Uritanet, Jakarta –
Mantan Panglima TNI Jenderal TNI (Purn) Andika Perkasa menegaskan pembangunan desa bisa menjadi modal penting bagi Indonesia untuk memperkuat ketahanan nasional. Karena itu, setiap elemen masyarakat baik aparatur pemerintahan, pihak swasta, maupun masyarakat umum memberikan kontribusi dala membangun desa terutama mengelola berbagai sumber daya alam yang ada di masing-masing desa.
Demikian disampaikannya saat memberikan kuliah tamu dengan tema “Ketahanan Nasional Berbasis Desa” di gedung Andi Hakim Nasution, IPB University, Bogor, Jawa Barat (15/09).
Kuliah ini juga dihadiri Rektor IPB Arif Satria, Dekan FEMA IPB University Sofyan Sjaf, Dekan lingkup IPB, peserta sekolah pemerintahan desa serta mahasiswa multistrata.
“Jadi saya benar-benar mendorong pemerintahan desa sebagai kekuatan kita, tapi jangan lupa sekarang ini teknologi membuat kita semua yang di desa mengalami pertumbuhan,” kata Andika Perkasa.
Menurutnya, Indonesia harus bersyukur karena memiliki sumber daya alam yang melimpah. Terpenting, kata Andika Perkasa, saat ini perlu memperkuat sumber daya manusia agar bisa mengelola sumber daya alam tersebut.
“Ketahanan nasional harus dibangun oleh setiap warga negara Indonesia karena masing-masing punya potensi. Contohnya India bisa maju, karena potensi masing-masing warganya, tidak tergantung hanya pada satu dua orang saja,” kata Andika.
Andika juga menekankan pentingnya pemahaman terhadap potensi masing- masing desa. Menurutnya, potensi tersebut harus diolah menjadi kekuatan nasional.
“Kita harus tau potensi kita di desa. Begitu juga kalau kita tarik ke atas pemerintah kabupaten, pemerintah provinsi, pemerintah nasional. Kita harus tau kekuatan kita,” ujar Mantan Panglima TNI Jenderal TNI (Purn) Andika Perkasa.
Sementara Dekan Fakultas Ekologi Manusia, Sofyan Sjaf mengungkapkan bahwa terkait dengan isu-isu ketahanan nasional, pihaknya sengaja mengundang Jenderal TNI (Purn) Andika Perkasa sebagai narasumber dalam kegiatan ini.
Pasalnya, pihaknya menilai struktur Indonesia hampir 80 persen adalah desa dan sisanya kelurahan serta mengingat bahwa potensi sumberdaya alam juga banyak di desa.
“Tidak bisa kita pungkiri bahwa kondisi paradoks persoalan-persoalan juga hadir di tengah-tengah kita yang juga berasal dari Desa. Misalnya stunting, kemiskinan ekstrim, dan gizi buruk. Tentunya, ini akan mempengaruhi pola interaksi dan stabilitas nasional kita,” kata Sofyan.
Sofyan juga mengatakan bahwa kurang lebih 10 tahun terakhir pihaknya telah mengembangkan inovasi tentang Data Desa Presisi. Dengan data tersebut, desa dibangun melalui pendekatan bottom-up dengan keterlibatan partisipatif warga desa.
“Data harus didekatkan dengan pendekatan spasial dan pemanfaatan teknologi drone perlu kita lakukan. Dan tentunya subjek datanya adalah masyarakat yang harus terlibat, serta sensus menggunakan teknologi digital,” ujar Sofyan yang merupakan penanggung jawab sekolah pemerintahan desa.
Sofyan juga berharap melalui kegiatan ini, peserta yang hadir, bisa membangun desa berbasis data sehingga dapat melahirkan kebijakan pembangunan yang baik pula.
“Kita sekarang sudah memiliki 66 juta data yang tercollecting dengan baik tersebar di 13 provinsi 27 Kabupaten/Kota. Dan yang belum tersentuh adalah pulau Maluku dan Papua. Insya Allah dalam waktu dekat kita akan melakukan pencerahan tentang data desa presisi untuk kedua wilayah tersebut,” terang Sofyan.
Dalam kesempatan yang sama Rektor IPB University, Arif Satria mengatakan isu lain desa adalah isu development atau pembangunan.
Gambarannya adalah jika (berdasarkan data desa presisi) di Kalimantan disebutkan bahwa gini rasio 0,71 dan ternyata di Jawa Barat juga tinggi 0,5 dengan rata-rata 0,4 maka hal ini menunjukan ketimpangan yang luar biasa.
“Jika sebelumnya pak Sofyan bicara tentang desa dalam perspektif governance atau tata kelola,Isu lain desa adalah pembangunan. Saya menduga dalam kasus kalimantan dan Jawa Barat ada dua paradigma pembangunan yakni paradigma industri di desa dan paradigma industrialisasi pedesaan,” ungkap Arif Satria.
Arif juga menjelaskan bahwa kedua paradigma tersebut berbeda. Menurut Arif, paradigma industri di pedesaan berarti membangun industri di wilayah desa sehingga yang terjadi hanya transformasi ekonomi bukan transformasi sosial karena hanya ada fisik pabrik di desa dan tidak ada peningkatan SDM masyarakat desa.
“Itu berbeda dengan konsep industrialisasi pedesaan di mana konsep paradigma bahwa transformasi ekonomi dan transformasi sosial itu menyatu,”ujar Arif Satria.
)***git/ nawasanga