Uritanet, Jakarta –
Pasar Tanah Abang sebagai pusat perkulakan terbesar di ibukota sepi. Hal itu menjadi sorotan Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, lantaran sebaran barang Tanah Abang hampir di seluruh daerah di tanah air.
“Ini harus menjadi fokus mitigasi berbasis data yang akurat. Sebab, banyak variable pembuat penurunan daya beli masyarakat,” imbuhnya.
Oleh karena itu, pemerintah harus segera melakukan mitigasi dan punya informasi akurat berbasis data. Terlebih sepinya ini karena terjadi perubahan pola belanja masyarakat, atau penurunan daya beli masyarakat.
“Ini penting untuk menentukan kebijakan berikutnya,” tukas LaNyalla, meski mantan Ketua KADIN Jatim itu tidak yakin bila perubahan pola belanja dari direct ke online berpengaruh sebesar itu.
Disisi lain, sementara sebagian pedagang di situ mengaku sudah menempuh pola itu, dengan menawarkan dagangannya melalui online, bahkan live shop. Tapi tetap tidak ada pembeli.
“Saya juga kurang yakin bila penjualan online dari negara lain menjadi sebab utama, seperti barang dari China yang direct to end customer. Sebab sejak tengah semester sampai saat ini China mengalami kelesuan ekonomi dengan penurunan nilai ekspor dan impornya,” urainya.
LaNyalla menduga penurunan daya beli masyarakat menengah ke bawah sebagai pemicu utama. Apalagi kelesuan ekspor-impor China pasti berpengaruh ke 122 negara mitra, termasuk Indonesia.
Faktor penyumbang penurunan daya beli masyarakat, tambahnya, bisa karena penambahan pengangguran, inflasi harga, kemiskinan baru, dari kalangan rentan miskin menjadi miskin.
Sehingga pada akhirnya, sesuai teori basic need, masyarakat menunda belanja, selain untuk makan.
“Yang sering terlambat dideteksi oleh pemerintah adalah lahirnya kelompok miskin baru. Karena sebelumnya mereka tidak terdata sebagai penduduk miskin yang jumlahnya 26 juta itu. Tetapi mereka rentan miskin. Sekali ter-PHK, atau sakit, langsung jatuh miskin. Apalagi mereka yang tidak punya tabungan dan rumah masih sewa,” tuturnya.
Faktor lain tentu ketimpangan, gini rasio dan angka IPM. Inilah pentingnya negara memiliki sistem ekonomi yang berpihak secara berkeadilan. Dengan agenda utama kemakmuran.
“Tapi filosofinya harus diingat, kemakmuran tidak akan pernah ada, tanpa keadilan. Wujudkan dulu keadilan sosial,” pungkas tokoh yang getol memperjuangkan Konstitusi Indonesia kembali ke Pancasila itu.
)***tjoek