Uritanet, Jakarta –
Meminta Pemerintah melalui Badan pengelola Dana Perkebunan kelapa sawit (BPDPKS) untuk mengalokasikan anggaran khusus subsidi pupuk bagi petani perkebunan sawit swadaya di daerah, ujar Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI saat mendapatkan laporan Petani kelapa sawit di Provinsi Bengkulu masih mengalami kesulitan untuk membeli pupuk kimia karena saat ini harganya sudah di atas Rp 1 juta per karung. Kondisi ini membuat produktivitas kelapa sawit menurun hingga 50 persen.
“Kami tentu sangat menyesalkan kebijakan pemerintah yang mencoret sawit sebagai salah satu komoditas perkebunan yang tidak lagi diberikan pupuk subsidi. Akibatnya Petani sawit kecil dipaksa bersaing dengan korporasi yang menguasai sumber daya produksi”, ujar Sultan (24/02).
Harga pupuk non subsidi yang mahal sangat memberatkan petani sawit dalam memenuhi kebutuhan input pupuk bagi tanaman kelapa sawit. Sehingga Pemerintah perlu mencari substitusi sumber subsidi pupuk bagi petani sawit kecil. Dan sampai saat ini kita hanya mengetahui bahwa ratusan Triliun dana sawit yang dikumpulkan namun porsi petani hanya disalurkan melalui dana replanting hanya sekitar Rp 702 miliar sampai dengan tahun 2018 atau sekitar 1,6 persen.
“Hampir semua semua dana tersebut dialokasikan kepada korporasi dan kebijakan mandatori Biodiesel”, ungkapnya lagi.
Tapi idealnya anggaran dana pungutan ekspor sawit tersebut perlu dialokasikan sesuai kebutuhan sarana produksi petani sawit. Selain kebutuhan bibit untuk peremajaan, petani juga membutuhkan pupuk yang memiliki porsi biaya produksi yang juga tinggi pada setiap musimnya. Sehingga ketimpangan penggunaan dana BPDPKS perlu segera disikapi pemerintah.
“Jika produktivitas petani swadaya terus rendah, dalam jangka panjang itu akan menjadi bom waktu yang mempersulit produktivitas dan pemenuhan kebutuhan sawit nasional”, pungkasnya.
)***tjoek