Uritanet,- Lonjakan kasus Covid-19 sebelumnya, menjadi pelajaran penting dalam menghadapi pandemi. Insyaallah kita tidak mendahului tapi tidak akan masalah. Belajar dari kejadian luar biasa bulan Juni-Juli tahun lalu kita belajar. Demikian ditegaskan Ketua Komite III DPDRI, Prof.Dr.Sylviana Murni.
Indonesia saat ini dirasa sudah memiliki tingkat imunitas yang cukup tinggi. Vaksinasi dosis satu telah mencapai 75,38% dan vaksin dosis 2 mencapai 53,21%. Indonesia berhasil masuk lima besar negara dengan tingkat vaksinasi Covid-19 terbanyak di dunia. Lalu sebulan ini vaksinasi booster sudah mulai dilakukan di Indonesia.
Seperti diketahui, kondisi Omicron di DKI Jakarta mengalami peningkatan. Data Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mencatat, ada 3.027 orang di Jakarta terjangkit Omicron. Sebanyak 1.696 orang yang terjangkit Omicron adalah pelaku perjalanan luar negeri. Sementara sebanyak 1.331 lainnya adalah kasus transmisi lokal yang tersebar di seluruh kawasan Ibu Kota.
DKI Jakarta memang menjadi ‘medan perang’ pertama melawan Corona varian Omicron. Tak dapat dipungkiri memang DKI Jakarta menjadi pintu masuk Omicron, sebab menjadi pintu utama perjalanan luar negeri. Pintu utama yang menjadi masuknya Omicron adalah bandara, sehingga sangat dibutuhkan penjagaan dan penegakan aturan yang ketat, terutama dalam melakukan karantina bagi warga yang melakukan perjalanan dari luar negeri.
Pengalaman dari penanganan COVID-19, DKI Jakarta kini lebih memiliki kesiapan infrastruktur yang memadai, ini juga bisa kembali difungsikan jika mengalami lonjakan seperti Omicron. Persiapan ini dilakukan untuk meminimalisasi risiko dampak kenaikan kasus Omicron.
“Saya bilang DKI Jakarta sudah siap menghadapi gelombang ketiga. Persiapan ini dimulai dari fasilitas kesehatan, tenaga medis, penyediaan oksigen hingga persiapan dari pimpinan daerah. DKI sudah mempersiapkan tidak hanya sekarang, tapi tahun lalu juga ada potensi kemungkinan gelombang ketiga kami sudah melibatkan semua,” jelasnya.
Kesiapan infrastruktur, SDM, alat kesehatan dan obat-obatan selama 2 tahun bisa menjadi amunisi dalam kemungkinan menghadapi ledakan Omicron di Jakarta. Dan lolaborasi antara warga dan seluruh elemen merupakan kunci sukses dalam menghadapi Omicron, sama seperti Ketika menghadapi COVID-19.
Kita semua menyadari Februari 2020, menjadi awal mula COVID 19 masuk ke Indonesia hingga meluas dan mewabah seperti sekarang. Kepanikan semakin mencuat dan melebar di segala lini hingga tak memandang bulu, mulai dari lapisan masyarakat kecil hingga ke pegawai pemerintahan. Kepanikan yang sudah merebak, mengakibatkan Intitusi Pemerintahan seperti Dinas Pendidikan melakukan kebijakan yang sebelumnya belum pernah di lakukan.
Begitu pula Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (KEMENDIKBUD) yang dikepalai Mas Nadiem Makarim terpaksa harus memutar otak untuk keberlangsungan proses pendidikan. Proses pendidikan, yang dahulunya memakai tehnik tatap muka langsung sekarang dengan adanya keadaan darurat karena bencanan non alam COVID 19 membuat proses belajar mengajar dialihkan menjadi DARING (dalam jaringan).
“Tentulah ini menjadi persoalan baru, dimana tata kebiasaan dan kebudayaan yang selama ini dijalankan harus sedikit dibengkokkan menjadi online,” ujar Sylviana Murni.
Pemberlakuan sekolah virtual mulai dari SD, SMP, SMA hinga Perguruan Tinggi pun terpaksa harus dan wajib menjalankan proses pendidikan dengan jalan virtual. Pemberlakuan sekolah virtual ini, merupakan jalan terbaik untuk keberlangsungan proses pendidikan. Sebab pendidikan ialah pilar-pilar peradaban. Majunya negara bergantung pada majunya pendidikan.
Pandemi Covid-19 memaksa setiap orang beradaptasi dengan kebiasaan baru, termasuk dalam proses belajar mengajar di sekolah. Ketidakmampuan beradaptasi dan bertransformasi akan menambah persoalan dan memperlambat upaya pencapaian tujuan pendidikan. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya dan strategi pendidikan dalam transisi menuju era pasca pandemi.
Pandemi covid-19 telah memberikan gambaran atas kelangsungan dunia pendidikan di masa depan melalui bantuan teknologi. Namun, teknologi tidak dapat menggantikan peran guru, dosen, dan interaksi belajar antara pelajar dan pengajar sebab edukasi bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan tetapi juga tentang nilai, kerja sama dan kompetensi.
Situasi pandemi ini memang menjadi tantangan sendiri bagi kreativitas setiap individu dalam menggunakan teknologi untuk mengembangkan dunia pendidikan.
Lebih jauh dikatakan Sylviana Murni bahwa kita semua membutuhkan strategi dalam transisi menuju era pasca pandemi. Ada tiga langkah yang dilakukan Direktorat Sekolah dalam beradaptasi dengan pandemi Covid-19 untuk mencapai tujuan pendidikan Indonesia yang lebih baik.
Pertama, melalui kebijakan yang dikeluarkan pemerintah di tengah pandemi, seperti relokasi anggaran, SKB 4 Menteri tentang Pembelajaran Tatap Muka, koordinasi dengan pemerintah daerah dan sekolah.
Kedua adalah transisi masa pandemi, dimana pemerintah telah melakukan vaksinasi terhadap guru dan tenaga kependidikan. Pemerintah juga melakukan penyiapan infrastruktur termasuk digitalisasi dan telekomunikasi untuk pemenuhan pembelajaran di masa pandemi.
Selain itu, melakukan survey pembelajaran tatap muka, persiapan pembelajaran tatap muka terbatas, remedial, penyiapan digitalisasi sekolah, penyiapan program Sekolah Penggerak dan melakukan upaya pembinaan UKS untuk mendukung kebiasaan hidup di era new normal, dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.
Dan upaya ketiga yang adalah strategi di masa pasca pandemi. Kami melakukan penguatan dan perluasan digitalisasi sekolah termasuk di wilayah 3T. Memberikan optimalisasi PHBS, scale up pengimbasan sekolah penggerak serta penguatan Profil Pelajar Pancasila melalui berbagai moda pembelajaran (daring, luring, dan project based learning).
Adapun implementasi dari rencana kerja yang telah disepakati diharapkan dapat meningkatkan investasi dan memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Peluang peningkatan investasi tersebut mulai dari energi hijau, e-commerce, data center, hingga carbon trading.
Peningkatan investasi untuk membuka lapangan kerja akan menjadi modal bagi pemulihan ekonomi pasca pandemi. Indonesia dan Singapura telah menandatangani 29 Perjanjian Kerja Sama (MoU) terkait peningkatan kapasitas tenaga kerja melalui pembahasan manajemen rantai pasokan, keahlian ekonomi digital, teknologi finansial, inovasi sosial, analisa data, pariwisata dan hospitality, kepemimpinan, kebudayaan dan obat-obatan.
Sementara pembahasan terkait agribisnis, kedua negara fokus untuk mengembangkan kerja sama dalam sub-kelompok kerja pertanian, hasil laut dan perjanjian sanitari dan fitosanitari (sanitary and phytosanitary) berdasarkan World Trade Organization (WTO).
Sementara investor Singapura nantinya akan mengembangkan sistem pertanian pintar (smart farming system) untuk memproduksi buah-buahan, sayuran dan produk lainnya yang sesuai dengan kebutuhan pasar Singapura.
Dalam proyek ini, Indonesia akan menyediakan sumber daya lahan, tenaga kerja dan teknologi sehingga proyek ini dapat segera terlaksana. Lalu ada kebijakan micro travel bubble antara Singapura dengan kawasan di dalam pulau Bintan, seperti Lagoi. Apabila pembentukan micro travel bubble ini dapat berjalan dengan baik, untuk selanjutnya dapat ditingkatkan ke dalam area yang lebih besar. Melalui micro travel bubble ini, wisatawan dapat saling berkunjung secara aman dan nyaman, dan bermanfaat sebagai upaya menumbuhkan kembali wisata dan ekonomi sekaligus mempertahankan kesempatan kerja, jelas Prof.Sylviana.
Sebelum mengakhiri perbincangannya, Prof. Dr. Sylviana mencatat bahwa dengan demikian, proses peninjauan peraturan ketenagakerjaan ini harus melibatkan semua pihak yang berkepentingan agar peraturan yang ditinjau sesuai dengan kebutuhan dan memberikan keadilan bagi semua pihak yang berada di ekosistem tenaga kerja tersebut.
Peningkatan produktivitas sektor informal dan UMKM juga jangan dilupakan. Penurunan penyerapan tenaga kerja berpotensi meningkatkan pekerja pada sektor informal dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Oleh sebab itu, diperlukan upaya peningkatan produktivitas sektor informal dan UMKM untuk meningkatkan tingkat upah mereka sehingga kesejahteraan pekerja pada sektor ini pun dapat dijaga.
Dan upaya-upaya seperti perluasan akses permodalan dan pendampingan teknis menjadi dibutuhkan untuk dapat mendorong produktivitas pekerja di sektor informal ini, tutupnya.