Uritanet, – Bukanlah genre seni baru, seni rupa botani sesungguhnya dekat, sering dijumpai, tetapi jarang disadari. Sejak belia kita bertemu dengannya antara lain lewat buku pelajaran, kamus bergambar, atau ensiklopedia yang diam-diam menggugah minat kita pada alam dan tetumbuhan. Seni ini memiliki sejarah panjang, termasuk di Indonesia. Jejak upaya leluhur kita merekam tumbuhan-tumbuhan yang penting, berguna, atau bermakna bagi kehidupan mereka tertinggal pada panel-panel relief di kaki candi Borobudur juga ragam hias wastra Nusantara, misalnya batik Jawa klasik.
Bentuk baku yang kini kita kenal pun sudah ada sejak 2 abad silam di Hindia Belanda, yaitu ilustrasi dan seni rupa botani yang menampilkan tumbuhan secara indah dan akurat demi kepentingan ilmu pengetahuan.
Sebagai perpaduan seni rupa dan sains, seni rupa botani dapat menjadi media efektif untuk mengalirkan pengetahuan, menggugah kesadaran dan membangkitkan kecintaan pada keanekaragaman hayati, khususnya flora di Indonesia.
Dengan biodiversitas yang sangat melimpah tapi kurang diapresiasi, Indonesia butuh banyak pelaku, penggiat, pendukung juga pecinta seni rupa botani. Untuk itulah, Indonesian Society of Botanical Artists (IDSBA) sebagai perkumpulan seniman botani pertama di Indonesia terus berupaya memajukan seni rupa botani sekaligus mempromosikan keanekaragaman flora Indonesia kepada masyarakat luas.
Salah satunya melalui pameran. Setelah pameran seni botani Ragam Flora Indonesia (RFI) pertama di Kebun Raya Bogor dan yang kedua di Yogyakarta serta beberapa pameran bertajuk lain, pameran seni rupa botani Ragam Flora Indonesia untuk ketiga kali ini diselenggarakan di Gedung D Galeri Nasional Indonesia pada 7 Juli – 8 Agustus 2022 bertema Botanical Art: Evoking the Beauty of Science.
Diinisiasi Indonesian Society of Botanical Artists (IDSBA) bekerja sama dengan Galeri Nasional Indonesia serta didukung oleh Mitra Natura Raya, Artemedia, Faber-Castell, dan Sariayu Martha Tilaar. Gelaran karya seni rupa botani di Galeri Nasional Indonesia ini merupakan kesempatan unik dan penting bagi masyarakat luas untuk dapat menikmati.
“Sebuah suguhan sekaligus arsip ilmiah estetik yang memberikan ruang bagi penikmat seni untuk mengagumi keindahan seni lukis botani sekaligus mendapatkan informasi/pengetahuan tentang tetumbuhan dengan jarak sangat dekat dan detail-detail yang akurat,” seperti diutarakan Pustanto, Kepala Galeri Nasional Indonesia.
Diharapkan pengunjung menemukan pengalaman baru yang mematahkan stereotipe bahwa hal-hal berkaitan dengan sains itu kaku, dingin, dan tak indah. Khalayak dapat menjadi saksi bagaimana seni rupa bersinergi dengan sains secara apik karena para seniman peserta telah bekerja dengan penuh perhitungan, ketelitian, ketekunan, dan pertimbangan keilmuan tanpa meninggalkan kaidah estetika berkarya seni juga.
3rd Ragam Flora Indonesia tahun ini terdapat 58 karya seni dan ilustrasi botani terkurasi dengan subjek tetumbuhan asli Indonesia oleh 37 seniman Indonesia dan mancanegara. Sesuai hakikat seni botani, karya-karya yang dipamerkan telah melalui proses seleksi ketat dari sisi seni maupun sains, yaitu melalui mata cermat dan pengetahuan mendalam para juri, yaitu Sudjud Dartanto (kurator pameran sekaligus Kurator Galeri Nasional Indonesia, peneliti, penulis seni budaya), Jenny A. Kartawinata (editor buku referensi botani, seniman botani, pendiri IDSBA), dan Destario Metusala (botaniwan, peneliti BRIN, ilustrator botani).
Dari sudut pandang seni rupa, Sudjud Dartanto, kurator Galeri Nasional Indonesia menjelaskan, “Pameran ini menjadi bagian penting dalam khazanah seni rupa di Indonesia yang akan mengubah perspektif kita dalam memandang relasi koeksistensial antarmakhluk hidup. Wajah seni rupa yang umumnya kental dengan wajah ‘manusia-sentrisnya’, kali ini digeser dengan tumbuhan sebagai subjek representasi.”
Ditegaskannya pula, “Sebagai sebuah titik temu komunikasi, di mana terjadi sambung rasa antara ilmu estetika dan sains, maka khazanah seni rupa botani ini sesungguhnya dapat menjawab kebutuhan orang untuk menjalani produksi pengetahuan dari praktik seni, dan demikian pula sebaliknya. Keduanya itu bertemali erat, saling membangkitkan dan dibuktikan melalui karya-karya luar biasa dari para seniman botani dalam pameran ini.”
Sedangkan dari kacamata ilmu pengetahuan, botaniwan Destario Metusala mengakui bahwa seni rupa botani telah sejak lama berperan penting dalam khazanah ilmu pengetahuan, khususnya ilmu botani. Terlebih di masa lampau saat akses teknologi kamera masih sangat terbatas. Bahkan, saat teknologi kamera masa kini yang sudah sangat mumpuni sekalipun, untuk beberapa kasus, ilustrasi botani masih sangat diandalkan.
Ia lanjut mengamati bahwa, seni botani telah berevolusi menjadi salah satu pendekatan aktualisasi diri dari berbagai kalangan, tanpa monopoli oleh komunitas dengan latar belakang keilmuan tertentu. Tentu saja hal ini merupakan evolusi positif yang membahagiakan. Melalui pendalaman seni botani, maka cepat atau lambat, para partisipan akan berinteraksi dan terkoneksi dengan berbagai jenis tumbuhan.
“Dari situlah biasanya akan tumbuh apresiasi terhadap keunikan dan keindahan seluk-beluk dunia tumbuhan.” ujarnya.
Peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) ini juga percaya, bahwa munculnya berbagai karya seni botani modern dengan sentuhan-sentuhan baru yang segar dan kreatif tentu berdampak sangat positif, terutama dalam dunia edukasi dan konservasi tumbuhan. Menjadi penggugah minat dan pemantik antusiasme bagi generasi pelajar untuk lebih mudah memahami ilmu pengetahuan, khususnya botani.
Selain itu, seni rupa botani juga merupakan media kampanye yang atraktif dalam memperkenalkan figur-figur tumbuhan langka kepada kalangan awam. Sudah saatnya seni rupa botani menjadi milik semua orang, serta menjadi salah satu bentuk interaksi tulus antara manusia dengan tumbuhan di sekitarnya.
Sementara itu, Jenny A. Kartawinata berbagi temuannya dalam proses seorang seniman botani berkarya, “Keakraban dengan tumbuhan merupakan pengalaman pribadi yang multidimensi, bagai sebuah kesempatan bermeditasi mengenal diri sendiri sebagai sesama makhluk penghuni bumi.
Karya seni rupa botani, sebuah lukisan botani, menyajikan sebuah drama. Drama tentang tumbuhan di bumi ini—tumbuhan yang perlu kita kenal, akrabi, dan peduli akan keberlanjutan hidupnya. Keberlanjutan bumi ini adalah tanggung jawab kita semua.”
Dan satu keunikan yang sulit ditemui dalam pameran seni umumnya. Sambil menikmati keelokan flora Indonesia lewat karya seni yang rinci, cermat, dan indah serta dibuat dengan beragam media, pengunjung 3Rd Ragam Flora Indonesia ke- 3 juga akan mendapat pengetahuan tentang tumbuhan subjek dari setiap karya. Informasi pertelaan seperti nama ilmiah, nama umum, persebaran, ciri-ciri, habitat, distribusi, status konservasi, dan kegunaan tumbuhan diulas mendampingi karya.
Setiap spesies tumbuhan dalam karya-karya Pameran Ragam Flora Indonesia 3 ini telah memenuhi syarat khusus, yaitu tumbuhan yang berasal dari Indonesia termasuk hibrida alami tetapi tidak termasuk kultivar, hibrida buatan manusia atau tumbuhan luar yang dikembangkan di Indonesia.
Untuk memastikan agar ketentuan tersebut terpenuhi, suatu tim botani telah dilibatkan dalam seleksi dan memeriksa setiap spesies dengan saksama. Khalayak diajak untuk mengapresiasi kekayaan ragam flora nusantara, baik tumbuhan langka, terancam punah, endemik, bersejarah, hingga yang sehari-hari dekat tapi tak dikenal.
Misalnya, seniman Karyono Apic memamerkan lukisan cat minyak besar mendekati ukuran tumbuhan sebenarnya dari Arenga pinnata (Wurmb) Merr. atau pohon aren/enau, tumbuhan multimanfaat yang memiliki fungsi ekologi dan ekonomi.
Sementara seniman Eunike Nugroho menampilkan lukisan cat air dari Gloriosa superba L. atau kembang sungsang, tumbuhan liar Indonesia yang dimuliakan di Eropa hingga Australia sebagai bunga potong dan tanaman hias. Spesies ini juga dibudidayakan sebagai tanaman obat di beberapa negara di Asia Selatan dan Afrika, sementara di sini ia diabaikan bahkan dibabat dari habitatnya.
Seniman Dianne Sutherland menemukan subjek karyanya, Calotropis gigantea (L.) W.T. Alton, di semak-semak liar tak terurus di pesisir Gili Trawangan. Lewat studi sketsa yang ditekuni bertahun-tahun, dia melukis tumbuhan liar indah yang dipanggil Widuri—seperti judul lagu yang dinyanyikan alm.Bob Tutupoly—di kediamannya di Inggris khusus untuk pameran ini.
Ada juga lukisan tumbuhan pala hutan, Myristica Fatua Houtt, karya seniman Ananda Firman Syarif dan sulaman tangan Ria Paramita dengan subjek cengkeh, Syzygium aromaticum (L.) Merr. & L.M.Perry, yang mengingatkan kita bagaimana tumbuhan rempah-rempah turut serta membentuk nasib dan sejarah bangsa Indonesia.
Selain menampilkan keindahan ragam flora Indonesia, dalam ajang ini IDSBA juga menggandeng komunitas yang terhubung dengan seni rupa dan sains. Komunitas yang akan ikut berpartisipasi dalam Community Talk dan Artjam selama pameran antara lain KamiSketsa, Generasi Biologi Indonesia, dan Komunitas Lukis Cat Air Indonesia (Kolcai) Jabodetabeka.
IDSBA juga menghadirkan webinar untuk membuka wawasan tentang seni rupa botani di Indonesia bersama kurator pameran, Sudjud Dartanto serta juri pameran Destario Metusala dan Jenny A. Kartawinata. Ada pula sesi Open Studio, di mana para seniman anggota IDBSA berpraktik di ruang pameran sehingga para pengunjung dapat menyaksikan secara langsung proses seorang seniman botani bekerja.
)***