Uritanet, Jakarta –
Kebijakan pemerintah mengeksploitasi pasir laut dikritisi Wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan B Najamudin, lantaran menurutnya, aktivitas penambangan tersebut signifikan menyebabkan air laut menjadi keruh dan mengganggu keberlangsungan kehidupan ekosistem laut.
“Jangan sampai Indonesia justru menjadi negara maritim yang ironis bagi bangsa lain. Dengan sangat kami meminta Pemerintah untuk menarik kembali kebijakan yang merugikan lingkungan dan masa depan sektor perikanan laut tersebut”, ujar Sultan (13/06).
Sebelumnya, Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.
Dalam Pasal 6 beleid tersebut, Jokowi memberikan ruang kepada sejumlah pihak untuk mengeruk pasir laut dengan dalih mengendalikan hasil sedimentasi di laut.
Sementara disisi lain, angka importasi produk perikanan Indonesia yang terus meningkat. Indonesia ternyata masih tercatat banyak mengimpor ikan dari beberapa negara. Bahkan, pada Januari 2023, terjadi lonjakan impor ikan yang kenaikannya cukup pesat.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) impor ikan pada awal tahun ini sebanyak 18,53 juta kilogram, atau naik sebesar 219,95% dibanding Januari 2022 yang sebanyak 5,79 juta kilogram. Angka ini belum termasuk data impor ikan ilegal yang marak terjadi hari-hari ini.
“Inilah yang kami sebut dengan ironi negara maritim. Ikan dan garam diimpor, pasir lautnya justru diekspor oleh negara”, cetusnya.
Meskipun, kata Sultan, surplus neraca perdagangan hasil perikanan sebesar US$5,07 miliar pada tahun lalu. Tapi angka ini tentu berpotensi akan mengalami penurunan pasca ditetapkan izin eksploitasi pasir laut oleh pemerintah.
“Kami sarankan agar sebaiknya pemerintah mendorong penguatan sistem pengawasan ilegal fishing di seluruh wilayah perairan Indonesia. Data dari Organisasi Pangan dan Pertanian (Food and Agriculture Organization/FAO) penangkapan ikan secara ilegal menimbulkan kerugian sebesar 26 juta ton atau sekitar 23 miliar Dollar AS”, tutupnya.
)**YuriAlga