URITANET,- Albinisme atau The Albinis Xueli adalah sebuah kelainan genetik yang di derita seseorang sejak dari lahir, dimana hal seperti ini menyebabkan mereka kekurangan Melanin atau bahkan sama sekali tidak memiliki pigmen tersebut.
Oleh karena itu dari warna kulit, rambut serta mata bagi yang mengidap albinisme biasanya berwarna pucat dan cenderung putih.
Dalam kondisi itu sebetulnya tidak akan membuat pribadi diri seseorang berbeda dengan orang lain. Namun, di beberapa bagian negara lain seperti Cina, memiliki seorang anak yang mengidap albinisme akan dianggap sebagai kutukan bagi keluarga tersebut.
Seperti kejadian yang sudah dialami oleh satu warga cina Xueli Abbing, seorang anak perempuan yang dibuang sejak bayi oleh orang tuanya karena ia mengidap Albinisme.
Orang tua dari Xueli Abbing meninggalkan dirinya di depan panti asuhan serta membaringkannya di tanah begitu saja. Hingga sat ini Xueli Abbing benar-benar tidak tahu siapa orang tua kandung dirinya, karena ia ditinggalkan tanpa keterangan data apapun.
Nama Xueli Abbing pun diberikan oleh pegawai dari panti asuhan, dimana nama Xueli Abbing memiliki arti Salju dan Li bermakna cantik.
Waktu berumur 3 tahun, Xueli diadopsi oleh seseorang wanita dan dibawa pindah tempat tinggal ke Belanda.
Walaupun dirinya sempat dibuang, ia tetap merasa bersyukur.
Hal ini terjadi dikarenakan, menjadi seorang albinisme di Cina tidak akan menjadi bebas. Jika seorang pengidap albinisme tidak dibuang orang tua, kemungkinan yang terjadi adalah seorang anak albinisme hanya akan dikurung di dalam rumah saja. Untuk berangkat ke sekolah pun, mereka harus mengecat rambutnya menjadi berwarna hitam.
Xueli Abbing adalah seorang gadis 16 tahun asal Cina, yang diketahui mengalami kondisi genetika yang amat langka yang membuatnya kekurangan melamin bahkan pigmen. Dia juga sangat sensitif sekali terhadap cahaya sinar matahari.
Namun penampilannya yang berbeda ini tidak membuat ia merasa kurang, malah hal ini membawa Xueli menjejaki karirnya sebagai seorang model.
Sebagai gadis yang tergolong masih sangat muda, visualnya dibuktikan dengan fotonya yang telah mengisi halaman sampul Majalah Vogue. Xueli Abbing juga dipercayai untuk memamerkan karya desainer ternama.
Xueli Abbing memulai karir dirinya menjadi seorang model secara tidak sengaja saat usianya 11 tahun. Ibu angkatnya menawarkan Xueli untuk ikut berpartisipasi dalam peragaan busana.
Ibunya yang kebetulan berkawan dengan seorang desainer asal Hong Kong, mengadakan peragaan busana yang bertajuk “Ketidaksempurnaan yang Sempurna”. Tentu kesempatan ini amat sangat menjadi sebuah pengalaman luar biasa bagi Xueli Abbing.
Setelah pagelaran peragaan busana tersebut, Xueli diundang ke beberapa sesi pemotretan dan salah satunya oleh fotografer asal Inggris, Brock Elbank. Xueli melakukan sesi foto dirinya di London dengan Elbank, kemudian diunggah ke akun instagram miliknya.
Dari situlah agensi model Zebedee Talent menghubungi dirinya, serta menawarkan kepada Xueli untuk bergabung dengan mereka dalam sebuah misi menjadi perwakilan penyandang disabilitas dalam industri fashion.
Salah satu potret Xueli yang diambil Brock telah ditampilkan di Majalah Vogue Italia edisi Juni 2019.
Dari sinilah kemudian karir Xueli semakin menunjukkan kemajuan. Dia juga diberikan kesempatan untuk menampilkan sebuah karya dari Kurt Geiger yang menurutnya sangat tepat untuk menggambarkan perbedaan dari dirinya.
Namun, dibalik banyaknya sesi pemotretan, ada kesulitan tersendiri. Karena mengidap kelainan albinisme, penglihatannya Xueli sangatlah terbatas, hanya 8 hingga 10 persen saja. Dirinya tidak bisa melihat langsung kearah sumber cahaya, karena itu akan membuat matanya sakit.
Dari Manajemen Xueli selalu mengatakan kepada kliennya, jika mereka tidak bisa mengatur soal cahaya maka mereka tidak mungkin dapat bekerja sama dengan Xueli.
Gangguan ini memang sedikit menyulitkan, tapi menurut Xueli sendiri hal seperti ini dapat melahirkan sebuah perspektif berbeda yang akan membuat dirinya lebih detail dalam menilai gambar.
Harapan bagi Xueli, ia sangat ingin memanfaatkan kegiatan modeling ini untuk berbincang mengenai albinisme kepada khalayak yang luas. Ia ingin memberi pengertian jika kelainan genetik bukanlah sebuah kutukan.
Cara membicarakan isu pun juga demikian, jangan menyebut orang dengan ‘albino’, tapi lebih ke ‘albinisme’, agar tidak terdengar seolah memberikan sebuah stigma.
Dirinya ingin anak-anak dengan albisinme lainnya, atau segala bentuk kekurangan dan perbedaan, mereka bisa melakukan dan menjadi apapun yang mereka impikan.
(**wan ping/ line