Uritanet, Jakarta –
Apa yang terpikir jika menyebut Pantai Selatan Jawa? Mistis. Ya itulah stigma umum jika sudah menyebutkan kata-kata ini. Tentu saja ini memiliki faktor penyebab yang muncul seiring perkembangan masyarakat dan berbagai dinamika sejarah didalamnya.
Kedigjayaan seorang Ratu Pantai Selatan sudah kadung menjadi cerita umum, terkenal ke seantero jagat, menghadirkannya bagaikan sosok nyata.
Tetapi jika ditelisik lebih jauh, kawasan Pantai Selatan tidak selamanya berbau mistis atau menakutkan seperti itu. Dibalik keangkerannya, kawasan ini menyimpan dan bahkan sudah menjadi sasaran destinasi pariwisata, baik domestik maupun internasional.
Pantai Anyer, Ujung Genteng, Geopark Cileuteuh, Ranca Buaya, Pantai Guha, Sarang Heulang, Santolo/Pameungpeuk, dan tentu saja Pangandaran. Belakangan untuk mendongkrak pariwisata, pemerintah mendorong jalur pemudik untuk masuk lewat jalur ini, tidak lagi Pantura. Sektor pariwisata menjadi andalan utama.
Sebagai sebuah kawasan pesisir, sektor ekonomi masyarakat di Pantai Selatan sebenarnya lebih dominan sebagai nelayan. Data dari laporan ekonomi Bank Indonesia tahun 2022 menyebutkan bahwa banyak sektor perikanan yang bisa dikembangkan pada kawasan ini, terutama budidaya udang dan perikanan lainnya. Nilainya cukup fantastis, mencapai 3 triliun rupiah lebih.
Akan tetapi, fakta-fakta lain juga menunjukkan bahwa daerah pesisir selatan ini masih menyimpan persoalan, terutama kemiskinan. Beberapa kabupaten kemudian menjadi penyumbang angka kemiskinan untuk Jawa Barat, sebut saja Tasikmalaya, Garut, Indramayu, dan beberapa wilayah lain.
Masalah mendasar di masyarakat bukanlah ada atau tidak adanya mata pencaharian,tetapi lebih kepada mengoptimalkan sumber ekonomi yang ada. Modernisasi dan inovasi sektor ekonomi,itulah kunci masalah. Inilah yang kemudian menjadi analisis penting yang disebut Ekonomi Kerakyatan.
)***Oleh Kunto Arief Wibowo (Pangdam III Siliwangi)