Jakarta (Uritanet) :
Di tengah dinamika pembangunan ekonomi yang makin kompleks, Badan Urusan Legislasi Daerah (BULD) DPD RI menegaskan pentingnya peran koperasi sebagai penggerak utama ekonomi lokal yang berkelanjutan.
Dalam Rapat Dengar Pendapat yang digelar di Gedung DPD RI, Senayan, Jakarta, BULD DPD RI menyoroti urgensi penguatan regulasi daerah yang berpihak pada koperasi—khususnya koperasi desa—agar tak sekadar menjadi jargon pembangunan, tetapi benar-benar mampu menjawab kebutuhan masyarakat akar rumput.
Wakil Ketua BULD DPD RI, Abdul Hamid, menyampaikan bahwa koperasi desa saat ini masih menghadapi tantangan fundamental, mulai dari tumpang tindih regulasi hingga absennya payung hukum untuk program strategis nasional seperti Koperasi Merah Putih.
“Program strategis seperti Koperasi Merah Putih belum memiliki dasar hukum kuat di daerah. Akibatnya, pelaksanaan program kerap mandek pada tataran administratif tanpa menyentuh substansi pemberdayaan ekonomi desa,” tegas Hamid dalam forum tersebut, yang turut dihadiri oleh Ketua BULD Stefanus BAN Liow dan Wakil Ketua BULD Agita Nurfianti.

Relevansi Undang-Undang Perlu Dievaluasi
Salah satu sorotan utama dalam rapat ini adalah keterlambatan daerah dalam menyesuaikan regulasi koperasi. Banyak Peraturan Daerah (Perda) yang masih merujuk pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992, yang kini dinilai tidak lagi kontekstual. Di sisi lain, norma-norma baru dalam UU Cipta Kerja 2023 belum secara optimal diimplementasikan di level daerah.
Abdul Hamid menegaskan bahwa BULD DPD RI memiliki mandat untuk memantau dan mengevaluasi setiap Ranperda maupun Perda agar berpihak pada kepentingan rakyat, serta tidak menambah beban administratif yang kontraproduktif terhadap iklim usaha koperasi.
Pakar koperasi Slamet Riyadi Bisri yang turut hadir dalam forum ini menekankan bahwa pembangunan koperasi idealnya tidak dibatasi oleh ruang geografis. Ia mendorong agar konsep Koperasi Merah Putih dapat menjangkau perkotaan maupun perdesaan, dengan menyesuaikan jenis usaha pada potensi lokal yang dimiliki masing-masing wilayah.
“Koperasi adalah bentuk dari helping people to help themselves. Perlu dukungan teknologi digital dan ekosistem komunikasi yang inklusif agar koperasi bisa tumbuh adaptif,” ujarnya.
“Pemerintah harus hadir, tidak hanya sebatas membuat regulasi, tapi juga aktif memproteksi dan mengawal koperasi sesuai karakter industri yang dikembangkan,” imbuhnya.

Jembatan Legislasi Pusat dan Daerah
Lebih jauh, BULD DPD RI menegaskan posisinya bukan sebagai lembaga yang memperpanjang birokrasi, melainkan sebagai jembatan harmonisasi antara regulasi pusat dan daerah. Abdul Hamid memastikan bahwa seluruh kebijakan dan legislasi harus mengedepankan kolaborasi dua arah—dari pusat ke daerah dan sebaliknya.
“Kami hadir bukan untuk mengawasi daerah, tapi menjembatani kepentingan lokal agar punya ruang dalam kebijakan nasional. Sebab pembangunan tanpa keberpihakan pada akar masalah, hanya akan menjadi mimpi yang tak membumi,” pungkasnya.
Koperasi bukan sekadar alternatif ekonomi, tapi masa depan sistem ekonomi kerakyatan Indonesia. Ketika regulasi lokal selaras dengan kebijakan nasional, koperasi bisa menjelma menjadi kekuatan utama dalam pembangunan ekonomi inklusif dan berkeadilan sosial.
Sudah waktunya koperasi tidak hanya dihidupkan, tetapi diberdayakan secara utuh, legal, dan berkelanjutan. Koperasi bukan tentang besar atau kecilnya modal, tetapi kuat atau tidaknya kebijakan yang memayungi.
BULD DPD RI terus berkomitmen meletakkan koperasi di pusat pembangunan ekonomi nasional. Sebab Indonesia yang kuat dimulai dari ekonomi rakyat yang berdaulat—dan koperasi adalah kuncinya.
)**Mas. / Tjoek / Foto Istimewa

