Gus Hilmy : UU TNI Disahkan, Tuai Kritik Ancam Demokrasi dan Pembangunan Daerah

Jakarta (Uritanet) :

Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang baru saja disahkan dalam Rapat Paripurna ke-15 masa persidangan tahun 2024–2025 DPR RI menuai kritik tajam. Salah satu kritik datang dari Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Dr. H. Hilmy Muhammad, M.A., yang menilai bahwa regulasi ini berpotensi mengancam demokrasi dan menghambat pembangunan daerah.

RUU TNI membuka peluang bagi perwira aktif TNI untuk menduduki jabatan di kementerian, lembaga sipil, bahkan pemerintahan daerah. Hilmy Muhammad atau yang akrab disapa Gus Hilmy, menegaskan bahwa langkah ini bertentangan dengan prinsip supremasi sipil dalam demokrasi.

“Militer seharusnya fokus pada pertahanan negara, bukan berkompetisi dengan sipil dalam urusan pemerintahan. Mereka seperti mengalami disorientasi pembangunan pasca-reformasi, tidak percaya pada sipil dengan cara mengintervensi pemerintahan hasil demokrasi,” ujarnya.

Masuknya militer ke dalam pemerintahan juga berpotensi mengembalikan praktik Dwifungsi ABRI yang menjadi masalah besar di era Orde Baru. Hal ini tentu melukai semangat reformasi 1998 yang bertujuan memisahkan militer dari politik dan pemerintahan.

Baca Juga :  1.000 Pengacara GLDC Dukung Capres Ganjar di Pilpres 2024

Hambat Pembangunan Daerah

Selain mengancam demokrasi, RUU TNI juga dapat menghambat pembangunan daerah. Gus Hilmy menyoroti bagaimana kebijakan berbasis militer berisiko mengalihkan fokus pembangunan dari kesejahteraan masyarakat ke pendekatan keamanan.

“Alih-alih mendorong pembangunan berbasis partisipasi publik, daerah bisa mengalami stagnasi karena kebijakan yang diambil berbasis kepentingan militer. Bayangkan saja, ke depan bukan hanya militer ada di pusat pemerintahan, tapi pasti akan ke pemda. Dan pasti urusannya adalah kontrol militer terhadap kebijakan pembangunan daerah,” jelasnya.

Selain itu, anggaran yang seharusnya dialokasikan untuk sektor kesejahteraan sosial, pendidikan, dan ekonomi daerah berisiko tersedot ke kebijakan berbasis pertahanan dan keamanan. Akibatnya, rakyat kecil yang paling dirugikan.

Penguatan Wawasan Kebangsaan

Gus Hilmy menegaskan bahwa tidak ada urgensi bagi militer untuk masuk ke pemerintahan. Jika yang dikhawatirkan adalah lemahnya nasionalisme, maka solusinya bukan militerisasi, melainkan penguatan wawasan kebangsaan.

“Keadaan dalam negeri aman, kebijakan politik luar negeri kita juga non-blok, nggak ganggu kiri kanan. Jadi apa yang ditakutkan? Bila yang ditakutkan adalah soal nasionalisme, di antara alternatif penyelesaiannya adalah dengan pembinaan wawasan nasional, bukan dengan wajib militer bagi pemuda,” tegasnya.

Meskipun RUU TNI telah disahkan, Gus Hilmy mengajak seluruh elemen masyarakat, akademisi, organisasi sipil, dan tokoh bangsa untuk terus mengawasi implementasi undang-undang ini.

Baca Juga :  Menhan Prabowo Nyatakan Brunei Darussalam Mitra Penting Indonesia

“Kita cermati bagaimana UU TNI akan diimplementasikan, dan tugas kita adalah mengawasi ketimpangan pembangunan yang terjadi,” pungkasnya.

Dengan segala polemik yang muncul, RUU TNI menjadi perdebatan serius dalam perjalanan demokrasi Indonesia. Masyarakat harus tetap kritis dan aktif mengawal kebijakan ini agar tidak mengorbankan prinsip demokrasi dan kesejahteraan rakyat.

)**Tjoek

Share Article :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *