Jakarta (Uritanet) :
Kemandirian fiskal daerah bukan lagi sekadar cita-cita. Di tengah keterbatasan anggaran dan tantangan pembangunan yang kian kompleks, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) mengambil langkah strategis dengan menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertema “Urgensi Percepatan Pembangunan Daerah di Tengah Keterbatasan Fiskal” di Gedung DPD RI, Senayan, Jakarta.
Acara ini dibuka langsung oleh Wakil Ketua DPD RI, Tamsil Linrung, yang menyampaikan pesan tegas dan penuh visi: “Kekuatan fiskal daerah adalah pilar penting untuk menopang ekonomi nasional. Jika semua daerah dapat kuat secara fiskal, maka mereka tidak lagi bergantung pada dana transfer dari pusat.”
Dalam paparannya, Tamsil menekankan bahwa obligasi daerah adalah salah satu instrumen yang mampu mendorong kemandirian fiskal secara nyata. Namun ia menggarisbawahi, bahwa langkah ini menuntut keberanian dan komitmen kepala daerah untuk melakukan terobosan, bukan hanya mengelola anggaran secara rutin.
“Keadaan celah fiskal memang sempit, namun justru di sanalah ruang inovasi lahir. Obligasi daerah bisa menjadi jembatan menuju proyek-proyek strategis dan fleksibilitas fiskal yang lebih luas,” ujar senator asal Sulawesi Selatan itu dengan penuh keyakinan.

Pakar Ekonomi dan Analis Sepakat: Waktunya Daerah Bergerak Mandiri
Chief Economist Indonesia Economic Intelligence, Sunarsip, menjabarkan tiga skema penerbitan obligasi daerah. Pertama, diterbitkan langsung oleh Pemda; kedua, disalurkan ke BUMD dalam bentuk pinjaman atau penyertaan modal; ketiga, dikelola mandiri oleh BUMD. Ia menambahkan, “Skema ini tidak hanya memberi fleksibilitas, tapi juga membagi risiko antara Pemda dan BUMD secara adil.”
Sementara itu, Financial Analyst PEFINDO, Muhammad Reza Miolo, menyoroti urgensi perombakan pola belanja daerah. “Sekitar 80% Pemda masih bergantung pada dana pusat. Ironisnya, sebagian besar anggaran justru habis untuk belanja pegawai, bukan pembangunan,” tegasnya.
Sedangkan, Anggota DPD RI asal Kepulauan Bangka Belitung, Darmansyah Husein, memberi penekanan pada pentingnya orientasi obligasi daerah yang berpijak pada keunggulan lokal. “Kami berharap obligasi daerah digunakan untuk proyek strategis yang benar-benar menjawab kebutuhan daerah. Bukan sekadar formalitas anggaran, tapi investasi jangka panjang yang berdampak bagi rakyat,” pungkasnya.
Menuju Peta Jalan Baru Pembangunan Indonesia
Diskusi ini membuka babak baru dalam pendekatan fiskal daerah. Bukan lagi soal menunggu kucuran dana pusat, tetapi tentang bagaimana daerah berani memegang kendali atas masa depan ekonominya sendiri. Obligasi daerah bukan hanya instrumen keuangan—ia adalah simbol keberanian untuk bertindak demi rakyat.
Kini, momentum sudah di tangan daerah. Tinggal bagaimana para pemangku kepentingan bisa bersinergi, bertindak cepat, dan menjaga komitmen untuk membangun dari akar kekuatan lokal.
Karena masa depan daerah tidak ditentukan oleh besar kecilnya dana, tapi oleh keberanian dan kecerdasan untuk mengelola potensi yang dimiliki. Kini saatnya daerah bicara dengan karya, bukan hanya angka.
)***Tjoek / Foto Istimewa

