Uritanet, – Titimangsa Foundation bekerja sama dengan Direktorat Perfilman, Musik, dan Media Kemendikbudristek RI mementaskan Sosok Gombloh dalam sebuah seri monolog bertajuk “Di Tepi Sejarah” bersama tokoh – tokoh lainnya. Dan pentas kali ini oleh Happy Salma diberi judul “Panggil Aku Gombloh” (28/4). Naskahnya ditulis oleh Guruh Dimas Nugraha, penulis buku biografi Gombloh “Revolusi Cinta dari Surabaya” dan diadaptasi oleh sastrawan Agus Noor serta sutradara Joind Bayuwinanda.
“Di Tepi Sejarah” merupakan sebuah seri monolog yang bercerita tentang tokoh-tokoh yang ada di tepian sejarah. Tokoh yang mungkin tak pernah disebut namanya dan tak begitu disadari kehadirannya dalam narasi besar sejarah bangsa Indonesia.
Meski begitu, justru mereka adalah orang-orang yang berada dalam pusaran sejarah utama dan menjadi saksi peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di Indonesia. Pementasan tersebut bertujuan untuk mendekatkan literasi kepada generasi muda dan sebagai media pembelajaran bagi anak-anak sekolah.
Pertunjukan ketiga dari seri monolog Di Tepi Sejarah akan berkisah tentang Gombloh, seorang musisi dan penyanyi Indonesia. Jiwa nasionalismenya 24 karat. Namanya melambung setelah menciptakan lagu “Kebyar-Kebyar”.
Gombloh memang sangat sederhana. Ia tak mau hidup glamour, sok ngartis bergelimang harta. Lagunya berbicara lantang tanpa tedeng aling-aling. Kematiannya pada Januari, 1988, membuat rakyat Surabaya memenuhi ruas-ruas jalan Kota Pahlawan hingga menyebabkan kemacetan sepanjang lima kilometer dari kompleks pemakaman Tembok.
Semua hal bisa diubah lewat cinta. Gombloh mendefinisikan cinta tak sebatas perasaan suka antara pria dan wanita. Tapi juga cinta tanah air, cinta sesama, cinta lingkungan dan cinta keluarga. Ia menamakannya Revolusi Melankolia. Revolusi cinta.
Monolog dipentaskan pada Kamis, 28 April 2022 di Gedung Kesenian Jakarta. Nantinya akan ditayangkan secara online melalui kanal budaya @indonesiana.tv .
)**Nawasanga