Keracunan MBG Kian Meluas, Desak Perketat Pengawasan dan Standarisasi Makanan

Bagikan ke orang lain :

Jakarta (Uritanet) :

Gelombang keprihatinan terus menguat menyusul deretan insiden keracunan yang menghantui program Makan Bergizi Gratis (MBG). Ketua Komite III DPD RI, Dr. Filep Wamafma, angkat bicara lantang, menyampaikan keprihatinan mendalam atas lemahnya pengawasan dan standar keamanan pangan dalam pelaksanaan program nasional yang mulai digulirkan sejak Januari 2025 itu.

Paling mutakhir, sebanyak 200 siswa SMP Negeri di Kota Kupang dilaporkan mengalami keracunan usai menyantap makanan MBG pada 21 Juli lalu.

Insiden ini bukan yang pertama—kasus serupa juga terjadi sebelumnya di Cianjur, Bogor, Sukoharjo, Sumba Timur, hingga Bombana, dengan jumlah korban mencapai ribuan anak sekolah.

Di Bombana, misalnya, 53 dari 1.026 paket makanan ditemukan dalam kondisi tidak layak konsumsi.

“Kami sangat menyayangkan kejadian keracunan MBG yang terus berulang. Ini menunjukkan lemahnya tata kelola, terutama pada aspek food safety yang seharusnya menjadi prioritas utama,” tegas Filep dalam keterangannya kepada awak media, Jumat (25/7/2025).

Filep mengungkapkan bahwa temuan Komite III DPD RI menunjukkan masih minimnya pelibatan lembaga pengawasan pangan seperti BPOM, bahkan di tingkat paling dasar, yakni Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Padahal, telah ada MoU antara BPOM dan Badan Gizi Nasional (BGN) sejak awal peluncuran program.

Ia menekankan bahwa setiap aspek—mulai dari bahan baku, dapur produksi, alat masak, hingga distribusi makanan—harus memenuhi standar keamanan pangan yang ketat. Tak hanya cukup bersertifikat halal, makanan MBG harus memenuhi standar HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) yang sudah menjadi standar global dalam pengolahan makanan, khususnya produk perikanan dan makanan siap saji.

“Kalau bahan mentahnya saja tidak dipastikan dari pemasok yang bersertifikat HACCP, maka titik lemah rantai distribusi bisa menjadi pemicu keracunan. Bahkan suhu penyimpanan dan lama distribusi harus benar-benar dikendalikan,” jelas senator asal Papua Barat yang akrab disapa Pace Jas Merah ini.

Lebih jauh, Filep juga menyoroti pentingnya keseimbangan gizi dalam satu paket MBG. Menurutnya, makanan yang disajikan tidak hanya harus aman, tetapi juga harus bernutrisi seimbang sesuai prinsip Isi Piringku.

Oleh karena itu, pelibatan ahli gizi dari hulu ke hilir dalam program ini adalah keharusan mutlak, apalagi tidak semua daerah memiliki tenaga gizi yang memadai.

“Kami mendukung penuh program ini. Namun, perlu pengawasan serius dan keterlibatan profesional agar MBG betul-betul menjadi tumpuan harapan menuju Generasi Emas 2045, bukan justru menjadi bumerang,” ujarnya.

Filep juga sejalan dengan Ketua DPD RI dalam menyerukan peningkatan tata kelola MBG yang berorientasi pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Dengan pelaksanaan yang akuntabel dan berbasis sains, MBG bisa menjadi instrumen efektif mengentaskan kemiskinan, kelaparan, meningkatkan kesehatan, dan mutu pendidikan.

Program prioritas tidak boleh kompromi soal mutu. MBG harus jadi momentum membangun sistem pangan sehat, aman, dan adil. Jangan biarkan anak-anak kita jadi korban dari sistem yang lalai.

Tegakkan mutu, lindungi anak-anak kita. Kini saatnya tata kelola MBG naik kelas—bukan lagi asal kenyang, tapi juga harus aman dan bergizi.

)*** Tjoek / Foto Istimewa

 

Bagikan ke orang lain :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *