiliki bukti formulir C-1 dari 800 ribu lebih TPS di seluruh Indonesia, kata LaNyalla.
Hal itulah yang seharusnya menjadi refleksi. Bagaimana mungkin bangsa yang berketuhanan ini dapat melakukan apa saja, termasuk kecurangan dan menghalalkan segala cara untuk meraih kemenangan dan kekuasaan?
Share Article :