Uritanet, Bandung-
Rancangan Undang-Undang (RUU) Provinsi Daerah Khusus Jakarta Raya sebagai Perubahan dari Undang-Undang (UU) Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta, inisiatif DPD RI (Komite I DPD RI) diharapkan mampu memperkuat asas desentralisasi asimetris. Walaupun nantinya Jakarta tidak lagi menjadi Ibu Kota Negara dengan terbitnya Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara.
Tetapi Jakarta sebagai Episentrum dan Barometer Nasional tidak dapat terbantahkan. Oleh karena itu RUU nanti diharapkan mampu menjawab tantangan mengenai kekhususan yang akan dilabelkan ke Jakarta nantinya.
Hal tersebut terungkap dalam kegiatan Uji Shahih RUU Provinsi Daerah Khusus Jakarta Raya yang diselenggarakan oleh Komite I DPD RI di Kampus Pascasarjana FISIP Universitas Padjajaran Bandung, Jawa Barat (29/05).
Dalam kegiatan Uji Shahih tersebut, Komite I mengundang sejumlah Narasumber, civitas akdemika program pascasarjana dan doktoral FISIP UNPAD, Pemda Jawa Barat, dan sejumlah stakeholders terkait lainnya.
Hadir Wakil Ketua Komite I dan sekaligus pimpinan rombongan, Ir. H. Darmansyah Husein (Bangka Belitung) yang didampingi Senator Oni Suwarman (Jawa Barat), dan H. Nanang Sulaiman, S.E (Kaltim). Dengan narasumber Mudiyati Rahmatunnisa M.A., Ph.D PhD (Ketua Program Pascasarjana Ilmu Politik FISIP UNPAD) dan Sugiantoro MIP, Ph.D (KK Perencanaan dan Peracangan Kota Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB) sebagai pembedah serta M. Solikhin, S.H.,M.H dan Nurcholis, S.E., MSE sebagai Tim Naskah Akademik RUU.
Senator Ir. H. Darmansyah Husein menekankan akan pentingnya Uji Shahih RUU Provinsi Daerah Khusus Jakarta Raya ini bagi DPD RI, beliau sangat mengharapkan para peseta Uji Shahih dapat berkontribusi dalam Uji Shahih RUU ini. Pemerintah saat ini sedang mempersiapkan RUU ini sedangkan Komite I merupakan mitra dalam pembahasan bersama (tripartit) dengan Pemerintah (Kemendagri), DPR RI (Komisi II), dan DPD RI (Komite I).
Keberadaan Undang-Undang DKI Jakarta (UU 29/2007) perlu dilakukan perubahan mengingat telah diterbitkannya undang-undang tentang Ibu Kota Negara yang menyatakan bahwa Ibukota Negara tidak lagi berada di Jakarta.
Senator Darmansyah melanjutkan bahwa tujuan pemindahan Ibukota adalah untuk mengurangi beban Jakarta. Dan Jakarta setelah tidak lagi menjadi Ibukota perlu untuk ditentukan arah dan tujuannya.
Pasal 41 ayat 1 s.d ayat 4 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 bahwa Ibu Kota Negara tetap di Jakarta sampai dengan terbangunnya Ibukota negara di Kalimantan Timur. Oleh karena itu Perubahan UU DKI perlu rampung di tahun 2024.
Ada pemikiran bahwa kalau tidak menjadi ibukota maka tetap menjadi Provinsi dan ada pemikiran untuk memberikan Kekhususan Jakarta dalam kerangka Otonomi Daerah.
Komite I berusaha untuk memberikan beberapa penyempurnaan sebagai bagian upaya pembangunan dan masa depan Jakarta nantinya.
Masukan dari Mudiyati Rahmatunnisa M.A., Ph.D (FISIP UNPAD) antara lain: Judul RUU; Kedudukan Provinsi; Jakarta sebagai Kota Global; Batas wilayah dipertegas; Kewenangan Khusus sebagai Kota Global, Bidang Keuangan, Kelembagaan dan Kepegawaian; Penyelenggaraan wilayah; Dana Kekhususan; Pengaturan Pemilihan Gubernur Wakil Gubernur yang diangkat oleh Gubernur; Tim Percepatan Pembangunan; Kawasan Metropolitan Jabodetabek; dan Kerjasama dengan daerah lain, Badan Usaha, dan Lembaga baik di dalam maupun di luar negeri.
Sementara Sugiantoro MIP, Ph.D dari ITB memberikan masukan antara lain: mengenai Kedudukan dan Fungsi Jakarta untuk menyejahterakan warga kota: Pemerataan Kesejahteraan. Untuk Kewenangan disarankan selaras dengan Nasional, namun Jakarta seharusnya menempatkan diri pada standar yang lebih baik dari Nasional, termasuk dalam urusan Pelayanan Publik dan Infrastruktur, contoh untuk penyediaan Perumahan dan Publik Land Banking, berhak mengatur pihak Swasta/Investor yang lebih spesifik dari nasional.
Pasal 8, tambahkan soal Penguasaan Lahan, untuk public land banking dan Pengendalian Penguasaan Lahan Skala Besar oleh Coorporate dan Individu (dalam rangka prinsip-prinsip keadilan sosial). Kewenangan Khusus Keuangan harus diperjelas.
Pasal 23, beberapa bagian yang terlalu detail dan teknis. Inovasi pemanfaatan TPZ (Teknik Pengaturan Zonasi) untuk kontribusi penyediaan fasos-fasus/PSU. Kewenangan untuk memberi jaminan setiap orang dapat tinggal di Jakarta, integrasi sistem manajemen informasi dan Big Data.
Pasal-pasal Kewenangan perlu dibahas lagi, karena ini adalah KUNCI untuk mengatasi persoalan pasca status IKN.
Dialog yang berlangsung dalam suasa hangat dan obyektif ini ini berakhir pada pukul 12.30 dengan suatu pernyataan penutup dari Senator Darmansyah yang menyatakan terima kasih dari berbagai masukan yang disampaikan dalam Uji Shahih RUU Provinsi Daerah Khusus Jakarta Raya ini.
Semoga ini menjadi amal ibadah bagi kita semua dalam memajukan Bangsa dan Negara kita.
)***Pimpinan Komite I DPD RI, Ir. H Darmansyah Husein, Waki Ketua III