Yogyakarta (Uritanet) :
Yogyakarta kembali menjadi sorotan dalam upaya penanganan sampah yang berkelanjutan. Pada Selasa, 8 April 2025, empat anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari Daerah Istimewa Yogyakarta—GKR Hemas, R.A. Yashinta Sekarwangi Mega, Ir. Ahmad Syaugi Soeratno, M.M., dan Dr. H. Hilmy Muhammad, M.A.—melaksanakan tugas konstitusionalnya dalam menyerap aspirasi masyarakat terkait evaluasi peraturan daerah (Perda) dan rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang pengelolaan sampah.
Pertemuan ini berlangsung di kantor DPD RI DIY dan menjadi momentum penting untuk memperkuat koordinasi lintas wilayah.
Dalam arahannya, GKR Hemas menegaskan bahwa permasalahan sampah di DIY tidak bisa dipandang sebelah mata.
Dengan meningkatnya jumlah penduduk, aktivitas ekonomi, dan kunjungan wisatawan, volume sampah pun turut melonjak. Ia menyoroti tiga masalah utama: kurangnya sinkronisasi peraturan, lemahnya pengawasan implementasi kebijakan, dan minimnya political will pemerintah kabupaten/kota dalam memprioritaskan isu sampah.
Pendekatan dari Hulu ke Hilir
Senator Dr. H. Hilmy Muhammad, M.A., menambahkan bahwa persoalan sampah harus ditangani secara menyeluruh dari hulu hingga hilir. Ia menekankan pentingnya pemilahan sampah sejak dari rumah tangga.
Menurutnya, kebiasaan ini bisa dibangun dalam waktu singkat jika dilakukan secara konsisten, seperti yang telah diterapkan di Pondok Pesantren Krapyak. Selain itu, ia juga menekankan pentingnya kebijakan yang memberikan insentif (reward) kepada masyarakat yang patuh, serta sanksi (punishment) bagi yang melanggar.
Program Hompimpah di Kabupaten Gunungkidul menjadi contoh positif dalam pengelolaan sampah berbasis penghargaan. Gus Hilmy bahkan mengusulkan perlombaan kebersihan dari tingkat RT hingga kabupaten/kota untuk mendorong budaya bersih dan pengelolaan sampah berkelanjutan.
Kebutuhan Koordinasi Provinsi
Meski demikian, Gus Hilmy menyesalkan kurangnya koordinasi antarkabupaten/kota. Ia mengungkapkan bahwa penanganan sampah tidak akan berhasil jika tidak ada komitmen dan koordinasi lintas wilayah yang dipimpin langsung oleh Pemerintah Provinsi DIY. Ia bahkan mengusulkan agar provinsi mengambil alih penanganan jenis sampah tertentu demi efisiensi dan efektivitas.
Sementara itu, Ir. Ahmad Syaugi Soeratno menekankan pentingnya pendekatan yang menyeluruh dan terintegrasi. Menurutnya, pengelolaan sampah harus memadukan nilai budaya, teknologi, dan ekonomi. Ia mendorong transformasi perspektif bahwa sampah bukan sekadar limbah, melainkan bagian dari ekonomi sirkular (circular economy) yang dapat memberikan nilai tambah.
Penggunaan teknologi modern dalam pengolahan sampah pun menjadi bagian penting dari solusi yang ditawarkan. Dengan teknologi, pengolahan sampah dapat dilakukan lebih efisien, higienis, dan berkelanjutan.
Mahasiswa Agen Perubahan
R.A. Yashinta Sekarwangi Mega menyoroti pentingnya pelibatan mahasiswa dalam program Kuliah Kerja Nyata (KKN) tematik. Ia melihat potensi besar dari mahasiswa sebagai agen perubahan yang dapat membantu masyarakat desa dalam pengelolaan sampah. Melalui KKN, sinergi antara dunia akademik dan kebutuhan masyarakat bisa tercapai dengan baik.
Pengelolaan sampah di Yogyakarta bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga memerlukan peran aktif masyarakat, akademisi, dan dunia usaha. Dengan komitmen bersama, koordinasi yang solid, serta penerapan kebijakan yang terstruktur dan adil, Yogyakarta dapat menjadi contoh daerah yang sukses dalam pengelolaan sampah berkelanjutan.
Kolaborasi menjadi kunci. Saatnya membangun masa depan Yogyakarta yang bersih, sehat, dan lestari melalui strategi pengelolaan sampah yang komprehensif dan terintegrasi.
)***Tjoek